JAKARTA – Penangkapan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Bambang Widjojanto (BW) oleh anggota Bareskrim Mabes Polri, terkesan tidak cantik dilihat dalam pendidikan hukum dan politik anak bangsa. Karena dua institusi itu seakan-akan saling menunjukkan kekuatan dalam menegakkan hukum.
“Tak cantik dilihat,” kata Ketua majelis Amal Sosial PB Al Washliyah, H.Syamsir Bastian Munthe, di Jakarta, Jumat (23/1/2014), menanggapi perkembangan kasus penangkapan satu pimpinan KPK.
Sebagai aktifis Al Washliyah, Syamsir tidak mau mengomentari subtansi (materi) sangkaan kepada BW, namun dari penjelasan Kadiv Humas Mabes Polri, Irjen Pol Ronny F.Sompie, bahwa penangkapan BW atas tuduhan menyuruh orang memberi keterangan palsu pada perkara Pilkada Kotawaringin, Kalimantan Tengah, di Mahkamah Kontitusi (MK) Jakarta.
Dijelaskan bahwa penangkapan itu atas laporan warga tertanggal 15 Januari 2015, sementara kasus disangkakan terjadi pada tahun 2010 lalu. Dengan demikian, kata Syamsir, khawatir anggapan keliru karena jarak waktu penetapan BG jadi tersangka dan penangkapan BW memiliki masa waktu dekat. “Belakangan ini dua lembaga itu, yakni KPK dan Polri menjadi perhatian masyarakat luas, sekarang muncul kasus penangkapan BW lagi,” jelas Syamsir.
Syamsir mendesak agar kasus yang tengah bergulir, baik penetapan Komjen BG menjadi tersangka dan penangkapan BW harusnya diproses secara hukum. Yang terpenting, kata Syamsir, Presiden Jokowi harus turun tangan mengatasi hal ini jangan terkesan pembiaran, sehingga tidak menjadi `bola panas` dan konsumsi politik murahan.
“Hukum yang menentukan, jangan ada unsur rekayasa dan lainnya,” ucap Syamsir, yang menyatakan dukungannya untuk menyelamatkan lembaga KPK, atau #saveKPK#
Sementara itu, ribuan orang Jumat siang berkumpuk di gedung KPK, Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan. Intinya mereka memberikan dukungan kepada lembaga tersebut, pasca penangkapan BW.
Di tempat lain, Pusat Kajian Anti Korupsi Fakultas Hukum (Pukat) Universitas Gadjah Mada mengecam penangkapan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bambang Widjojanto oleh Polri.
Sikap itu diungkapkan Zainur Rohman, salah satu peneliti Pukat UGM, Jumat (23/1/2015) pagi. Zainur menjelaskan, penangkapan itu merupakan cermin upaya nyata perlawanan dari kepolisian untuk mematikan pemberantasan korupsi di Indonesia.
Dengan penangkapan Bambang, maka yang tersisa kini adalah tiga komisioner KPK. Jika nanti Abraham Samad juga ditangkap, maka hanya tersisa dua komisioner. Jika hanya dua komisioner, maka KPK praktis tidak dapat mengambil keputusan penting.
“Dalam mengambil keputusan, sifat KPK itu kan kolektif, kolegial. Jika hanya ada dua komisioner, maka kerja KPK akan berhenti. Penyelidik juga akan kesulitan,” kata dia.
(*/esbeem)