JAKARTA – Dua tahun sudah sekitar 300 KK di Batu Gaja, Kecamanan Sirimau, Ambon, Maluku harus menelan kepedihan akibat tanah tempat rumah mereka berdiri mengalami keretakan parah. Keretakan tanah terjadi di dalam rumah warga, halaman, maupun jalan akses di permukiman tersebut dengan ketinggian bervariasi. Karenanya tegel maupun dasar rumah, sambungan rumah dan dinding rumah retak-retak, bahkan belasan rumah ambruk dan rusak berat sehingga penghuninya terpaksa mengungsi ke sanak keluarga maupun mengontrak rumah lain. Meski sudah berupaya menimbun dengan tanah, keretakan dengan variasi 20-50 centimeter tersebut kembali amblas. Menurut warga setempat, keretakan tersebut terjadi sejak Januari 2012 lalu.
Menurut warga yang enggan disebutkan namanya itu, peristiwanya terjadi tiba-tiba, selanjutnya bertambah parah seiring dengan sering hujan dengan intensitas tinggi sejak 1 Mei 2012. Sejumlah gempa tektonik yang mengguncang Kota Ambon pun menambah parah kerusakan rumah warga, termasuk jalan akses. Sebanyak 300 KK mengungsi di Gedung Serba Guna PLN Ambon dalam kondisi hidup seadanya, tidur hanya beralaskan tikar dan kerap diserang penyakit. Hal tersebut mereka lakukan karena tim ahli geologi dari ITB merekomendasikan kepada Pemerintah Kota Ambon agar ratusan kepala keluarga ini tidak menempati pemukiman mereka itu lagi.
Mantan Kepala Staf Umum TNI, Letjen TNI (Purn) Suaidi Marasabessy, SIP mengaku terkejut dengan masalah yang tengah menimpa ratusan kepala keluarga di Sirimau, Ambon tersebut. “Saya sangat prihatin dengan kondisi yang terjadi di sana. Ini tidak bisa dibiarkan, karena ini artinya Pemerintah Daerah tidak cepat tanggap,” papar Suaidi yang diwawancarai via telepon, Selasa (26/02). Lebih lanjut, Caleg Partai Demokrat dari Daerah Pemilihan Maluku ini mengatakan, harus ada pertemuan dua menteri, dalam hal ini Kementerian Perumahan Rakyat dan Kementerian Sosial .
“Mereka adalah pihak-pihak yang berkompeten untuk menyelesaikan masalah ini. Ini adalah hal prinsipal, tetapi mengapa mereka tidak turut menangani. Kalau selalu harus melalui prosedur formal, dampaknya ya seperti ini. Masyarakat harus berlarut-larut di pengungsian,” jelas Suaidi. Suaidi menyarankan, agar permasalahan ini tidak berlarut-larut seperti sekarang sebaiknya dilakukan pendekatan non formal. “Sama seperti permasalahan Rakyat Maluku Selatan (RMS), saya melakukan pendekatan non formal dengan presiden dan ternyata bisa berhasil. Dan permasalahan ini berlarut-larut selama dua tahun, ini juga harus dilakukan pendekatan non formal,” tandas Suadi sambil berjanji akan membawa permasalahan ini ke tingkat yang lebih tinggi. (gardo)