JAKARTA – Kenaikan harga elpiji tabung 12 kg yang mencapai 70% meresahkan masyarakat. Bagaimana tidak, tabung 3 kg sudah mulai langka di pasaran, bahkan harga tabung 12 kg di Papua mencapai Rp300 ribu. Berangkat dari fenomena ini masyarakat mulai mempertanyakan ide tentang konversi BBM ke BBG.
Pengamat perminyakan, DR. Kurtubi yang selama ini konsisten dengan pernyataan solusi penghematan BBM dengan konversi BBM ke BBG mengataka, elpiji dan BBG untuk transportasi itu berbeda jauh, meskipun sama-sama gas. “Kenaikan elpiji tidak akan mempengaruhi BBG kendaraan bermotor,” ujarnya saat dihunungi, Selasa (7/1).
Dia menjelaskan bahwa masih banyak masyarakat yang belum mengerti perbedaan kedua bahan bakar gas tersebut. “Gas elpiji itu merupakan pembunyian dari LPG atau Liquefied Petroleum Gas sedangkan BBG kendaraan bermotor menggunakan LNG adalah Liquefied Natural Gas. Dari bahasanya saja sudah berbeda,” ujarnya
Karubi dijelaskannya, dari LPG (gas petrol) didapat dari gas hasil olahan minyak bumi. LPG berasal dari gas C3 atau propana dan C4 atau Butana. “LPG akan semakin mahal karena inefisiensi Pertamina, selain minyak bumi juga semakin langka,” jelasnya.
Sedangkan LNG menurut Kurtubi berasal dari gas C1 Metana dan C2 Etana yang dicairkan. Dia menerangkan bahwa produksi dalam negeri masih melimpah. Selain masih banyak inovasi yang bisa diciptakan untuk membuat BBG antara lain bio gas. “Masyarakat tidak usah khawatir, kita tetap harus mendorong pemerintah untuk segera melaksanakan konversi BBM ke BBG,” katanya. (gardo)