JAKARTA – Mundurnya saksi pasangan Capres/Cawapres nomor urut satu dari Rapat Pleno Rekapitulasi Suara Pilpres mengakibatkan keabsahan pleno tersebut dipertanyakan. Dengan ditarik keluarnya saksi Prabowo-Hatta membuat legitimasi Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai penyelenggara Pemilu menjadi hilang. Hal ini dinyatakan Ketua Umum Ikatan Pelajar Al Washliyah (IPA) Raditya Perwira pada Selasa (22/7) di Jakarta.
Menurutnya apa yang terjadi di KPU hari ini bisa menyebabkan terganggunya stabilitas keamanan negara. “Menurut saya saat ini NKRI siaga satu,” kata Raditya beberapa saat setelah saksi Capres/Cawapres Prabowo-Hatta walkout dari rapat KPU.
Dijelaskannya, Ketua KPU seharusnya memberhentikan sementara (skorsing) proses Rapat Pleno penghitungan suara ketika ada saksi yang menarik diri. Ketua KPU jangan melanjutkan rapat tersebut, tetapi harus melakukan rapat internal KPU terlebih dahulu guna menanggapi aksi tersebut. “KPU harus peka dalam melihat semua persoalan yang ada jangan sampai terkesan mengacuhkan aksi yang dilakukan pasangan nomor urut satu,” tuturnya.
Walk out yang dilakukan saksi Capres/Cawapres nomor urut satu dan statement yang disampaikan Prabowo Subianto diperkirakan Raditya bisa berpotensi menimbulkan emosi di tingkat akar rumput. “Kondisi ini bisa memancing emosi dan menyebabkan terganggunya stabilitas keamanan NKRI,” tegasnya. Ini akan menyebabkan konflik horizontal di masyarakat bawah dan bila terjadi maka bukan persoalan yang enteng.
Untuk mengantisipasi hal yang tidak diinginkan IPA mengatakan perlu hadir sosok negarawan yang dapat meredam kemarahan masyarakat pendukung Capres/Cawapres. Sosok yang diharapkan mampu meredam kemarahan rakyat nampaknya ada di tangan Presiden SBY. “Menurut saya Bapak Susilo Bambang Yudoyono sebagai presiden RI yg bisa melakukan itu,” terangnya.
Pelajar Al Washliyah berharap persoalan rekapitulasi suara Pilpres tidak mengakibatkan bangsa Indonesia terpecah belah. “IPA mengharapkan NKRI tetap utuh seperti keinginan para pejuang dulu yang telah merebut serta berjuang demi keutuhan NKRI. Jadi NKRI itu harga mati,” tutup Ketum PP IPA Raditya Perwira.
(mrl)