JAKARTA – Mendukung MPR RI sebagai lembaga tertinggi negara, dikembalikannya Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN), dan adanya laporan pertanggungjawaban presiden kepada MPR RI, Sekretariat Nasional Jokowi menemui Ketua MPR RI Sidarto Danusubroto di Gedung MPR/DPR RI Jakarta, Kamis (20/2/2014).
“Semua keinginan itu sesuai dengan kemauan MPR RI. Sebab, ke depan memang diperlukan GBHN, laporan presiden setiap setahun sekali kepada MPR RI sebagai lembaga tertinggi negara. Itu penting, agar program pembangunan terarah sesuai program pembangunan jangka pendek, menengah, maupun jangka panjang,” tegas Sidarto.
Tidak seperti 15 tahun reformasi ini kata Sidarto, sepertinya tidak ada evaluasi dan pertanggungjawaban kepala negara terhadap program-program yang akan dan sudah dijalankan. Untuk itu, penting perlunya GBHN atau semacamanya agar pembangunan ini dirasakan oleh rakyat. “Kalau sasaran pembangunan salah dan tak terarah pasti tidak dinikmati oleh rakyat,” pungkasnya.
Seknas Jokowi menilai pasca reformasi 1988 wajah Indonesia amburadul. Ada yang menyebut sebagai masa transisi, tapi transisi ke arah mana, semuanya tidak jelas, sehingga sulit untuk bangkit dan mewujudkan Indoensia yang berdaulat. Baik di bidang politik, ekonomi, militer, kebudayaan dan lain-lain.
Karena itu, mesti ada jalan keluar dan kebijakan politik bersama yang diambil. Seperti mengembalikannya GBHN, laporan pertanggungjawaban presiden kepada MPR RI sebagai lembaga tertinggi negara, dan sebagainya. Seknas sendiri sedang menyusun konsep semacam GBHN untuk kemandirian bangsa dan kedudukan hukumnya. (am/gardo)