28.2 C
Jakarta
Sabtu 23 September, 2023

DPR: Merger XL Axiata dan Axis Minta Dibatalkan

JAKARTA – Komisi I DPR RI segera memanggil Menteri Komunikasi dan Informasi (Menkominfo) Tifatul Sembiring terkait proses akuisisi (pembelian) PT Axis Telekom Indonesia (Axis) oleh PT XL Axiata Tbk senilai 865 juta Dolar AS atau sekitar Rp 10,38 triliun yang berpotensi akan merugikan negara.

“Ada apa dengan Kemenkominfo? Mengapa bisa diijinkan akuisisi itu sekaligus diberi ijin akuisisi frekwensinya. Padahal frekwensi itu milik negara, bukan milik Axis. Apalagi proses akuisisi itu dilakukan mendekati Pemilu ini,” ujar anggota Komisi I DPR Chandra Tirta Wijaya dalam diskusi bertema ’Jual Beli Frekwensi Jelang Pemilu’ bersama pakar telekomunikasi dan informatika dari Universitas Indonesia Dr Ir Gunawan Wibisono Msc, Rabu (23/1/2014).

Ia meminta proses akuisisi tersebut segera dihentikan atau setidaknya dikaji ulang sampai Pemilu 2014 selesai dilaksanakan. Chandra juga mempertanyakan langkah Menkominfo Tifatul Sembiring yang mengijinkan akuisisi seluruh aset dan saham Axis berikut ijin frekwensi yang sebenarnya adalah milik negara.

“Jelas angka sebesar itu (865 juta Dolar AS) termasuk mengambil alih frekwensinya Axis, karena nilai aset Axis itu hanya 5,64 triliun. Padahal frekwensi yang digunakan Axis itu dari negara,” ungkapnya.

Menurutnya pula, pengalihan frekwensi melalui akuisisi itu juga berpotensi memunculkan monopoli dan praktek persiangan usaha tidak sehat. Sebab dengan jumlah pelanggan hanya setengah dari operator terbesar saat ini, namun alokasi frekuensinya akan menjadi jauh lebih besar dari Telkomsel dan Indosat, maka XL dapat menjadi raja di di industri seluler di Indonesia.

“Yang jelas secepatnya kami akan memanggil Menkominfo Tifatul Sembiring untuk memintakan keterangan dan klasifikasinya kenapa menginjinkan akuisisi sekaligus mengakuisisi ijin frekwensi di jaringan 1.800 Mhz itu. Termasuk kami secara resmi meminta KPK untuk mengawasi proses akuisisi ini, sebab jelas-jelas akan merugikan negara. Termasuk meminta KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha) turun tangan menghentikannya,” pungkas politisi PAN ini.

Dalam diskusi yang sama, Gunawan Wibisono mengatakan frekwensi bukanlah aset perusahaan yang bisa diikutsertakan dalam sebuah proses akuisisi. Ia pun merujuk pada pasal 25 Peraturan Pemerintah (PP) No. 53 Tahun 2000 yang menyebutkan bahwa yang boleh dipindahtangankan seijin menteri adalah izin stasiun radio termasuk menara pemancar dan aset-aset lain, namun bukan frekwensi.

Selain itu, Gunawan menegaskan kendati pemerintah berdalih aksi korporasi tersebut merupakan langkah merger, dia berpendapat yang terjadi adalah akuisisi. Menurutnya proses merger seharusnya dilakukan bukan terhadap perusahaan yang sudah bangkrut.

“Jelas-jelas pihak XL sendiri mengatakan proses akuisisi pada Axis, kok bisa-bisanya pemerintah bilang itu merger. Walaupun merger gak boleh frekwensi itu dimerger, tapi harus dikembalikan ke pemerintah, bukan ditransaksikan dengan perusahaan lain,” pungkasnya.

Senada dengan keduanya, anggota DPR yang juga duduk di Komisi I Tantowi Yahya tegas mengatakan pengambilalihan frekwensi dari Axis yang merupakan perusahaan Arab Saudi oleh XL yang merupakan perusahaan Malaysia jelas merugikan bangsa Indonesia , sebab pemanfaatannya tidak pernah maksimal.

Menurutnya, frekwensi adalah aset negara dan merupakan sumber daya terbatas yang manfaat terbesarnya adalah peningkatan kapasitas dan kapabilitas masyarakat. Jadi bukan sekedar potensi pendapatan negara saja.

“Artinya, frekuensi tidak pernah diijinkan dijual bebas. Apalagi jika hal itu hanya didasarkan pada aspek komersil semata,” katanya. (gardo)

About Author

Related Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Stay Connected

0FansSuka
1,230PengikutMengikuti
206PengikutMengikuti
100PelangganBerlangganan

Latest Articles