PADANG – Madrasah Al Washliyah di Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat sudah beberapa kali ingin diambil pihak lain. Setidaknya ada beberapa lembaga yang ingin mengambil alih madrasah Al Washliyah yang berdiri sejak 1970. Bahkan pihak-pihak ini memberikan iming-iming kepada Ustadz H. Muhammad Idris Batubara agar bersedia pengelolaan madrasah itu mereka ambil. Namun semuanya ditolak dengan halus oleh utadz Idris yang dikirim ke Mentawai oleh PB Al Washliyah sejak 1969.
Informasi ini diterima kabarwashliyah.com dari Usman putra ketiga Ustadz H.M Idris saat bertemu di Padang, Sumatera Barat. Disampaikan Usman, pihak pemerintah beberapa kali meminta agar sekolah Al Washliyah diganti namanya dengan Madrasah Ibtidaiyah Negeri. “Kalau ayah saya setuju beliau akan dijadikan pegawai negeri dan tetap menjadi kepala di Madrasah Ibtidaiyah Negeri itu,” kata Usman mengingat kejadia beberapa tahun lalu. Namun hal itu ditolak oleh pria yang sudah menunaikan ibadah haji pada 1997.
setelah itu ada sebuah Ormas Islam juga yang berminat untuk mengambil pengelolaan madrasah tersebut. Ketika itu kondisi Madrasah Al Washliyah Mentawai kekurangan tenaga pengajar. ormas Islam ini siap memberikan tenaga pengajar dan menanggung honornya. tetapi dengan syarat nama Al Washliyah dan kurikulumnya diganti dengan nama organisasi tersebut. “Ayah saya juga menolaknya,” ungkap Usman.
Bahkan ada lagi tawaran yang datang dari Atase Arab Saudi yang sangat berminat agar madrasah Al Washliyah ini bisa dibantu. Namun dengan catatan tidak boleh ada embel-embel nama organisasi. “Kalau mau dibantu harus mengganti nama madrasah karena orang atasenya tidak mau bila ada nama organisasi,” terang putra ustadz Idris Batubara. Langsung saja tawaran itu ditolak kembali oleh da’i Al Washliyah ini.
Usman sendiri tidak mengerti mengapa ayahnya begitu gigih mempertahankan nama Al Washiyah. Padahal semua orang tahu bagaimana susahnya mempertahan madrasah yang kondisinya kempang kempis. Muhammad Idris Batubara tetap gigih memegang amanah yang diberikan para pendiri Al Washliyah kepadanya. Meskipun perhatian organisasi ini kepadanya tidak pernah dilakukan.
Menurut pengakuan putra beliau, ayahnya hanya beberapa bulan saja menerima bantuan dari PB Al Washliyah kala itu. Namun lambat laun bantuan itu tidak kunjung diterimanya. Tetapi Idris tidak patah arang, ia terus berdakwah dan banyak mengislamkan penduduk di pulau Siberut itu.
Ustadz Idris sepertinya sangat bangga dengan Al Washliyah yang telah membimbingnya dan mengirimnya ke Mentawai. sehingga pihak manapun yang ingin mengganti plang Al Washliyah akan dihadapinya. Iming-iming jabatan dan dana pun ditolaknya meski Idris sangat membutuhkan. Kegiatan untuk mengambil madrasah Al Washliyah di Mentawai masih saja dilakukan berbagai pihak meski Ustadz Idris udah meninggal dunia. Ustadz Idris wafat pada April 2012 di Mentawai. Ia meninggalkan seorang isteri bernama Albieti dan tiga putra. Namun isteri dan tiga putra almarhum masih terus mempertahankannya.
“Pernah suatu ketika kami sudah tidak tahu harus bagaimana terhadap madrasah Al Washliyah. Ketika datang tawaran dari Atase Arab Saudi agar Madrasah Al Washliyah itu diganti dengan nama lain. Bahkan pihak atase menyarankan agar diganti dengan nama madrasah Muhammad Idris, kami sempat setuju,” kata Usman. Saat itu kondisi madrasah masih kekurangan tenaga pengajar. Dan keputusan itu baru diambil oleh dua orang anak Ustadz Idris yaitu Usman dan Bukhori. Lalu Usman menyampaikan keputusan itu kepada kakak tertuanya Umar yang tinggal di Pulau Sipora tetangga Pulau Siberut.
Saat itu Umar mengatakan kepada Usman bahwa apa alasan ayahnya tidak mau menerima tawaran dari berbagai pihak terkait madrasah itu. “Selama ini ayah menolak tawaran semua pihak karena ayah ingin mempertahankan nama Al Washliyah,” kata Umar kepada adiknya. Jadi kata Umar, sampai kapanpun kita tidak akan menyerahkan madrasah itu. Tetapi bila kita tidak mampu lagi mempertahankanya dan mereka ingin mengambilnya apa boleh buat. “Tetapi kita tidak akan pernah menyerahkannya, begitu kata Uda Umar kepada saya,” tutur Usman.
Akhirnya Usman dan bukhori membatalkan kesepakatannya dengan pihak Atase Arab Saudi. Lalu ia membongkar file ayahnya mencari pihak Al Washliyah yang bisa dihubungi untuk meminta bantuan guru bagi madrasah Al Washliyah. Akhirnya mereka menemukan nomor telepon ustadz Ridwan Ibrahim lubis. Usman mengatakan pihaknya pun telah bertemu dengan Ketua Majelis Pendidikan Al Washliyah di Medan dan meminta agar dikirim guru yang bisa mengajarkan anak-anak Mentawai dengan kurikulum Al Washliyah. Namun sampai saat ini guru tersebut tidak kunjung tiba.
Entah sampai kapan Al Washliyah Mentawai menanti guru yang dijanjikan itu. Dan entah sampai kapan pula plang Madrasah Al Washliyah akan tetap berdiri di pulau terluar di Sumatera Barat. Bila PB Al Washliyah dan Majelis Pendidikan tidak konsen terhadap aset organisasi di Mentawai maka bisa jadi plang Al Washliyah akan berganti nama.
Kerja cepat sangat dibutuhkan bagi Al Washliyah Mentawai. Bila dulu Ustadz Idris Batubara dengan segala keterbatasannya telah mendirikan dan mempertahankan nama besar Al Washliyah. Kini tugas organisasi untuk melanjutkannya. Organisasi hanya tinggal menjaga dan merawat apa yang sudah diwariskan para pendahulunya. Semoga Al Washliyah di Mentawai tetap ada. Sekali Washliyah tetap Washliyah. Hiduplah Washliyah zaman berzaman.
(mrl)