JAKARTA – Pemerhati pemilu Lingkar Madani untuk Indonesia (LIMA) Ray Rangkuti jengkel dengan membengkaknya biaya pengawasan pemungutan dan penghitungan suara pemilihan legislatif (pileg) 2014 yang mencapai Rp 1,5 triliun.
Bagaimana tidak, bagi Ray hal tersebut terasa amat menyakitkan. Sebab penyelenggara pemilu dan peserta pemilu malah berlomba-lomba menghamburkan uang negara, bukan melakukan penghematan.
“Inilah kali pertama pemilu di mana untuk pengawasan hari H pemilu menghabiskan dana hingga Rp 1,5 triliun, Entah apa yang ada dipikiran penyelenggara pemilu, khususnya Bawaslu,” kata Ray melalui siaran pers yang diterima Asatunews, Selasa (21/1).
Lebih jauh Ray menjelaskan dana Rp 1,5 Triliun tersebut dibagi menjadi dua kategori. Kelompok pertama alokasi dana sebesar Rp 800 miliar yang diperuntukkan bagi gerakan sejuta relawan dan mitra pengawas pemilu lapangan (PPL) yang diinisiasi oleh lembaga pimpinan Muhammad tersebut.
Bagi penggiat demokrasi yang juga tergabung dalam lembaga Lingkar Studi untuk Aksi Demokrasi Indosia (LS-ADI) berdirinya PPL sama sekali tidak mempunyai dasar hukum yang jelas. PPL, lanjut Ray merupakan kreasi dari Bawaslu dengan mendasarkan diri pada asumsi kesulitan dalam mengawasi pencoblosan atau penyaluran suara publik dalam hari – H.
“Selain dasar hukum yang tak jelas, keberadaan mitra PPL ini sendiri tumpang tindih. Sebab, pengawasan di tingkat TPS sudah diatur dalam UU No 15/2011 tentang adanya Petugas Pemilu Lapangan (PPL) yg menyatakan setidaknya ada 1 hingga 5 petugas di satu desa yang fungsinya salah satunya adalah mengawasi pelaksanaan pemungutan dan penghitungan suara. Selain adanya PPL, parpol juga slalu mengirimkan saksi di tingkat TPS,” tambah Ray.
Sedangkan alokasi anggaran Rp 700 miliar diperuntukkan untuk pembiayaan saksi partai politik pada saat hari pencoblosan berlangsung. Bagi Ray, pembiayaan saksi partai politik bukan menjadi tanggung jawab negara, melainkan menjadi kewajiban partai politik sendiri untuk membiayai kadernya yang menjadi saksi.
“Aturan pembiayaan parpol oleh negara sudah diatur dengan jelas dalam UU Parpol. Jelas dalam UU itu, saksi parpol bukan merupakan kewajiban negara mendanaianya,” tutup Ray. (gardo)