SUMATERA UTARA adalah salah satu provinsi yang banyak melahirkan ulama-ulama berjasa bagi umat Islam dan bangsa Indonesia. Salah satunya adalah Ustad H. Nukman Sulaiman. Ustad ini dilahirkan di Perbaungan pada 17 April 1917.
Ia merupakan putra dari pasangan H. Abdul Aziz bin H. Sulaiman dengan Maimunah binti H. Muhammad Arif. Ustad Nukman Sulaiman memiliki empat putra yaitu : Hilman Fikri, Afifuddin, Med Mustafa dan Akhyar Manif yang tinggal di Kota New York, Amerika Serikat. Karenanya, dia pernah sampai ke negara adikuasa tersebut. Sementara puterinya ada enam : Afifah Khariyah, Darwisah Mitta, Univa, Darwis Muksinata, Helmi dan Hajjah.
Perjalanannya dalam menuntut ilmu baik secara formal maupun non formal menjadikannya alim dalam berbagai disiplin ilmu terutama ilmu ke-Islaman. Pendidikan formalnya mulai dari pendidikan dasar sampai pendidikan menengah tingkat atas di perguruan Al Washliyah. Sedangkan gelar sarjana diperolehnya di Fakultas Syariah Universitas Islam Sumatera Utara, Medan tamat tahun 1964.
Pendidikan non formal banyak diperolehnya dari talaqqi kepada beberapa ulama terkemuka baik di timur tengah maupun di Indonesia. di antaranya : Syekh Hassan Masysyath al-Masy Syath al-Muhaddits, Syaleh Mohammad Yasin bin Isa al-Fadany ketika dia berangkat haji. Di Sumatera Utara, dia berguru kepada H. M Arsyad Thalib Lubis seorang ulama pendiri Al Jam’iyatul Washliyah. Dalam hal ilmu, alm H. M Arsyad Thalib Lubis percaya kepada Ustad Nukman Sulaiman. Hal ini terbukti dengan adanya pernyataannya yang mengatakan bahwa jika ia telah meningal dunia, maka Nukman Sulaiman lah yang akan menjadi penggantinya meneruskan pengajarannya dalam berbagai bidang ilmu.
Ketika masih hidup pun, ustad HM Arsyad Thalib Lubis menjadikan Nukman Sulaiman sebagai asistennya dalam mengajar mata kuliah Usul Fikih di Universitas Al Washliyah sampai akhirnya Ustad HM Arsyad Thalib Lubis meninggal dunia. Di pengajian masjid Bengkok sesudah Ustad H. M Arsyad Meninggal maka Nukman Sulaiman lah yang meneruskan Riyadhus Shalihin yang selama ini di asuh oleh almarhum.
Ustad Arsyad seperti kebanyakan ulama dan ilmuan lain yang sebelumnya banyak memeberikan kontribusi bagi umat melalui dakwah lisan dan tulisan-tulisan mereka, begitu juga Ustad Nukman Sulaiman yang di sela-sela kesibukannya masih sempat untuk mengarang berbagai buku yang antara lain : Al Washliyah Seperempat Abad, Ke-Al Washliyahan yang terdiri dari dua jilid, Pedoman Guru Al Washliyah, Bintang Lima (dalam bahasa Arab) dua jilid, Uswatun Hasanah, Soal Jawab Masalah Haji, Doa dan Tempat-tempat Bersejarah di Tanah Suci, Khususiyah Nabi Muhammad, Umatnya dan Isteri-isterinya, Apakah yang Dikerjakan Tanggal 8/s/d 13 Zulhijjah di Tanah Suci, Hijrah Rasul, Berpuluh-puluh Renungan Menjelang Azan, Fiqhud Da’kwah, Beberapa Masalah dalam Seminar dan Muzakarah MUI Propinsi Sumatera Utara, dan buku-buku lain yang berbicara tentang khutbah Jumat dan hari raya.
Buku yang berbicara tentang tauhid dengan judul ‘Aqidah Islamiyah (pokok-pokok kepercayaan dalam Islam). Buku ini, terdiri dari tiga jilid. Jilid pertama pada pendahuluan berisi tentang pengertian akidah, derajat I’tiqad, Agama Islam menghargai akal. Sedangkan pada bab I, Nukman Sulaiman menjelaskan tentang zat Allah, larangan Rasul tentang memikirkan zat Allah, sifat-sifat Allah, hukum akal, syarak dan adat. Di dalam bab terakhir, dijelaskan tentang kewajiban manusia terhadap Allah dan pengertian hamba.
Bahasa yang digunakan dalam buku ini pun cukup sederhana sehingga mudah untuk difahami, tidak hanya pada kalangan intelektual namun juga pada orang awam. Penjelasannya sering disertakan contoh sehingga lebih mudah untuk dicerna. Misalnya ketika ia menjelaskan tentang akan kuatnya iman dan kepercayaan seseorang setelah ia memperoleh berbagai bukti yang dia kumpulkan. Baik itu bukti melalui berita dari orang, gambar atau menyaksikan secara langsung. Di sini dia mencontohkan tentang pendaratan yang dilakukan oleh David Scott dan Yames Irwin di bulan dengan Appolo ke 15 yang dibuktikan dengan foto-foto yang mereka.
Tidak hanya itu, di dalam buku yang berjudul Akidah Islamiyah pada halaman 21 ketika ia membahas tentang zat Allah yang tidak dapat dilihat disebabkan keterbatasan indera manusia, dia mengatakan bahwa hal itu bukanlah sesuatu yang sulit untuk diketahui. Sebab sejak dulu hal semacam itu sudah dirasakan manusia tentang adanya manfaat dari sesuatu yang zatnya tidak terlihat. Seperti listrik. Ustad Nukman Sulaiman mengatakan bahwa setiap orang mengakui dan memanfaatkan listrik untuk penerangan, menggerakkan Appolo ke bulan dan lainnya. Namun kita tidak dapat melihat zat listrik itu. Contoh kedua yang dikemukakannya adalah tentang adanya daya tarik bumi atau disebut dengan gaya grafitasi bumi.
Dia mengatakan jika manusia sudah terlepas dari gaya tarik bumi maka ia akan melayang di ruang hampa udara seperti halnya para Angkasawan yang melayang di dalam pesawatnya dikarenakan kehilangan berat. Begitu juga halnya dengan adanya daya kohesi dan adhesi yaitu tarik menarik antara dua jenis benda yang sama dan yang berlainan. Dia menambahkan bahwa kekuatan tarik menarik adhesi dan kohesi tidak kelihatan, namun para Ahli Fisika tetap mengakuinya meskipun tidak melihat zatnya.
Kajian-kajian tersebut dikaitkannya dengan teori tentang adanya ruh dalam tubuh setiap manusia. Manusia akan mati jika ruhnya telah keluar dari jasadnya. Semua orang percaya akan ruh meskipun tidak meyaksikan secara langsung bagaimana bentuknya. Setelah mengemukakan fakta-fakta di atas, maka Nukman Sulaiman mengatakan jika kenyataan di atas dapat diterima, maka zat Allah juga demikian. Kita memang tidak melihatnya namun Allah itu ada.
Logika tersebut dikuatkannya dengan firman Allah dalam surah al-A’raf ayat 143 yang artinya :”Dan tatkala Musa datang untuk (munajat dengan Kami) pada waktu yang telah Kami tentukan dan Tuhan telah berfirman (langsung) kepadanya, berkatalah Musa: “Ya Tuhanku, nampakkanlah (diri Engkau) kepadaku agar aku dapat melihat kepada Engkau”. Tuhan berfirman: “Kamu sekali-kali tidak sanggup melihat-Ku, tapi lihatlah ke bukit itu, Maka jika ia tetap di tempatnya (sebagai sediakala) niscaya kamu dapat melihat-Ku”. tatkala Tuhannya Menampakkan diri kepada gunung itu, dijadikannya gunung itu hancur luluh dan Musa pun jatuh pingsan. Maka setelah Musa sadar kembali, Dia berkata: “Maha suci Engkau, aku bertaubat kepada Engkau dan aku orang yang pertama-tama beriman”(QS al-A’raf : 143).
Dalam memahami ayat ini, ustad Nukman Sulaiman memberikan analisisnya tentang Nabi Musa yang tidak sanggup melihat Allah begitu juga dengan gunung yang begitu besar tidak dapat menerima cahaya Tuhan apalagi manusia. Sebenarnya hal ini tidak susah untuk diyakinkan. Sebab cahaya matahari saja tidak ada seorangpun yang sanggup menatapnya apalagi cahaya yang maha agung Allah swt.
Pada bagian penutup dalam buku ini, dia menyimpulkan tentang pengakuan seseorang yang bertauhid itu hendaklah dilakukan oleh hati (I’tiqad) dan dibuktikan dengan amal perbuatan manusia (‘amaliah). Sebab iman tanpa amal semuanya tidak akan berarti apa-apa. Kalaupun manusia telah beriman dan beramal, harus juga mempunyai keikhlasan. Amal yang tidak disertai dengan keikhlasan adalah sia-sia. Selanjutnya dia menambahkan: manusia semuanya celaka kecuali orang yang berilmu, semua orang yang berilmu akan celaka kecuali orang yang beramal dan yang beramalpun akan celaka kecuali orang yang ikhlas.
Karenanya, pada setiap diri seorang hamba mesti mempunyai tiga komponen sifat tersebut. Berilmu dan mengamalkan ilmunya Ini menjadi cerminan bagi umat sekarang, betapa banyak yang menpunyai ilmu namun tidak beramal dengan ilmunya apalagi untuk ikhlas. Sebab sekarang kebanyakan orang cenderung kepada hal-hal yang materialistis. Jika tidak menghasilkan, maka sulit baginya untuk berbuat sesuatu walaupun untuk kepentingan umat. Padahal ia tahu dan mengerti akan balasan yang diberikan Allah di akhirat lebih besar dari hanya sekedar sisi finansial yang ia dapatkan di dunia.
Jilid kedua dari Aqidah Islamiyah yang ditulisnya memuat tiga bagian. Bagian pertama tentang kedatangan Rasul. Bagian kedua adalah mukjizat sebagai bukti kerasulan dan pada bagian ketiga ia menjelaskan secara rinci kitab-kitab samawiah. Pada jilid kedua ini, banyak terdapat pembahasan-pembahasan yang jarang dibahas dalam literatur lain terutama yang berbahasa Indonesia.
Misalnya pada halaman 129, ustad Nukman Sulaiman membahas akan kejadian-kejadian yang luar biasa yang diberikan Allah kepada hamba-hambanya. Seperti kelebihan yang diberikan kepada para Nabi yang disebut dengan mukjizat. Dalam pembahasan selanjutnya ia menceritakan tentang keramat dengan mendefenisikannya sebagai sesuatu yang luar biasa yang di dapatkan seseorang tanpa dipelajari dan diusahakannya. Hal ini terjadi pada wali-wali Allah.
Yaitu orang-orang yang taat kepadaNya. Inipun diberikan tujuannya untuk memuliakan seorang hamba. Dalam hal ini dia memberikan tiga contoh. Pertama, adanya riwayat dari Anas r.a yang menyatakan dua buah tongkat yang dimiliki oleh dua sahabat Rasul, Usaid bin Khudair dan Abbas bin Basyar menjadi bercahaya ketika mereka pulang kemalaman menjumpai Rasul. Kedua, adanya pengetahuan seseorang akan datangnya kematian terhadap dirinya, seperti ayah Jabir yang berwasiat kepadanya untuk membayarkan utang-utangnya, karena dia melihat bahwa dialah orang yang pertama kali akan terbunuh pada perang Uhud.
Sampai akhirnya apa yang diceritakan oleh ayah Jabir menjadi kenyataan. Contoh ketiga, tentang pandangan yang tembus. Ust Nukman Sulaiman mengutip sebuah riwayat dari ibnu Umar, bahwa Umar bin Khattab pernah mengutus satu pasukan tentara yang pada saat itu dipimpin oleh seorang laki-laki bernama Sariah. Ketika Umar sedang berkhutbah, maka tiba-tiba Umar berteriak :”Hai Sariah,! Ke gunung. Maka kamipun menyandarkan belakang kami ke gunung itu (untuk bertahan) maka Allah memundurkan musuh.
Tembusnya pandangan Umar ketika itu terhadap pasukannya yang berada di luar Madinah sedang dia berkhutbah di kota itu, bahkan suara Umar jelas kedengaran sehingga perintah yang diberikannya dapat dilaksanakan oleh Sariah dan pasukannya.
Selain membahas maunah, istidraj, ihanah, irhas dan sihir, Ustad Nukman Sulaiman juga memasukkan Telepathy dan Hypnotisme. Dia mengatakan bahwa itu adalah perkara luar biasa yang terjadi akibat melakukan latihan-latihan tertentu. Sedangkan hypnotisme adalah perkara luar biasa yang terjadi berdasarkan kejiwaan (pemujaan gaib). Namun tujuan dari kedua ilmu ini hanya semata-mata untuk dipertontonkan. Begitu juga dengan sulap yang didefenisikannya sebagai perkara ganjil tetapi setelah diselidiki sebenarnya tidak ganjil. Hanya saja dia dapat membuat kekeliruan dari orang yang melihatnya.
Menariknya lagi pembahsan akan adanya ilmu kebal (tahan terhadap benda-benda tajam). Ustaz Nukman Sulaiman mendefenisikannya
dengan perkara luar biasa yang terjadi pada diri seseorang yang kurang beriman ataupun yang menyelubungi imannya dengan yang salah. Selanjutnya dia menambahkan bahwa kebal itu selalu terjadi atas seseorang yang mencari kekuatan perlindungan bukan kepada Allah. Biasanya orang yang kebal besi maka besi jugalah yang akan membinasakannya. Orang yang kebal peluru, maka peluru jugalah yang akan membawa maut padanya.
Tampaknya dalam hal ini, Ustad Nukman Sulaiman mempunyai pengetahuan lebih tentang ilmu itu. Pembahasan lain dalam buku ini juga memuat tentang kitab-kitab samawi yang diberikan Allah kepada Nabi-nabiNya. Ada yang berbentuk kitab yang merupakan kumpulan wahyu-wahyu Allah yang diturunkan secara berangsur-angsur seperti Alquran dan Taurat. Sedangkan Shuhuf adalah wahyu yang disampaikan merupakan lembaran-lembaran. Sebuah lembaran dinamakan Shahifah seperti Shuhuf Nabi Ibrahim.
Lain lagi halnya dengan al-Wahh yaitu wahyu yang disampaikan merupakan kepingan-kepingan yang tertulis. Sebuah kepingan disebut “luh”. Walaupun ketiga hal di atas berlainan, namun disebut juga sebagai kitab. Sesuai dengan apa yang disebutkan oleh Syeikh Muhammad Nawawi bin Umar al-Jawi di dalam kitabnya Fath al-Majid Syarh ad-Durrul Farid. : “Dan yang dimaksud dengannya ialah meliputi “Shuhuf yang diturunkan kepada Nabi Ibrahim dan kepada Nabi Musa dan Nabi lainnya. Maka wajiblah atas kita beriman dengan adanya dan turunnya atas rasul-rasul pada “al-Wahh” atau atas lidah malaikat. Dan semua isi kandungannya adalah benar. Dan sesungguhnya ia adalah kalam Allah SWT. As-Suhaimi berkata : “Wajib memutuskan I’tiqad tentang apa yang dinyatakan Alquran mengenai turunnya Taurat, Injil dan Zabur dan al-Furqan (Alquran) dan Shuhuf Ibrahim (merupakan perumpamaan-perumpamaan) dan Shuhuf Musa (yang berisi nasehat pengajaran). Wajib memutuskan I’tiqad tentang adanya kitab-kitab yang lainnya secara ijmal”.
Kitab, Shuhuf dan al-Wahh itu diturunkan Allah sebanyak 104 buah. Untuk Nabi Syist 50 buah, Nabi Idris 30 buah, untuk Nabi Ibrahim ada 10 buah, Nabi Musa (sebelum Taurat) 10 dan Taurat satu buah, Injil yang diturunkan kepada Nabi Isa, Zabur yang diturunkan kepada Nabi Daud dan terkhir Alqur`an sebagai mukjizat terbesar Nabi Muhammad saw. masing-masing sebanyak satu buah.
Dalam organisasi, ustad Nukman Sulaiman adalah seorang organisator yang aktif di Al Jam’iyatul Washliyah, dan menjadi Pengurus Besar terhitung sejak Mukhtamar ke-VIII s/d Mukhtamar ke-XV. Pada mulanya ustad Nukman Sulaiman adalah pegawai kantor Agama di Kota Tebing Tinggi yang kemudian pindah ke Kuta Raja (di Banda Aceh) dan terakhir tugasnya ditempatkan kembali di Medan.
Dalam sejarah Al Washliyah mencatat bahwa Nukman Sulaiman pernah menjabat sebagai wakil ketua di Yayasan Universitas Al Washliyah berdasarkan SK No. 1310/B/B-14/XIV/77 pada tanggal 10 Nopember 1977, yang ketika itu ada 13 orang pengurus dan mereka dinamakan Dewan Pimpinan Universitas Al Washliyah dengan ketua kehormatan H.Udin Syamsuddin dan ketua pelaksana HOK. Abdul Aziz. Pada periode 1963-1965 Ustad Nukman Sulaiman menjadi sekretaris UNIVA. Pada tahun 1963 UNIVA mengenal istilah Rektor sebagai pimpinan universitas. Pada waktu itu Tk. Ismail Yakub, MA., SH sebagai Rektor dan ustad Nukman Sulaiman diangkat menjadi sekretaris merangkap wakilnya. Namun kemudian ketika Prof. H. Ismail Yakub, MA., SH pindah menjadi Rektor IAIN Surabaya, jabatan Rektor dipegang oleh Ustad Nukman Sulaiman sampai akhirnya jabatan itu ia serahkan kepada DR. HM Yakub Med pada tanggal 29 April 1987.
Pada penghujung jabatannya dan setelah berhenti jadi Rektor, UNIVA menganugerahkan gelar guru besar kepadanya (professor) dalam bidang Hukum Islam pada tanggal 19 September 1987 dengan pidato ilmiahnya bertopik : “Suatu Tinjauan Hukum tentang Meminjamkan Rahim Untuk Kandungan Bayi”. Satu hal yang perlu dicatat dari kehidupannya adalah tidak pernah terlibat dalam partai politik kecuali hanya berkecimpung di Al Jam’iyatul Washliyah sejak tahun 1932.
Dari berbagai keterangan yang telah dipaparkan di atas, mulai dari sisi organisasi, perjalanan hidup, majelis ilmu yang dibina dan buku-buku yang dikarangnya, maka itu sudah cukup membuktikan bahwa Ustad Prof. Drs. H. Nukman Sulaiman adalah seorang ulama dan ilmuan yang berfaham Syafii dan berwawasan intelektual.
Nasrun minallah
wa fathun qarib
wabasysyiril mukminin.
Irwansyah M.H.I
BIODATA PENULIS
Irwansyah, adalah Pengurus Majelis Hisab Rukyat PB Al Jam’iyatul Washliyah (MHR PB Al Washliyah). Dilahirkan di Sarang Elang, Sei Kepayang, Asahan pada 06 November 1986. Menyelesaikan pendidikan formal di Madrasah Ibtidaiyah Al-Washliyah Desa Sarang Helang, Sei Kepayang, Asahan (2000), Madrasah Tsanawiyah Al Washliyah Sei Kepayang, Asahan (2003), Madrasah Aliyah Al Washliyah, Sei Kepayang, Asahan (2006), S1 STAI. S Medan lulus dengan predikat cumlaude (2011), dan sekarang sedang menjalani S2 di Program Pascasarjana IAIN-SU, Medan pada Prodi Hukum Islam.
Pendidikan non formal : Pendidikan Kader Ulama Majelis Ulama Indonesia Provinsi Sumatera Utara (PKU. MUI-SU) T. A 2006-2009. Mendapat sanad muttasil hadis-hadis dalam kitab Adab al-Mufrad (1332 hadis) karya Imam Bukhari dari Syekh Muhammad Nuruddin Marbu al-Banjari al-Makki, Bogor 2009. Selain aktif berdakwah di dalam dan luar Kota Medan, ia juga sedang menyusun berbagai buku antara lain : Hadis Lemah dan Palsu yang Beredar di Masyarakat dan Problematikanya (sebuah Risalah, belum cetak), Jawaban Para Ulama terhadap Masalah-masalah Ganjil : Respon Hukum Islam dalam Kajian Kitab Kuning (dalam tahap penyusunan), koordinator karya kolektif dalam buku An- Nahwu al-Mukhtashar (2008, belum cetak), dan aktif menulis dalam berbagai buku tentang Ulama Al Washliyah.