JAKARTA – Pemerintah didesak segera membentuk badan tunggal penjaga pantai dan laut atau Indonesia Sea and Coast Guard (ISCG) sebagai implementasi dari amanat Pasal 352 UU Nomor 17 tahun 2008 tentang Pelayaran.
Pembentukan instansi satu atap itu juga diharapkan memangkas inefisiensi dan mempercepat aktivitas pelayaran di seluruh pelabuhan dan perairan Indonesia. Hal itu dikatakan anggota Komisi 5, Saleh Husin pada pertemuan dengan DPC Indonesian National Shipowner’s Association (INSA) Padang Sumatera Barat di Ruang Fraksi Hanura DPR RI, Jakarta, Selasa (21/1/2014).
“Sampai saat ini, enam tahun sejak UU itu disahkan, pemerintah belum juga membentuk sea and coast guard. Padahal keberadaan lembaga ini memangkas rantai birokrasi dan tumpang tindih kewenangan yang selama ini dikeluhkan perusahaan pelayaran,” katanya.
INSA sendiri merupakan asosiasi pengusaha pemilik perusahaan pelayaran niaga nasional. Hadir juga dalam acara tersebut, anggota komisi 5 lainnya yaitu Iqbal Alan Abdullah.
Saleh juga membeberkan lambannya pembentukan lembaga tunggal ini. Pertama, masih tingginya ego sektoral pada beberapa kementerian dan lembaga negara yang selama ini memiliki otoritas pemeriksaan kapal dan keamanan laut.
“Saat ini pemeriksaan kapal dilakukan antara lain oleh TNI AL, lalu pihak kepolisian khususnya Polair, dan Bea dan Cukai. Selain itu, dilakukan juga oleh Badan Karantina dan Kesatuan Penjaga Laut dan Pantai (KPLP) Kementerian Perhubungan. Mereka ini harus mengikis ego masing-masing,” tegas sekretaris Fraksi Hanura ini.
Kedua, kurangnya evaluasi pemerintah pusat terhadap lambatnya pembentukan sea and coast guard lantaran melibatkan banyak kementerian dan instansi, pembentukan lembaga ini memang dipercayakan kepada Kementerian Koordinator Politik dan Keamanan.
“Sayangnya, proses di Menkopolkam pun tersendat. Ketika masalahnya sampai berlarut-larut seperti ini, seharusnya Presiden menegur dan turun tangan karena nama baik di mata dunia internasional dipertaruhkan. Hanya Indonesia yang belum memiliki sea and coast guard ini di antara negara-negara lainnya,” papar Saleh.
Pemeriksaan Berkali-kali
Senada, Ketua DPC INSA Padang, Emi Laksana Budi mengatakan, keberadaan INSA akan membuat aktivitas pelayaran makin efisien, lalu lintas logistik cepat dan aman. “Perijinan hanya lewat instansi ini dan kami juga mendapat kejelasan siapa penanggung jawab keselamatan di pelabuhan dan laut, baik bagi kru dan kapal,” ujarnya pada kesempatan yang sama.
Dia menjelaskan, tumpang tindih kewenangan membuat terjadinya ekonomi biaya tinggi terus terjadi. Kapal bersandar lebih lama yang berarti biaya operasional membengkak. “Pada banyak kasus, penyebabnya hanyalah soal kewenangan yang tumpang tindih. Kami sebagai pemilik kapal dan warga masyarakat yang menjadi korban,” ujarnya.
INSA Padang sendiri mencatat beberapa contoh kasus seperti yang terjadi pada 11 Januari kemarin yang menimpa kapal berbendera Indonesia tujuan Pulau Nias mengangkut semen sebanyak 2.300 metrik ton.
Beberapa saat setelah bertolak dari Pelabuhan Teluk Bayur Padang, secara tiba-tiba petugas Keamanan Laut (Kamla) dari TNI AL menaiki dan memeriksa kapal.
“Mereka lalu melakukan penahanan kapal itu selama 22 jam. Sedangkan Kantor Syahbandar dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) sudah memberikan Surat Persetujuan Berlayar yang berarti kapal sudah laik layar,” tutur Emi.
Lantas keesokan harinya, 12 Januari 2014, kejadian serupa menimpa kapal berbendera Hongkong tujuan China yang selesai memuat bijih besi sebanyak 32 ribu MT. Ketika agen operasional memberikan memberikan dokumen keberangkatan, petugas Kamla TNI AL menaiki kapal dan berujung tertundanya kapal tersenuit selama lebih dari 15 jam.
Tumpang tindih koordinasi juga terjadi ketika kapal berbendera Malaysia tiba di Teluk Bayur pada November tahun lalu. “Petugas Kamla TNI AL naik lebih dulu sebelum tim checking memeriksa kapal. Akibatnya tim checking yang terdiri dari petugas imigrasi, bea cukai, dinas karantina, kesehatan dan KP3 menolak melakukan pemeriksaan terhadap kapal itu,” lanjutnya.
INSA Padang juga berharap hubungan dan koordinasi lintas instansi di pelabuhan ditingkatkan agar pelaku usaha tidak menjadi korban. “Bagi kami, pembentukan sea and coast guard tetap menjadi solusinya. Kapal tidak perlu diperiksa berkali-kali oleh lembaga yang berlainan,” tegas Emi. (gardo)