BerandaFatwa & KonsultasiHukum Bagi Laki-Laki Memanjangkan Kain Lewat Mata Kaki

Hukum Bagi Laki-Laki Memanjangkan Kain Lewat Mata Kaki

DI MASYARAKAT kita ada sebahagian kelompok yang memahami dan meyakini bahwa haram hukumnya memakai kain atau celana sampai mata kaki terlebih bila melebihi mata kaki. Dirilis oleh buletin Dakwah An Nur (Th.XVIII No. 950/Jumat IV/Rabi’ul Awwal 1435H/24 Januari 2014M). Namun saya baru membacanya ketika sedang mengikuti Jumatan di satu Mesjid yang ada di
Ciracas, Jaktim, pada 31 Januari 2014.

Dalam Buletin tersebut dengan judul “Mereka Terancam” Inti dari artikel tersebut adalah:

Diantara dosa-dosa yang pelakunya diancam oleh Allah ‘Aja Wajala dengan tidak akan dilihat oleh-Nya pada hari Kiamat, Allah

‘Ajja Wajalla tidak akan berbicara kepada mereka, tidak mensucikan mereka dan bagi mereka siksa yang amat pedih” yaitu; (ada 8 poin), yang tergugah bagi saya adalah  pada poin yang ke-3 yaitu tentang Musbil (orang yang memanjangkan kainnya melewati mata kaki) adalah termasuk orang yang diancam oleh Allah Swt sebagaimana judul pada Buletin di atas.

Mereka mengangkat dalil Hadis dari Hadis Rasulullah Saw yang bersumber dari Abu Dzar R.a bahwasannya Rasulullah Saw bersabda:

ثلاثة لا يكلمهم الله ولا ينظر إليهم يوم القيامة ولا يزكيهم ولهم عذاب أليم , قال : قلت : يا رسول الله من هم؟ خابوا وخسروا قال

: فأعاده رسول الله صلى الله عليه وسلم ثلاث مرات  قال : المسبل و المنفق سلعته بالحلف الكاذب أو الفاجر و المَنَّانُ . رواه مسلم

“Tiga golongan yang Allah tidak akan berbicara dengan mereka, tidak akan melihat kepada mereka pada hari kiamat, tidak mensucikan mereka dan bagi mereka azab yang pedih.” Saya (Abu Dzar) bertanya, “Siapa mereka wahai Rasulullah? Alangkah pailit dan ruginya mereka! Rasulullah mengulang-ulangi perkataan tersebut tiga kali. Beliau Saw bersabda, “Musbil (orang yang memanjangkan kainnya melewati mata kaki), orang yang menjual dagangannya dengan sumpah palsu (dusta) dan orang yang menyebut-nyebut pemberiannya.” (HR. Muslim).

Sebahagian kelompok memahami teks Hadis di atas sangat kaku dan hanya melihat zahir kalimat saja (يستنبطون بظواهر النصوص), sehingga menyimpulkan bahwa memakai kain atau celana sampai mata kaki atau melebihi mata kaki hukumnya adalah Haram, tercela, termasuk dosa-dosa yang pelakunya diancam oleh Allah Swt dan mereka mendapat siksa yang pedih.

Di artikel yang singkat ini perlu kita luruskan makna Hadis di atas. Hadis di atas sepakat para ulama adalah Hadis Shahih,  namun yang menjadi permasalahan kalimat Almusbil (المسبل) orang yang memanjangkan kainnya melewati mata kaki. Apakah makna teks tersebut sesuai dengan maksud dari makna Hadis yang sesungguhnya. Kita perlu melihat Hadis lain yang mendukung untuk
menelusuri makna Hadis di atas agar kita tidak terjebak kepada pemahaman teks secara zahir yang kaku sehingga mengakibatkan salah dalam mengambil keputusan hukum (Istinbath Alahkam). Dalam Hadis lain Rasulullah Saw bersabda,

من جَرَّ ثوبه خيلاء لم ينظر الله إليه يوم القيامة . رواه البخاري و مسلم عن إبن عمر رضي الله عنهما .

“Barang siapa yang meanjangkan bajunya (kainnya melewati mata kaki) karena keangkuhan, Allah Swt tidak akan melihat kepadanya kelak pada hari kiamat” (HR. Bukhari dan Muslim bersumber dari Ibnu Umar).

Hadis lain juga menyebutkan sebagai berikut, Rasulullah Saw bersabda,

عن إبي هريرة رضي الله عنه قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : لا ينظر الله إلى مَنْ جَرَّ إزاره بَطَرًا .

“Allah Swt tidak melihat kepada orang yang memanjangkan kainnya (sampai mata kaki atau melewati mata kaki) karena kesombongan (keangkuhan, ketidak sukuran)” (Hadis bersumber dari Abu Hurairah).

Dari ke dua Hadis di atas sepakat menurut Qaul yang Mu’tamad di kalangan Madzhab Ahlussunnah yang empat (Imam Hanafi, Imam Malik, Imam Syafi’I dan Imam Ahmad bin Hanbal) hukum Isbal (memanjangkan kain atau celana sampai mata kaki atau melebihi mata kaki) hukumnya adalah tidak diharamkan, jika niatnya bukan karena keangkuhan dan kesombongan. Jadi yang diharamkan Isbal itu adalah niat karena keangkuhan dan kesombongannya dan bukan karena memanjangkan kainnya. (lihat dalam kitab Badzlun Almajhud,
16/411).

Riwayat lain dalam pandangan Madzhab Ahmad bin Hanbal hukum Isbal (memanjangkan kain atau celana lewat mata kaki) ketika melaksanakan shalat jika niatnya bukan karena keangkuhan atau kesombongan maka tidak mengapa. Sebahagian pendapat yang lain hanya memakruhkan saja dikhawatirkan niatnya jatuh kepada ria atau sombong.

Sebahagian ulama ada yang berpandangan Mustahab (sunnah) hukumnya memakai kain atau baju (gamis) yang panjangnya sampai kedua betis namun diperbolehkan dan hukumnya tidak makruh jika dipanjangkan sampai melebihi kedua mata kaki. Namun jangan sampai melebihi yang bersangatan yang menyebabkan timbulnya niat kesombongan dan keangkuhan maka hukumnya adalah Haram.

Jadi kesimpulan dari teks Hadis di atas antara satu dengan Hadis yang lainnya tidak bertentangan, namun Hadis-hadis tersebut tidak dapat dipahami sepotong-sepotong atau dipahami hanya sebatas teksnya aja, namun harus dilihat secara menyeluruh. Dan penekanan Hadis –hadis tentang hukum Isbal di atas, maka jatuh hukumnya menjadi Haram jika niatnya adalah Khaila’ atau
Ikhtiyal (الخيلاء و الإختيال) yaitu takabbur, congkak, sombong, dan membangga banggakan diri. Karena Allah Swt tidak menyukai kepada orang-orang yang congkak dan sombong. Sebagaimana firman Allah Swt,

… إِنَّ اللهَ لاَيُحِبُّ مَن كَانَ مُخْتَالاً فَخُورًا {النساء [4] : 36}

” Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri, ” (QS. Annisa’ [4] : 36).

Malah akan dikhawatirkan, meskipun pakaian, baju atau celananya hanya sampai betis atau di atas kedua mata kaki jika niatnya karena sombong atau angkuh merasa dirinya yang lebih benar dari orang lain, maka justru niat seperti inilah yang malah akan menjerumuskan dirinya kepada perbuatan yang haram.

Namun jika ada sebagian kelompok yang tetap masih meyakini Isbal itu bukan karena kesombongan tapi harus memakai celana yang bergantung di atas kedua mata kaki atau di betis maka tidak mengapa, asal mereka jangan membid’ahkan orang atau memaksakan orang lain harus sepaham dengan mereka.

Karena Tasyaddud (keras, monoton atau kaku) didalam urusan agamanya, Allah Swt dan Rasul-Nya tidak melarang asal mereka sanggup memikul beban karena kekerasan pemahaman mereka sendiri baik di dunia dan di akhirat. Karena sebagaimana Rasulullah pernah bersabda: “Barang siapa yang keras terhadap urusan agamanya, maka Allah Swt akan keras pula terhadap dirinya pada hari Kiamat kelak.”

Wallahua’lam

KH. Ovied.R

Penulis adalah: Sekretaris Dewan Fatwa Al Washliyah Se-Indonesia, Guru Tafsir Alqur’an/Fikih Perbandingan  Madzhab Majelis Ta’lim Jakarta & Direktur Lembaga Riset Arab dan Timur Tengah [di  Malaysia] Email: dewanfatwa_alwahliyah@yahoo.com Facebook : Buya Ovied

About Author

RELATED ARTICLES

Most Popular

Recent Comments

KakekHijrah「✔ ᵛᵉʳᶦᶠᶦᵉᵈ 」 pada Nonton Film Porno Tertolak Sholat dan Do’anya Selama 40 Hari
KakekHijrah「✔ ᵛᵉʳᶦᶠᶦᵉᵈ 」 pada Nonton Film Porno Tertolak Sholat dan Do’anya Selama 40 Hari
KakekHijrah「✔ ᵛᵉʳᶦᶠᶦᵉᵈ 」 pada Nonton Film Porno Tertolak Sholat dan Do’anya Selama 40 Hari
M. Najib Wafirur Rizqi pada Kemenag Terbitkan Al-Quran Braille