PADANG – Sebuah bangunan permanen berwarna hijau nampak berdiri tegak. Tembok bangunan itu dibuat dua warna. Hijau muda bagian atas dan hijau tua menutupi seluruh bagian bawahnya. Bangunan satu lantai ini masih terlihat baik dan terawat. Atapnya menggunakan seng layaknya bangunan lain disekitarnya ciri tempat tinggal pesisir.
Di depan bangunan ini terpasang sebuah plang terbuat dari plat bercat hijau tua dengan tulisan putih yang nampak jelas dari kejauhan. Tulisan di plang itu berbunyi Majelis Pendidikan dan Kebudayaan Al Washliyah Madrasah Ibtidaiyah Swasta (MIS) Kec. Siberut Selatan Kab. Kep. Mentawai, Muara Siberut Sumbar.
Inilah satu-satunya bangunan yang menandakan organisasi Al Washliyah ada di Sumbar. Madrasah tersebut berdiri sejak 1970. Ketika itu Pengurus Besar Al Washliyah di Medan mengutus seorang da’i ke Mentawai sekitar akhir 1969. Ketika itu Pemda Sumbar meminta kepada Al Washliyah untuk mengirim tenaga pengajarnya ke Mentawai. Seorang da’I pun diutus untuk mengajarkan dan menyebarkan agama Islam kepada penduduk di pulau itu.
Terpilihlah seorang anak muda tamatan Ismailiyah Al Washliyah Medan untuk dikirim. Dengan tekad yang kuat lelaki yang bernama Muhammad Idris ini akhirnya menapakan kakinya di Pulau Siberut, Mentawai pada 1969. Mulailah dia menjadi guru mengaji dan mengislamkan banyak penduduk di Kepulauan Mentawai.
Awalnya ada rasa enggan berdakwah ke pulau terluar di Sumbar itu. Sudah terbayang bagaimana kondisi medan yang akan dihadapi di negeri orang dan pulau terpencil. Namun berkat semangat yang ditanamkan gurunya yaitu Tuan Muhammad Arsyad Thalib Lubis akhirnya Idris muda pun berangkat ke Padang dan terus menyeberang ke Mentawai. Kapal yang membawanya pun bersandar di dermaga Siberut. Di sini Idris beristirahat semalam untuk keesokannya melanjutkan perjalanan ke pulau yang dituju.
Di pulau ini Idris sempat menjadi imam sholat dan memberikan ceramah. Ketika masyarakat mengetahui tujuan kedatangannya ke pulau itu lalu penduduk Siberut menahan tuan guru ini pergi ke pulau lain. Alasan yang dikemukakan bila hendak menjadi guru mengaji mengapa harus ke pulau sebelah. Di sini pun warga sangat membutuhkan guru agama. “Apa lagi ustadz sudah lebih dahulu sampai di pulau ini maka sebaiknya ustad tinggal di sini saja,” demikian masyarakat Siberut meminta Ustadz Idris untuk tinggal dan mengajar agama di pulau itu.
Akhirnya Muhammad Idris pun mengiyakan permintaan penduduk setempat untuk mengajarkan Islam kepada penduduk pulau. Lalu beliau mendirikan sebuah madrasah Al Washliyah untuk mengajarkan pelajaran agama. Karena beliau taman Al Qismu’ali Ismailiyah maka kurikulum yang digunakan pun milik Al Washliyah.
Mulailah ustazd muda ini menyebarkan agama Islam dan membina umat yang mayoritas kristen dan ateis. Kegiatan masuk kempung keluar kampung dilakukan. Tidak jarang berdakwah dengan mengayuh sampan ke pedalaman yang sangat jauh. Sudah beberapa tahun berdakwah di Siberut, akhirnya ustadz Idris mempersunting seorang gadis Minang di pulau itu. Dari pernikahannya itu ia memperoleh tiga putra yaitu Umar, Usman dan Bukhori.
Dua tahun lalu mujahid Al Washliyah ini dipanggil Allah Swt dalam usia 64 tahun. Beliau meninggal di pulau tersebut. “Sebelumnya ayah sempat di rawat rumah sakit di Padang. Ketika sudah sembuh lalu kembali ke Mentawai,” kata Usman putra kedua ustadz Idris. Sampainya di Mentawai ustadz Idris yang sudah merasa baikan lalu kembali beraktifitas mengajar dan pergi ke ladang. Bahkan ia sempat bermalam di ladang dan ke esokan harinya baru kembali ke rumah.
“Sampai di rumah ayah minta dibelikan sarapan lontong. Setelah sarapan ayah mengeluh perutnya sakit lalu bawalah ke rumah sakit yang ada di pulau itu,” tutur Bukhori putra ketiganya. Namun kondisi aktifis Al Washliyah ini terus memburuk dan sulit dibawa ke rumah sakit di Padang. Dan akhirnya muballig Al Washliyah ini pergi menghadap Allah Swt.
Namun kepergian H.M. Idris Batubara telah meninggalkan banyak hal kebaikan di pulau terluar di Sumbar ini. Kurang lebih 42 tahun dedikasinya untuk dunia pendidikan Islam di Mentawai telah beliau torehkan. Dan salah satu yang masih terlihat dengan jelas adalah Madrasah Al Washliyah Siberut, Mentawai.
(mrl)