JAKARTA – Direkrut Eksekutif Migrant Care Anis Hidaya mendesak Kemenlu RI mencabut pernyataannya soal tenaga kerja wanita (TKW) Sehatul Alfiyah asal Banyuwangi di Taiwan yang menjadi korban majikannya, dan sedang dirawat di rumah sakit di sana. Namun, Kemenlu menyatakan Sehatul dalam kondisi sehat yang diberitakan media pada 25 Januari 2014. Bahwa Sehatul berasal dari Banyuwangi Jawa Timur dan bukan Jakarta.
Demikian pula menurut keterangan BNP2TKI, berbeda dengan kondisi sesungguhnya terhadap Sehatul yang malah dipindahkan ke panti jompo karena majikannya menolak membayar biaya rumah sakit. “Jadi, Mogran Care mendesak pemerintah mencabut pernyataannya itu, dan kembali melakukan kontak diplomatik untuk menyelamatkan Sehatul karena menyangkut nyawa manusia,” tegas Anis Hidayah pada wartawan di Gedung DPR RI Jakarta, Senin (27/1/2014).
Pihak keluarga kata Anis, sudah melaporkan kasus itu ke Migrant Care pada 21 September 20013 dan menindaklanjuti ke BNP2TKI dan Direktorat Perlindungan WNI dan BHI Kemenlu RI, dan Migrant Care menyesalkan dan mengecam upaya BNP2TKI yang memilih cara damai dan menghindari jalur hukum untuk menuntaskan kasus ini. “BNP2TKI diam-diam melakukan mediasi antara keluarga korban dengan PPTKIS yang menghasilkan kesepakatan tidak boleh ada masyarakat sipil yang terlibat dalam penanganan kasus itu,” ujarnya.
Padahal kata Anis, padahal Mogrant Care adalah pihak yang pertama kali melaporkan kasus ini pada BNP2TKI, selain perwakilan BNP2TKI yang ada di Taiwan juga menempuh jalur mediasi dengan majikan korban dengan hanya menuntut majikan membayar biaya rumah sakit korban dan tanpa ada upaya mengusut kasus hukum melalui proses hukum yang benar dan adil. “Kakak korban juga sudah melapor kepada kepolisian, tapi penyidik banyak mengalami hambatan karena diduga majikannya memiliki pengaruh dan memiliki kedekatan dengan otoritas Taiwan,” tambah Anis.
Karena itu, Migrant Care mendesak pemerintah mengusut tuntas penyiksaan Sehatul Alfiyah yang mengakibatkan korban koma. Mengusut tuntas PT. Sinergi Bina Karya yang menempatkan korban dan menyalahi kontrak kerja. BNP2TKI harus mencopot pejabatnya yang mengambil jalur damai. Dan, mendesak pemerintah Indonesia dan DPR RI untuk menuntaskan revisi UU TKI dengan mengadopsi prinsip-prinsip perlindungan yang ada dalam konvensi PBB tentang hak-hak buruh, konvensi Cedaw, konvensi ILO 189 tentang PRT, dan 8 konvensi pokok ILO lainnya. (am/gardo)