JAKARTA – Menannggapi permintaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar pendafatran ibadah haji ditutup atau diberhentikan sementara, karena sudah mencapai 2,4 juta orang dan dana yang dikelola sudah mencapai Rp 56,8 triliun dan dana abadi umat (DAU) Rp 2,4 triliun itu, sebagai langkah untuk menghindari terjadinya penyimpangan uang umat Islam tersebut, DPR RI malah menolak karena hal itu justru membatasi kebebasan umat untuk beribadah haji.
“DPR menolak usulan KPK itu karena sama dengan membatasi kebebasan beribadah haji. Soal dana haji yang besar itu, yang penting pengelolaannya transparan. Setidaknya ada laporan keuangan secara periodik yang dipublikasi terbuka pada masyarakat, melalui website Kemenag RI. Itu selama ini ada,” tandas anggota Komisi VIII DPR RI FPG TB. Ace Hasan Syadzily dalam diskusi ‘Pengelolaan dana haji’ di Gedung DPR RI Jakarta, Kamis (13/2/2014).
Menurut Ace sapaan akrab politisi Golkar tersebut, DPR RI sebagai pengawas penyelenggaran dan keuangan badah haji tidak saja Komisi VIII DPR, melainkan juga Komisi V untuk transportasi, dan Komisi IX untuk masalah kesehatan jamaah haji. ‘Jadi, pengawasan itu dilakukan secara komprehensif kelembagaan. Bahkan Timwas DPR yang diketuai oleh Ketua DPR RI Marzuki Alie pun menggunakan dana sendiri, dan bukan dari Kemenag RI agar pengawasannya independen,” tambahnya.
Termasuk penentuan biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPIH) tahun 2014 mendatang, yang sampai hari ini kata Ace belum bisa disepakati. “Selain itu, DPR juga menolak usulan Kemenag RI yang akan menaikkan biaya awal pendaftaran dari Rp 25 juta menjadi Rp 30 juta karena khawatir terjadi penyimpangan,” ujarnya.
Diakui jika sampai hari DPR tidak mengetahui seberapa besar seluruh dana haji yang terhimpun dan tersimpan di berbagai bank negara. Karena itu kata Ace, DPR berharap dana haji tersebut dikelola secara profesional dan transparan. “Ada laporan dari Kemenag RI secara periodik dan transparan,” ungkap Ace lagi.
Namun demikian kata Ace, DPR mempunyai keterbatasan-keterbatasan dalam melakukan pengawasan tersebut, sejak pemberangkatan, katering, pemondokan, jarak dari pemondokan ke hotel, ke Masjidil Haram, dan seterusnya. “Kalau untuk katering, yang penting rasa masakan Indonesia, dan bukannya rasa asing. Sebanyak 2,4 juta daftar tunggu (waiting list) tersebut ada yang harus bersabar menunggu pemberangkatannya dari 6 tahun sampai 22 tahun,” tutur Ace.
Sementara itu dana haji yang disidik KPK sekarang ini ternyata bukan dana penyelenggaraan ibadah haji, melainkan dana dalam praktek pelaksanaan ibadah haji 2012-2013. “Jadi, bukan dana haji yang jumlah puluhan triliun itu,” pungkasnya. (am/gardo)