PADANG – Keberadaan Ustadz M. Idris Batubara di Pulau Siberut sangat dirasakan manfaatnya. Beliau merupakan satu-satunya rujukan dalam hal agama Islam. Beliau juga menjalin hubungan yang baik dengan tokoh agama Kristen di pulau itu. Jalinan dua tokoh agama itu sangat harmonis meski mereka berbeda keyakinan. Kondisi ini berdampak positif kepada masyarakat Siberut. Masyarakat tetap berinteraksi seperti biasa meski sudah berbeda aqidah. Kondisi ini terus terjaga hingga sekarang.
“Pernah suatu ketika seorang Pendeta Kristen hendak melaksanakan pernikahan. Lalu pendeta itu meminta Ayah kami untuk memberikan nasihat pernikahan. Ayah kami pun menerima permintaannya,” cerita Usman putra kedua ustadz Idris Batubara. Sikap ramah dan bisa bersosialisasi dengan baik kepada penduduk Mentawai membuat Idris disenangi dan dihormati. Ia pun lalu dikenal dengan sebutan ustadz. “Ada juga yang memanggilnya ustadz Batubara atau ustadz Idris. Kalau penduduk setempat biasanya memanggilnya dengan sebutan ustadz saja,” terangnya.
Idris berdakwah tidak hanya ke penduduk yang tinggal di pesisir. Ia pun pergi hingga ke pedalaman Pulau Siberut. Letak perkampungan satu dengan perkampungan lain sangat jauh. Terkadang beliau harus menggunakan sampan menyusuri sungai. Maklum letak antardesa cukup jauh berbukit-bukit dan dibelah sungai. Selain itu hanya sampan kecil transportasi yang dapat digunakan.
“Ayah pernah bilang kalau desa yang dituju sangat jauh maka terpaksa dia harus beristirahat atau tidur di pinggir sungai. Karena waktu itu sulit mencari rumah penduduk,” tutur Usman yang kini menetap dan bekerja di Kota Padang. Artinya ustadz Idris berdakwah tidak kenal waktu. Siang dan malam ia tempuh untuk membawa risalah Rasulullah Saw.
Dari penuturan putranya ini, kegiatan sehari-hari M. Idris adalah mengajar dan berladang. Malam hari terkadang ia harus berangkat memberikan pengajian di rumah-rumah penduduk yang memintanya. “Bila di malam hari ada pengajian maka ayah tetap berangkat,” kata Usman. Ia berdakwah seakan-akan tidak kenal lelah. Pagi, siang dan malam ia tempuh untuk menyiarkan agama Allah Swt.
“Kami (anak-anaknya) semua suka dimintakan bantuannya untuk membetulkan kursi, meja atau papan tulis yang rusak,” ingat Usman. Biasanya kegiatan itu dilakukan selesai makan siang dan sebelum murid-murid berdatangan. Tidak jarang Ustadz Idris memperbaiki sesuatu itu dilakukan sendiri. Tidak mungkin diupahkan ke orang lain karena keterbatasan dana. Semuanya dijalankan dengan penuh keikhlasan dan tanggung jawab tanpa pernah mengeluh.
Bersambung
Da’i Al Washliyah Muhammad Idris Batubara, Seorang Administrator Yang Baik (Bag. 4)
(mrl)