JAKARTA – Dalam survei Lembaga Survei Indonesia masyarakat mendukung diundangkannya kuota 30 persen untuk perempuan, dan masyarakat menilai sama antara politisi perempuan dengan lelaki. Bahkan pemilih, dan yang dipilih perempuan terus meningkat, dan hal itu pendekatannya lebih tepat melalui Pilkada dari pada pemilu DPR RI, karena dalam Pilkada figur yang dipilih lebih dekat dengan dirinya, daripada pemilu legislatif.
“Pada periode 2006-2013 sebanyak 30 persen maju sebagai kepala daerah di provinsi, kabupaten, dan kota. Pemilihnya, ternyata banyak perempuan karena merasa lebih dekat dengan figur yang dipilih,” tandas Adji Al-Farabi dari Lingkaran Survei Indonesia (LSI), dalam diskusi ‘‘‘Potensi pemilih perempuan dalam pemilu 2014’ di Gedung MPR/DPR RI Jakarta, Senin (17/2/2014).
Demikian pula mengenai kemampuan lelaki dan perempuan, masyarakat menilai sama. Malah, dalam hal anti korupsi, masyarakat kata Adji, lebih mendukung perempuan karena dinilai lebih mampu menahan keserakahannya untuk tidak melakukan korupsi. “Sedangkan lelaki hanya mendapat keprcayaan 30 persen untuk tidak melakukan korupsi di DPR RI,” ujarnya.
Ditambah lagi secara kelembagaan banyak kasus hukum dan korupsi yang melilit anggota DPR RI, maka citra DPR RI makin terpuruk. Karena itu, untuk menggaet pemilih perempuan dalam pemilu 2014 nanti menurut Andji, maka harus ada isu-isu lain yang ditawarkan. Seperti isu-isu kesehatan, pendidikan, rumah tangga dan sebagainya,” tambahnya.
Dengan demikian Adji melihat kecenderungan pemilih perempuan tersebut pada apa-apa yang akan diperjuangkan dan dikerjakan untuk kaum perempuan. Seperti halnya kemenangan Ratu Atut Chosiyah sebagai Gubernur Banten, karena dianggap mampu memperjuangkan kepentingan perempuan. “Juga, pemilih Khofifah Indar Parawansa dalam Pilkada Jatim, adalah lebih banyak perempuan, karena dianggap akan mampu memperjuangkan kepentingan perempuan,” pungkas Adji. (am/gardo)