JAKARTA – Pakar Hukum Pidana UI Akhiar Salmi mengatakan terkait grasi bebas bersyarat yang diberikan terhadap kasus narkoba, yaitu Corby, seharusnya ada penagasan hukum apa yang dimaksud dengan bebas bersyarat tersebut. Yaitu merujuk pada KUHAP, setelah menjalani hukuman dua pertiga penjara, apakah sudah tepat bagi kasus narkoba itu diberikan bebas bersyarat? Untuk itu berbagai kalangan meminta sebaiknya ditunda, agar pasal-pasalnya nanti tidak membingungkan penegak hukum.
“Pidana yang mendapat bebas bersyarat itu tidak boleh pada kasus kejahatan narkoba, korupsi, dan terorisme. Karena ketiga kejahatan tersebut dampaknya sangat besar dan luas yang merusak bangsa ini,” tandas Akhiar pada diskusi ‘Revisi RUU KUHP’ bersama Direktur Advokasi PSHK Ronald Rofriandari di Gedung DPR RI Jakarta, Selasa (11/2/2014).
Dia minta hak asasi manusia (HAM) tidak dijadikan alasan atau justifikasi untuk memberikan grasi kepada kejahatan narkoba tersebut. Karena itu, perlu diatur lebih jelas dan konkret dan itu menjadi kewajiban DPR RI, pers dan masyarakat untuk mengkritisi bersama. ‘Jangan hanya mengejar target, tapi kualitas terabaikan,” ujarnya.
Ronald juga pesimis revisi KUHP tersebut akan selesai dengan baik, karena dengan 1.200 DIM, ditambah lagi tahun politik di mana anggota DPR RI lebih konsentrasi ke daerah pemilihannya untuk pemilu DPR 9 April mendatang, terbukti dalam 2 kali rapat pembahasannya tidak signifikan. “Sebuah persoalan serius tentang KUHP dan KUHAP tak bisa dibahas seperti RUU biasanya,” tuturnya.
Diakui jika pemerintah terlambat memasukkan RUU KUHP tersebut ke DPR RI. Yaitu sejak November 2012, tapi tidak dibahas secara serius dan memasuki tahun politik, sehingga DPR RI kurang antusias. “Jadi, sebaiknya ditunda, agar nantinya struktur pasal-pasal UU KUHP dan KUHAP itu tidak membingungkan bagi penegak hukum,” pungkas Ronald. (am/gardo)