Akad Syariah: Suplemen Terbaik Dalam Penyelenggaraan Haji

PENGELOLAAN  keuangan haji dengan kondisi seperti ini sulit untuk di syariahkan karena ketidakjelasan akad setoran awal. Untuk memulainya adalah dengan mengubah regulasi dan mengembalikan seluruh dana haji pada akad dasar, agar pembenahan menjadi syariah dapat dilakukan dengan baik pada seluruh akad pada setiap transaksi yang melibatkan dana haji.

Jika tidak, maka seluruh akad yang terjadi akan cacat karena tidak sesuai dengan qawaid fiqhiyyah. Maka itu pelaksanaan sadd al-dara’i mutlak dilakukan untuk mencegah atau menutup proses yang tujuannya haram sebelum terjadi.

Renaca kerjasama dengan IDB keterkaitan ibadah haji memang baik dan terarah. Namun perlu juga untuk dilakukan beberapa tinjauan terkait skema tersebut. Karena dalam konsep bai’ (jual beli) ada kebebasan yang dilakukan atas harga dan Nabi saw tidak pernah membuat keputusan dengan mengatakan pasarlah yang menentukan.

Jelas, jika pasar yang menentukan maka jual beli akan menjadi seimbang tanpa didominasi oleh kapitalis penguasa dana dan otoritas, pasarpun akan menjadi seimbang. Ini juga penting, karena dalam transaksional atas jual beli harus ada akad antara penjual dan pembeli yang berorientasi pada littarodin (sama-sama ridha). Akad tersebut adalah syarat atas sahnya sebuah jual beli.

Kecuali jika pasar dalam kadaan tidak normal, kondisi dimana pedagang melakukan manipulasi pasar dan mengambil keuntungan yang sangat besar sehingga kepentingan masyarakat umum dalam keadaan bahaya. Saat seperi inilah dilakukan pematokan harga (tas’ir).

AKAD TERTULIS


Kalaulah dana haji dalam implementasinya diinvestasikan dalam prespektif pengelolaan dan pelayanan yang lebih baik, tentu semua akan mengatakan setuju. Namun, tinjaulah dahulu atas konsep wakalah dari jemaah haji kepada wakilnya, katakanlah Menteri Agama.  Mewakalahkan dana tersebut harus dengan akad yang tertulis, sebagai bentuk penyerahan kepercayaan dan memberikan kekuasaan dari jemaah haji kepada Menteri Agama.

Apakah akad wakalah tersebut sudah dibuat secara tertulis terhadap 2 jutaan waitinglist dan yang akan menyusul sebagai waitinglist? Jika belum, maka seluruh akad yang telah terjadi adalah akad yang cacat. Karena ketika ada nash yang jelas maka ijtihad tidak dibutuhkan lagi.

Bukan tidak mungkin, pelaksanaan kerjasama dengan IDB atas pengelolaan dana haji pada aspek hewan dam, investasi proyek, penempatan dana haji berbasis syariah dan  berkonsep murabahah dapat menimbulkan gejolak perekonomian Masyarakat Timur Tengah terutama Arab Saudi. Belum lagi adanya gejolak dari jamaah yang tahu fiqh, pasti akan tidak menerima unsur gharar dan riba dalam pembayaran dam dikarenakan hasil optimalisasi dana haji untuk pembayaran dam diperoleh sebagian besar dari bunga.

Ini akan mencederai ibadah jamaah haji, termasuk juga subsidi atas pemondokan, katering dll yang diperoleh dari bunga. Karena awalnya sudah dibangun diatas fondasi akad yang cacat. Untuk pembayaran dam berpotensi terjadinya sentimen negatif dan reaktif pelaku ekonomi setempat karena tidak menyenangi penerapan tas’ir atas hewan dam karena tidak adanya kejadian luar biasa sehingga penetapan tersebut dilakukan.

 

18 POKOK PEMBENAHAN

Setidaknya ada 18 pokok pembenahan dalam melakukan reset haji kembali kepada fitrahnya sesuai dengan fiqh baik syariah maupun muamallah:

1. Melakukan pembenahan akad atas setoran awal wajib dengan syariah Islam tanpa ada penyampuran dengan akad konvensional;
2. Menghapus nama “setoran awal” dan disesuaikan dengan nama akad dalam transaksi syariah;
3. Melakukan proses haji dengan benar sesuai dengan fiqh syariah;
4. Mengedepankan kebutuhan, bukan keinginan dengan melakukan uji publik apa yang dibutuhkan oleh jemaah haji;
5. Memperbolehkan waris untuk menggantikan calon jemaah haji yang meninggal sebelum berangkat haji;
6. Mengurangi jumlah petugas haji baik kloter maupun non kloter dengan memberikan edukasi sepanjang tahun kepada calon jemaah haji untuk menjadi haji yang mandiri;
7. Melakukan kontrak semuanya di tanah air atas sarana dan sarana pendukung penyelenggaraan haji;
8. Mempublikasi laporan keuangan berdasarkan masing-masing nama calon/jemaah haji;
9. Melepaskan penyelenggaraan haji khusus dan umrah secara total kepada penyelenggara haji yang memiliki izin resmi dan masih berlaku.
10. Menghapus living cost;
11. Pembayaran biaya penyelenggaraan haji dari awal sampai dengan akhir dengan memakai satu mata uang;
12. Membentuk panitia pengelolaan Dana Abadi Umat dari seluruh perwakilan Ormas Islam yang terdaftar dan diakui oleh pemerintah;
13. Menjamin pelaksanaan manasik haji jemaah secara personal dengan memastikan pelaksanaannya benar dan tidak salah sesuai syariah dengan membuat rekam administrasi personal dicatat, disampaikan kepada jemaah haji yang bersangkutan;
14. Memastikan calon jemaah haji yang mendaftar memenuhi syarat istithaah yang dikeluarkan oleh Ormas Islam yang sebelumnya memberikan kewenangan kepada Ormas Islam untuk menentukan Isthithaah atau tidak calon jemaah haji sebelum mendaftar;
15. Menutup sementara pendaftaran haji sampai dengan selesainya penerapan pelaksanaan akad secara syariah atas dana haji yang sudah terkumpul:
16. Melaksanakan Taklimatul Hajj Wal Umrah yang sudah ditetapkan oleh pemerintah Arab Saudi;
17. Menunjuk BPS BPIH  bank syariah yang sehat  sesuai dengan UU/23 tentang Perbankan Syariah berdasarkan penilaian dari BI dan MUI bagian pengawasan Bank Syariah;
18. Membuka dan melakukan open rekruitmen untuk ditempatkan di Ditjen PHU baik staff maupun pejabat.

Penulis,
Mahmudi Affan Rangkuti

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *