JAKARTA – Dewan Fatwa Al Washliyah akan membahas Peraturan Pemerintah No 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi yang di dalamnya dibahas masalah aborsi. Dalam PP Kesehatan Reproduksi itu tindakan aborsi diperbolehkan dengan beberapa ketentuan. Syarat diperbolehkannya aborsi bila proses kehamilan dapat mengancam nyawa si ibu dan bila wanita hamil diakibatkan perkosaan.
Dengan dikeluarkannya PP Kesehatan Reproduksi, lembaga fatwa Al Washliyah akan melakukan telaah dari sudut pandang hukum Islam. Sekretaris Dewan Fatwa Al Washliyah KH. Mustafa Abdul Aziz mengungkapkan pada Jumat (22/8), lembaganya akan mencermati peraturan yang diterbitkan Kementerian Kesehatan itu. Dalam PP Kesehatan Reproduksi syarat diperbolehkannya aborsi masih menimbulkan masalah.
“UU yang diterbitkan Kemenkes terkait syarat dibolehkannya aborsi masih dianggap banyak yang rancu,” kata Mustafa yang biasa dipanggil KH. Ovied. Kerancuan dalam peraturan itu bisa menjadi pintu masuk bagi orang yang ingin melakukan aborsi. Bahkan selama ini praktek aborsi yang ilegal saja masih banyak yang melakukannya apalagi bila dibolehkan.
Dengan dilegalkannya praktek aborsi maka itu akan menjadi pintu masuk bagi oknum yang selama ini memeraktekannya. Ditambah lagi alasan wanita yang hamil karena diperkosa dan alasan malu serta faktor psikologis korban lalu dibolehkan untuk aborsi masih menjadi perdebatan. “Secara umum aborsi diharamkan. Apa lagi dengan alasan malu akibat perzinahan atau karena diperkosa dan takut miskin,” terangnya.
Secara agama dijelaskan KH. Ovied, masalah aborsi sudah sangat jelas yaitu haram hukumnya. Jadi tidak perlu difatwakan lagi karena sudah terang posisi hukumnya menurut Islam. “Aborsi, zina, mencuri tidak boleh difatwakan karena hukumnya sudah qat’i yaitu sudah ada ketetapan dari Al Quran dan Al Hadis,” Kata Sekretaris Dewan Fatwa KH. Ovied di Jakarta. Namun yang boleh difatwakan hanya alasan aborsi.
Terkait PP 41 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menolak tegas bila aborsi dilegalkan dengan alasan apapun. IDI menilai tindakan aborsi melanggar kode etik kedokteran. Sehingga bila ada dokter yang melakukan aborsi bisa dikenakan sanksi profesi. Sementara itu di kalangan umat Islam masalah ini masih menjadi polemik. Beberapa ulama menyatakan peraturan pemerintah itu sudah tepat namun sebagian ulama masih mempersoalkannya. Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengatakan PP Kesehatan Reproduksi telah sesuai dengan Fatwa MUI.
Sedangkan Ketua Umum PB Al Washliyah Dr. Yusnar Yusuf mengatakan bahwa peraturan pemerintah itu bisa berdampak buruk bagi masa depan generasi bangsa. Bila wanita hamil akibat diperkosa boleh diaborsi maka nanti bisa saja generasi muda Indonesia akan diperkosa orang. “Tidak boleh generasi muda kita diperkosa,” katanya dalam kesempatan halal bi halal keluarga besar Al Washliyah beberapa waktu lalu di Jakarta.
(mrl)