Jakarta–Masih ingatkah bagaimana apresiasi cepat mata uang matahari terbit Yen pada kisaran tahun 1995-an. Ledakan Yendaka ini mempengaruhi baik pada negaranya maupun negara lain yang memiliki hutang kepada negara Jepang ini. Setidaknya pengaruh buruk ini menjadikan masyarakat Jepang harus menaikkan kebutuhannya dan sektor-sektor industrinya mengalami kemunduran import dan ketidakstabilan neraca perdagangan. Bagi negara lain yang yang memiliki hutang kepada Jepang terpaksa harus menyesuaikan dan menjadikan hutangnya meninggi, termasuk hutang Indonesia kepada Jepang.
Secara teori, kenaikan suku bunga memang berpotensi menaikkan nilai tukar rupiah. Contoh empirisnya, Jepang pernah berhasil menurunkan nilai tukar yen, dari semula US$ l setara dengan 79 yen (1995) menjadi 126 sampai 131 yen (1998). Caranya, Bank of Japan menurunkan suku bunga diskonto (discount rate), yakni suku bunga yang diberikan bank sentral ke bank komersial, menjadi hanya satu persen. Dalam sejarah perekonomian Jepang, suku bunga itu merupakan yang terendah.
Dampaknya memang terbukti sangat efektif. Yen yang semula mengalami apresiasi (yendaka) segera terkoreksi menjadi depresiasi. Selanjutnya, dengan nilai tukar yang relatif murah, Jepang pun berhasil menaikkan ekspornya.
Terkait apresiasi dollar, dengan pengalaman moneter yang menerpa, harusnya Indonesia mampu melakukan ketahanan moneter nasional. Namun sangat disayangkan, pengalaman itu tidak menjadikan Indonesia membuat cetak biru ketahanan moneter dalam negeri.
Apresiasi Dollar dalam beberapa bulan belakangan ini, berpengaruh buruk terhadap stabilitas moneter. Artinya, ketahanan moneter nasional tidak siap dengan apresiasi ini. Pendapat bahwa perekonomian negeri paman sam ini menjadi tesis akan ketidakberdayaan untuk melakukan perimbangan.
Sejarah Yendaka sangat penting untuk dijadikan analisa dan memaksa Amerika untuk menurunkan suku bunganya menjadi stabil. Bahkan bila perlu, para ulama melakukan ijitihad moneter untuk mengharamkan pemakain dollar di tanah air. Paling tidak langkah ini merupakan himbauan agar Amerika menurunkan suku bunganya.
Sebenarnya, apresiasi ini bukan merupakan kebaikan, namun juga berdampak kepada industri-industri eksport Amerika pada negara lain yang menjadi merosot dan berdampak pada neraca perdaganngannya juga.
Pengalaman berharga masa lalu dan masa kini juga harus ditekankan bahwa dibutuhkan upaya serius atas kejadian serupa. Cetak biru ketahanan moneter nasional penting untuk dilakukan, jangan sampai berulangkali bangsa ini terperosok akibat apresiasi Dollar.
Affan Rangkuti: Pengamat Ekonomi Syariah