JAKARTA, Komite I Dewan Perwakilan Daerah (DPD) menggelar focus group discussion yang membahas wilayah megapolitan Jakarta-Bogor-Depok-Tangerang-Bekasi-Cianjur (Jabodetabekjur) di Gedung DPD/MPR RI Jakarta, Selasa (18/2/2014). Hadir antara lain Wagub DKI Jakarta Basuki Tjahaya Purnama (Ahok), Wagub Banten Rano Karno, Wagub Jawa Barat Deddy Mizwar, dan beberapa wali kota Jabodetabek.
Menurut Ketua Timja Dani Anwar, “Urgensi Pembentukan Undang-Undang Megapolitan dalam Upaya Pengelolaan Terpadu Wilayah Jabodetabekjur”, itu berangkat dari Perpres No. 54/2008 dan UU No.20/2007 tentang tata ruang. Pembahasan ini paling akhir Juni akan disampaikan ke DPR RI untuk dijadikan UU. Sebab, membangun sinergi wilayah Jabodetabekjur, tanpa melalui UU akan sulit direalisasikan.
“Khususnya soal banjir, transportasi, pembangunan mall. Sekarang ini hampir di setiap ujung selalu ada mall. Padahal, belum tentu daerah itu sebagai kota belanja, melainkan sebagai kota pariwisata, taman, pertanian, dan sebagainya. Juga, pembangunan gedung, perumahan, apartemen, hotel, dan sebagainya, yang semua berimplikasi pada terjadinya banjir, kemacetan, dan krisis air bersih,” tambah Dani Anwar.
Sementara itu kata Ketua Timja RUU Pemerintahan Daerah Emanuel Babu Eha, “Andaikan RUU Megapolitan Jabodetabekjur ini selesai, sangat mungkin masalah-masalah antarwilayah di Jakarta-Bogor-Depok-Tangerang-Bekasi-Cianjur dan sekitarnya bisa selesai,” ujarnya.
Masalah di megapolitan Jabodetabekjur ini menurut Emanuel, meliputi isu sosial kependudukan, tata ruang, dan degradasi lingkungan; isu tata air, ketersediaan air, dan banjir; isu transportasi dan kemacetan; serta isu kelembagaan. Beragam masalah di wilayah fungsional itu menyangkut lanscap regional yang pengelolaannya mesti terpadu.
“Beragam masalah itu membentuk segitiga permasalahan, yaitu wilayah administratif sebagai wilayah otoritas, isu pokok wilayah fungsional, serta perbedaan derajat otonomi daerah,” tambah mantan penjabat Bupati Sumba Barat Daya dan Wakil Bupati Sumba Timur ini. (am/gardo)