Shalat wajib lima waktu dalam sehari semalam salah satu rukun Islam yang wajib bagi seluruh umat Islam untuk menunaikannya. Allah Swt berfirman:
وَأَنْ أَقِيمُوا الصَّلاَةَ وَاتَّقُوهُ وَهُوَ الَّذِي إِلَيْهِ تُحْشَرُونَ {الآنعام [٦] : ٧٢}
“dan dirikanlah sembahyang serta bertakwalah kepadaNya”. Dan Dialah Tuhan yang kepadaNyalah kamu akan dikumpulkan (pada hari kiamat).” (QS. Alan’am [6] : 72)
Adapun bagi orang yang terlambat shalat sampai habis waktunya dengan sengaja tanpa sebab uzur tergolong sebagai orang pelaku dosa besar (Ma’shiat Kabirah), maka orang tersebut tidak hanya wajib mengqadha shalat yang ditinggalkan saja namun dituntut harus melakukan taubat tidak mengulangi perbuatan tersebut kembali. Mengganti shalat yang ditinggalkan karena ma’siat, lupa, tertidur atau karena uzur disebut dengan “Qadha’ul Fawat” atau “Qadha/Kodo Shalat”.
Namun jika seseorang yang meninggalkan shalat karena lupa, tertidur, sebab uzur karena ada kebanjiran, ancaman musuh atau kematian, sebab tidak sadarkan diri (pangsan) atau dalam kondisi uzur karena sesuatu pekerjaan yang tidak dapat mungkin untuk ditinggalkan atau karena keterpaksaan dan keterbatasan dirinya tidak dapat melaksanakan shalat, maka orang tersebut tidak dipandang sebagai perbuatan dosa namun tetap wajib dia mengqadha shalat yang ditinggalkannya tersebut pada waktu-waktu lapang yang dimilikinya. Sebagaimana Rasulullah Saw pernah mengqadha shalat yang ditinggalkan sebab uzur pada hari Khandak (perang khandak):
قال إبن مسعود : إن المشركين شغلوا رسول الله صل الله عليه وسلم عن أربع صلوات يوم الخندق ، حتي ذهب من اليل ماشاء الله ، فأمر بلالا فأذن ، ثم أقام فصل الظهر ، ثم أقام فصل العصر ، ثم أقام فصل المغرب ، ثم أقام فصل العشاء . رواه الترمذي و النسائي و أحمد
Ibnu Mas’ud berkata: “Orang-orang musyrik pernah menyebabkan Rasulullah Saw terpaksa meninggalkan shalat sebanyak empat waktu pada hari Khandak, sampai menjelang waktu malam hari, lalu beliau memerintahkan Bilal untuk mengumandangkan azan, kemudian beliau berdiri (mengerjakan shalat) Zhuhur, (setelah selesai, langsung) berdiri mengerjakan shalat ‘Ashar, (setelah selesai, langsung) berdiri mengerjakan shalat Maghrib, (setelah selesai, langsung) berdiri mengerjakan shalat ‘Isya ” (HR. Atturmudzi, Annasa’I dan Ahmad, lihat hal: 1148 Zuz: 2 Alfiqhul Islami Wa Adillatuh oleh Prof.DR. Wahbah Az Zuhaili).
Hadis ini jelas menyebutkan bahwa Rasulullah Saw tetap mengqadha (mengganti) shalat yang beliau tinggalkan karena sebab uzur.
Setiap orang yang memiliki beban tanggung jawab hutang kewajiban yang dibebankan kepada mereka baik terhadap sesama manusia atau terhadap Sang Pencipta, maka ia tetap wajib menunaikannya atau menggantinya. Sama ada hutang tersebut ditunaikan secara langsung (Ada-an) atau ditunaikan hutang tersebut dengan cara menggantinya (Qadha-an) pada waktu-waktu yang lain. Sebagaimana Rasulullah Saw menegaskan bahwa hutang kepada Allah itu lebih utama untuk ditunaikan. Beliau mengatakan sebagai berikut:
فدين الله أحق أن يقضى (رواه البخاري و النسائي)
“Maka hutang terhadap Allah itu lebih berhak untuk ditunaikan” (HR. Bukhari, dan Annasa’i)
Diterangkan di dalam kitab Alfiqhul Islami Wa-adillatuh, Atta’rifat, Mughni Almuhtaj, Allubab, Syarah As-Shaghir, Almuhadzab, Almajmu’, Almughni, Bidayah Almujtahid, dan lain-lain disebutkan tentang wajibnya mengqadha shalat sebagai berikut: “Barangsiapa yang diwajibkan atasnya kewajiban shalat lima waktu sehari semalam, dan ia lupa, lalai atau terlewat waktu yang telah ditentukan, maka wajib ia untuk mengqadhanya (menggantinya) pada waktu-waktu yang lain. Dan ia berdosa jika meninggalkannya dengan sengaja tanpa sebab uzur”. Begitu juga Imam Bukhari menyebutkan tentang wajibnya qadha shalat wajib sebagai berikut:
من نسي صلاة ، فليصلها إذا ذكرها ، لا كفارة لها إلا ذلك .
“Barang siapa yang lupa mengerjakan shalat wajib, maka kerjakanlah ketika ia ingat. Tidak ada kifarat bagi orang yang meninggalkan (melalaikan) shalat wajib kecuali mengerjakannya (mengganti shalat yang ditinggalkannya) tersebut”.
Begitu juga Hadis yang disepakati oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim tentang wajibnya Qadha shalat sebagai berikut:
من نام عن الصلاة أو نسيها ، فليصلها إذا ذكرها (رواه البخاري و مسلم)
“Barang siapa yang meninggalkan shalat karena ketiduran atau lupa, maka tunaikanlah shalat tersebut ketika ia mengingatnya” (HR. Bukhari dan Muslim).
Dari Hadis-hadis di atas Jumhur (mayoritas) para ulama dan para ulama Madzhab Ahlussunnah waljama’ah yang empat yaitu Imam Hanafi, Imam Malik, Imam Syafi’I dan Imam Ahmad bin Hanbal sepakat bahwa orang yang meninggalkan shalat wajib karena sengaja, lupa, karena uzur, dan karena tertidur maka hukumnya adalah “Wajib” shalat tersebut diqadha (diganti) pada waktu-waktu yang lain.
Lantas bagaimana jika orang yang sedang menunaikan qadha shalat yang pernah ditinggalkan, namun sebelum hutang shalat tersebtu selesai diqadha jatuh sakit parah yang menyebabkan ia lemah atau lumpuh selamanya atau juga orang tersebut meninggal dunia? Jumhur ulama sepakat bahwa orang tersebut sudah terlepas dari segala sisa hutang shalat yang belum dikerjakan. Karena niat dan tobat untuk mengqadha shalat sudah ia tunaikan sebelum ia sakit atau wafat, namun jika ia belum bertaubat dan tidak pernah berniat untuk mengqadha shalat yang pernah ditinggalkannya, maka ia termasuk golongan orang yang melakukan maksiat dosa besar karena sengaja meninggalkan shalat wajib.
Sedangkan menurut Madzhab Imam Hanafi sunat berwasiat agar ahli warisnya membayar fidyah sebagai pengganti sebanyak shalat yang ia tinggalkan ketika ia sehat atau semasa hidupnya. Ukuran Fidyah shalat menurut madzhab Imam Hanafi sama dengan fidyah puasa yaitu setengah Sha’ gandum (makanan pokok) atau 1087,5 gram gandum (makanan pokok) atau setara dengan memberi makan yang mengenyangkan untuk satu orang miskin dua kali dalam sehari semalam setiap satu shalat yang ia tinggalkan ketika ia sehat atau semasa hidupnya.
Namun Fidyah shalat ini tidak dibenarkan, jika niatnya sengaja meninggalkan shalat agar membayar fidyah saja ketika ia sudah wafat. Cara seperti ini tidak dapat dibenarkan karena shalat tersebut adalah ibadah badaniyah yang tidak dapat ditunaikan atau diganti oleh siapapun kecuali orang tersebut yang langsung menunaikannya. Fidyah hanya sebagai harapan semoga Allah dapat menerima tobat dari dosa besar karena meninggalkan kewajiban shalat lima waktu dalam sehari semalam. (Lihat Zuz II, Alfiqh Alislami Wa-Adillatuh oleh Prof.Dr.Wahbah Zuhaili)
Ada sebagian minoritas ulama seperti Imam Ibnu Taimiyah khusus bagi orang yang meninggalkan shalat karena maksiat tidak wajib ia mengqadhanya (menggantinya), dan ia tetap tergolong sebagai orang yang melakukan dosa besar (Ma’shiat Kabirah). Tetapi ia harus segera wajib bertobat dan untuk mengganti shalat yang telah ditinggalkan tersebut yaitu dengan memperbanyak shalat-shalat sunat saja. Pendapat ini sangat lemah dan ditolak oleh Jumhur ulama dan para ulama Madzhab Ahlussunnah yang empat (Imam Hanafi, Imam Malik, Imam Syafi’I dan Imam Ahmad bin Hanbal). Wallahua’lam.
KH. Ovied.R
Penulis adalah: Sekretaris Dewan Fatwa Al Washliyah Se-Indonesia, Guru Tafsir Alqur’an/Fikih Perbandingan Madzhab Majelis Ta’lim Jakarta & Direktur Lembaga Riset Arab dan Timur Tengah [di Malaysia] Email: dewanfatwa_alwahliyah@yahoo.com Facebook : Buya Ovied
Mau dana pinjaman Tanpa Bunga, proses cepat dan bisa untuk usaha. Klik aja http://pesugihantanparesikoblog.wordpress.com