JAKARTA- Tiga alasan penting dalam pengesahan Rancang Undang-Undang (RUU) Keinsyinuran menjadi UU adalah banyaknya insinyur Indonesia yang lari ke luar negeri karena kurang mendapatkan apresiasi di Indonesia, banyak insinyur asing yang menguasai level menengah di banyak perusahaan negara dan swasta, dan untuk meningkatkan nilai tambah bagi inovasi produk dan siap ekspor.
Demikian disampaikan Ketua Pansus RUU Keinsinyuran DPR RI Rully Chairul Azwar. UU ini merupakan inisiatif DPR RI, karena sudah proses selama 15 tahun dan baru sekarang ini bisa diundangkan. “Menjadi inisiatif DPR karena peningkatan pasar industri dan teknologi luar negeri yang luas biasa terutama dalam 10 tahun terakhir,” ujar Rully dalam forum legislasi bertajuk ‘RUU Keinsinyuran’ di Gedung DPR RI Jakarta, Selasa (25/2/2014).
Hadir dalam forum legislasi tersebut antara lain Wakil Menteri Pekerjaan Umum IPU) Hermanto Dardak, Ketua Umum PII (Persatuan Insinyur Indonesia) Bobby Gafur Umar, dan Ketua Masyarakat Transparansi Indonesia Danang Parikesit.
Selain itu lanjut Rully, perlu meningkatkan tenaga insinyur yang terus menurun, adanya kerancuan antara kesarjanaan yang merupakan hasil proses pendidikan dan keinsinyuran yang merupakan profesi pekerjaan, banyak terjadi malpraktek yang dilakukan insinyur atau sarjana teknik atau sarjana teknologi yang tidak kompeten, kemampuan riset dan teknologi yang rendah, dan sedikitnya jumlah insinyur yang memiliki kesetaraan kompetensi profesi internasional, sehingga daya saing SDM nasional menjadi lemah.
Dalam UU Keinsinyuran ini, rung lingkup disiplin teknik yang diatur adalah untuk kebumian dan energi. Rekayasa sipil dan lingkungan terbangun, industri, konservasi dan pengelolaan sumber daya alam, pertanian dan hasil pertanian, teknologi kelautan dan perkpalan dan aeronotika dan astronotika.
Selain itu menyangkut pendidikan dan pelatihan teknik-teknologi, penelitian, pengembangan, pengkajian dan komersialisasi, konsultansi, rancang bangun, dan konstruksi, eksplorasi dan eksploitasi sumber daya mineral, penggalian, penanaman, pembangunan, dan sebagainya.
Sementara itu kata Hermanto, UU Keinsinyuran ini harus memperhatikan kesehatan, keselamatan, dan kualitas lingkungan, dengan kosnsisten mendukung program pembangunan nasional, yang mempunyai nilai tambah melalui penguasaan teknologi canggih. “Jadi, UU keinsinyuran ini tak saja mengatur tanggung jawab teknik, melainkan juga tanggung jawab sosial dan lingkungan,” tuturnya.
Dengan demikian menurut Hermanto, maka insinyur mempunyai jenjang karir yang jelas dengan kualifikasi tertentu, dan ada profesionalisme berkelanjutan. Dan, dalam konteks global, insyinur Indonesia siap menghadapi Asean Community, yang akan berlangsung mulai tahun 2015 mendatang. (am/gardo)