JAKARTA – Kalangan DPR RI sendiri ternyata kecewa dengan sistem politik 2014 ini, karena terbukti proses politik pemilu akan menghabiskan biaya yang sangat tinggi. Baik bagi partai dan khususnya untuk caleg sendiri. Padahal, biaya politik yang tinggi tersebut justru memberikan potensi yang tinggi untuk terjadinya korupsi. Apakah negara ini akan dibangun dengan system politik yang demikian? Tentu tidak. Ke depan sistem politik itu harus diperbaiki. Sebab, tak bisa negara ini dibangun dengan sistem politik yang transaksional seperti sekarang ini.
“Saya kecewa dengan sistem pemilu sekarang ini, karena gagal memperjuangkan proses politik yang mengutamakan kader, muda, murah, mudah dan meminimalisir manipulasi melalui e-voting, yang kita sebagai 4 m itu” tegas anggota Komisi II DPR RI FPKS Al-Muzammil Yusufpada diskusi ‘Pemilu dalam perspektif konstitusi’ di Gedung MPR/DPR RI Jakarta, Senin (24/2/2014).
Dengan mengutamakan kader, maka sebagai caleg menurut Muzammil, dia pasti sudah memahami ideologi, visi dan misi partai. Karena itu, sistem politiknya proporsional tertutup. Sedangkan dengan e-voting, selain bisa dipertanggung jawabkan, sulit dimanipulasi, tak perlu saksi-saksi dengan anggaran ratusan miliar rupiah dan sebagainya. “Dengan begitu, maka proses pemilu akan lebih mudah, dan murah,” tambahnya.
Diakui Muzammil, yang menjadikan politik biaya tinggi, dan merekrut orang-orang popular tersebut karena sistem politiknya yang mendorong ke arah tersebut. Untuk itu, hal itu tidak boleh dibiarkan, apalagi terbukti tidak menghasilkan DPR dan pemerintahan yang baik dan efektif. “Sistem politik itu harus sesuai dengan watak bangsa. Sebab, negara ini akan baik kalau anggota DPR RI dan penyelenggara ini adalah negarawan,” ujarnya.
Selain itu kata Muzammil, yang membiayai iklan politik nantinya adalah negara (APBN). “Soal iklan semuanya diserakan ke KPU dan dibiaya oleh negara. Bagaimana pengaturannya, KPU yang mempunyai wewenang untuk itu, sehingga tidak ada partai maupun caleg yang jor-joran melakukan kampanye. Dan, sebisa mengkin sistem itu mengarah ke distrik, dengan kursi yang lebih sedikit, agar caleg terpilih lebih bertanggung jawab terhadap masyarakat yang diwakilinya,” pungkasnya. (am/gardo)