KUALA LUMPUR – Ketua Umum Pengurus Besar Al Washliyah Dr. H. Yusnar Yusuf, MS angkat bicara terkait gonjang-ganjing hukum yang terjadi beberapa waktu belakangan ini. Dikabulkannya praperadilan Komjen Budi Gunawan telah membuat beberapa orang yang tersangkut masalah di KPK melakukan langkah yang sama.
Kondisi ini menunjukan ketetapan hukum kasus korupsi terkesan sumir dan tidak jelas. “Ketetapan hukum atas kasus korupsi di negeri ini sumir dan tak jelas. Awalnya pembentukan KPK merupakan keraguan rakyat terhadap Polri dalam penegakan hukum. Akhirnya semua lembaga penegakan hukum hampir pasti diragukan,” kata Yusnar pada Selasa (24/2) di Kuala Lumpur, Malaysia.
Bahkan kehadiran pengganti sementara KPK juga dipandang tidak lebih buruk dari yang digantikan. Semoga analisis Yusnar Yusuf ini sekedar hipotesa di tengah-tengah kegalauan dan ketidakpastian hukum.
Dijelaskan Ketum PB Al Washliyah ini mengenai perkembangan dan kemajuan hukum tentang tindak pidana korupsi di negeri ini. “Bisa saja terjadi apa yang pernah dialami Sengkon dan Karta di tahun 1970-an. Kasus Sengkon dan Karta itu merupakan sejarah titik balik lahirnya Peninjauan Kembali (PK) dalam sistem hukum di tanah air. Kendati substansi pidananya berbeda,” ungkapnya.
Dan telah sama-sama diketahui pada Senin (23/02), mantan Menteri Agama Suryadharma Ali (SDA) mengajukan praperadilan atas penetapan tersangka kepadanya terkait korupsi dana haji oleh KPK. Semua para intelektual dan penegak hukum rasanya mengetahui bahwa apa yang dilakukannya adalah mandat kebijakan sebagai Menteri Agama.
“Jika kelak status tersangka itu dianulir praperadilan seperti yang diperoleh Komjen Polisi Budi Gunawan, maka terjadi perubahan persepsi terhadap orang-orang yang pernah dituntut lembaga anti rasuah dan sudah dipidanakan melalui keputusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde),” imbuhnya.
Bagaimana tidak kata Yusnar, jika SDA selamat dari status tersangka yang disandangnya maka akan mempengaruhi keputusan pengadilan yang telah dijatuhkan kepada Mantan Menteri Agama sebelumnya Said Agil Husin Almunawar. “Artinya inkracht van gewijsde terhadap Said Agil adalah tidak tepat, karena apa yang dilakukan adalah sama, yaitu menjalankan mandat sebuah kebijakan.” tegasnya.
Begitu juga dengan Mantan Menteri Sosial Bachtiar Chamsah. Pastinya, Said Agil dan Bachtiar Chamsah telah melewati masa hukumnya terlepas dari kekeliruan atau tidak, mereka telah menjalaninya dengan sikap kesatria. Tentunya penegak hukum dan pemerintah harus bersikap bijak dan santun atas marwah mereka yang tercederai.
Yusnar berpandangan, perubahan atas peristiwa hukum yang telah dan akan terjadi dapat menjadi bumerang bagi KPK, karena telah keliru dalam melakukan penegakan hukum. “Entahlah, semoga keputusan yang telah ditetapkan sebelumnya tidak menjadi ketetapan hukum yang bisa dianulir dengan menggunakan berbagai alat hukum,” tuturnya. Pasti masyarakat tengah menunggu perubahan atau peristiwa hukum yang selama ini kurang diperhatikan masyarakat awam hukum.
(mrl)