JAKARTA – Kementerian Agama (Kemenag) memastikan draft usulan multitarif sebagai imbal jasa bagi para penghulu akan segera disepakati menjadi Peraturan Pemerintah (PP) dalam waktu dekat. Menag yakin akhir PP itu akan mulai berlaku pada Januari 2014 ini. Itu menjadi solusi kebutuhan pembiayaan pencatatan nikah diluar kantor, sekaligus untuk mengapresiasi jasa penghulu yang bekerja di luar Kantor Urusan Agama (KUA) dan jam kerja.
“Kalau kesepakatan sudah ada di tingkat menteri, Insya Allah Presiden SBY juga sepakat. Draft multitarif sudah bisa disinkronisasikan, selanjutnya segera akan diajukan sebagai PP untuk menggantikan PP. 47 / 2004 yang akan diamandemen. Beberapa Kementerian terkait, seperti Kementerian keuangan (Kemenkeu) dan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) sudah setuju draft itu. Draft itu juga sudah dikoordinasikan dengan KPK,” tegas Menteri Agama Suryadharma Ali pada wartawan dalam kunjungannya ke kota Ambon, pada Jumat (10/1/2014).
Dia menjanjikan multitarif ini tidak akan membebani APBN, karena pembiayaan ini diambil dari Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP). Dimana hasil pemungutan tarif dari masyarakat akan dinilai sebagai PNBP, yang kemudian akan dikembalikan sebagian besar hasil pengumpulannya ke Kemenag untuk dikelola sebagai operasional penghulu.
Hal yang sama disampaikan Sekjen Kemenag Bahrul Hayat. Bahwa polemik penghulu yang dituduh menerima gratifikasi, dipastikan akan segera selesai dengan PP ini. “Februari mendatang diupayakan sudah harus selesai. Dengan demikian penghulu akan memperoleh kejelasan dalam melaksanakan tugasnya di lapangan dalam melayani umat,” tambahnya.
Menurut dia, penghulu sebagai ujung tombak di lapangan dari kementerian itu, termasuk amil dan petugas masjid (merbot), ke depan harus mendapat perhatian. Karena itu, pembahasan ini akan disegerakan berapa dana operasional yang dibutuhkan bagi para tenaga penghulu dan pembantunya ke depan.
Bukan hanya penghulu, tapi juga amil atau yang belakangan disebut sebagai P3N (pembantu pegawai pencatat nikah) harus diberi ketegasan, berapa dana honor yang harus diberikan. P3N, yang dahulu direkrut kantor Kementerian Agama di Kabupaten, sejak berlaku otonomi daerah tidak mendapat perhatian.
Siapa sebetulnya yang harus memberi honor ketika mereka membantu penghulu? Untuk itu, ke depan, status mereka harus jelas, diberi perhatian kendati besaran uangnya belum bisa diketahui. “Tapi, memadailah,” kata Bahrul Hayat. (am/gardo)