BerandaKabar WashliyahHukum Natal Bersama Bagi Umat Islam

Hukum Natal Bersama Bagi Umat Islam

DIAGENDA kalender Indonesia, tanggal 25 Desember dijadikan sebagai salah satu hari libur nasional. Oleh karena pada tanggal itu umat Kristiani memperingati hari kelahiran Nabi Isa as. yang disebut dengan hari Natal. Mereka mengimani bahwa Nabi Isa (Yesus) dilahirkan pada tanggal tersebut, kendatipun sudah banyak kritik dari berbagi pakar kristologi dan ilmuan bahwa hari lahir Nabi Isa as. bukanlah tanggal 25 Desember.

Seperti pendapat-pendapat para pakar yang dituliskan H. M Arsyad Thalib Lubis dalam bukunya Perbandingan Agama Kristen dan Islam yang dicetak oleh Penerbit Pustaka Melayu Baru, Kuala Lumpur Malaysia, pada tahun 1982.

Berbagai acara dalam peringatan Natal dimeriahkan di dunia. Natal dilaksanakan diberbagai tempat dengan berbagai acara seperti hotel, gereja dan tempat-tempat lainnya. Perayaan natal dalam umat Kristiani adalah sebuah rutual ke-agamaan yang mengimani Nabi Isa sebagai anak Tuhan. Ini adalah akidah umat Kristiani. Umat Kristiani meyakini adanya anak Tuhan Tuhan yang disebut dengan istilah akidah trinitas, sementara dalam akidah umat Islam Isa as. adalah seorang Nabi anak Maryam
sebagai utusan Allah swt. Untuk membawa risalah kenabian dari-Nya.

Dalam Islam, Iman seperti itu tidak dibenarkan. Allah mengkafirkan trinitas dalam Alquran surah al-Maidah : 73 Allah berfirman : “Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang mengatakan: “Bahwasanya Allah salah seorang dari yang tiga (Tuhan ada tiga)”, Padahal sekali-kali tidak ada Tuhan selain dari Tuhan yang Esa. jika mereka tidak berhenti dari apa yang mereka katakan itu, pasti orang-orang yang kafir diantara mereka akan ditimpa siksaan yang pedih.”

Perayaan Natal adalah perayaan yang bersifat ritual agama Kristiani. Mengikuti perayaannya berarti secara tidak langsung kita setuju dengan faham keimanan mereka yang bertentangan dengan ajaran Agama Islam. Kita memang tidak dilarang untuk toleransi (tasamuh) dengan agama lain sebagaimana perintah Allah dalam Alquran pada surah al-Mumtahanah : 8 Allah berfirman : “Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.” (QS. Al-Mumtahanah : 8).

Konsep tasamuh (toleransi) terhadap agama lain adalah dibenarkan. Namun tidak dalam urusan akidah. Dalam hal akidah tidak kebolehan untuk mencampuradukkanya. Dulu pada zaman Nabi saw., kaum kafir Quraisy pernah mengajukan sebuah tawaran toleransi akidah kepada Nabi Muhammad saw. mereka mengajak umat Islam untuk mengikuti ritual keagamaan dalam menyembah Tuhan mereka pada hari-hari keagamaannya. Dan sebagai gantinya, mereka siap untuk mengikut Nabi saw. untuk beribadah menyembah Allah swt.

Sesuai dengan ketentuan Agama Islam. Namun ketika itu turun wahyu Allah swt. pada surah al-Kafirun ayat 1-6 : Allah berfirman : Katakanlah: “Hai orang-orang kafir, aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah; dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah; dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah; dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah; untukmu agamamu, dan untukkulah, Ayat ini adalah jawaban penolakan terhadap permintaan kafir Quraisy untuk toleransi dalam Agama.

Islam memang membenarkan toleransi dalam hal muamalah, hubungan ekonomi, sosial, dan politik, namun tidak dalam akidah. Menghadiri upacara natalan yang merupakan ibadah bagi umat Kristiani, di dalamnya tersirat sebuah keyakinan yang bertolak belakang dengan ajaran syariat Agama Islam. Karenanya natal bersama diharamkan bagi umat Muslim. Mungkin untuk para pemimpin, keharamannya dikecualikan karena mengingat bahwa dia adalah pemimpin untuk semua golongan
baik yang seakidah dengannya maupun tidak, namun dengan tetap harus menjaga sikap untuk tidak terlibat pada hal-hal ritual yang dilakukan saat pelaksanaan upacara natal tersebut.

Untuk mengawal akidah umat Muslim Indonesia, pada tahun 1981, Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa tentang natal bersama bagi umat Islam. Dalam fatwa itu, terdapat 3 poin putusan, yakni : pertama; perayaan natal di Indonesia meskipun tujuannya merayakan dan menghormati Nabi Isa as., akan tetapi natal tidak dapat dipisahkan dari soal-soal yang ditegaskan di
atas, kedua; mengikuti upacara natal bersama bagi umat Islam hukumnya haram, ketiga; agar umat Islam tidak terjerumus kepada syubhat dan larangan Allah swt. dianjurkan untuk tidak mengikuti kegiatan-kegiatan perayaan natal. (Himpunan Fatwa Majelis Ulama Indonesia, hlm. 241-242).

Lantas jika menghadirinya diharamkan, bagaiman pula dengan mengucapkan “selamat natal”?. Dalam hal ini terjadi perbedaan pendapat di antara para ulama. Ada yang membolehkan dan ada yang mengaharamkannya. Yusuf Qardhawi lebih cenderung kepada pembolehannya dengan alasan firman Allah dalam surah al-Mumtahanah : 8 sebagimana yang disebutkan di atas. Selanjutnya
bahwa Nabi saw. pernah berdiri untuk menghormati jenazah seorang Yahudi yang lewat, penghormatan dalam bentuk berdiri ini tidak ada kaitannya dengan pengakuan atas kebenaran agama yang di anut jenazah itu. Begitu pula dengan pengucapan selamat natal dibolehkan selama tidak meyakini seperti apa yang di-imani oleh umat Kristiani (lihat : Yusuf al-Qaradhawi, Fiqh Aqalliyat al-Muslimah, Dar al-Syuruq, cet II, 2005, h. 147-148).

Pendapat lain tetap mengharamkannya, dengan alasan bahwa peerayaan natal adalah acara ritual yang tersirat keyakinan bahwa Isa as. adalah anak Tuhan. Klaim Isa adalah anak Tuhan dibantah dengan tegas dalam Alquran surah al-Ikhlas bahwa “Allah tidak beranak dan tidak diperanakkan”. Konspep sadd az-zariah sebagai upaya supaya umat Islam tidak terjerumus kepada hal-hal yang syubhat maka mengucapkan “selamat natal” juga dilarang.

Tampaknya pendapat ini lebih ihtiyath (bersifat hati-hati).

Dari berbagai keterangan di atas, dan didukung dengan fatwa Majelis Ulama Indonesia jelas bahwa Natal bersama bagi umat Islam, adalah haram. Jika ini dikatakan bahwa Islam tidak toleransi, justru inilah konsep toleransi yang sebenarnya, yakni menghormati akidah umat Islam untuk tidak boleh mencampur adukkan urusan Agamanya.

Wallahu a’lamu
Nasrun minallah wa fathun qarib
wabassyiril mukminin.

Irwansyah, M.H.I
Penulis – Anggota Tim Ahli Majelis Hisab Rukyah PB Al Washliyah

About Author

RELATED ARTICLES

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Most Popular

Recent Comments

KakekHijrah「✔ ᵛᵉʳᶦᶠᶦᵉᵈ 」 pada Nonton Film Porno Tertolak Sholat dan Do’anya Selama 40 Hari
KakekHijrah「✔ ᵛᵉʳᶦᶠᶦᵉᵈ 」 pada Nonton Film Porno Tertolak Sholat dan Do’anya Selama 40 Hari
KakekHijrah「✔ ᵛᵉʳᶦᶠᶦᵉᵈ 」 pada Nonton Film Porno Tertolak Sholat dan Do’anya Selama 40 Hari
M. Najib Wafirur Rizqi pada Kemenag Terbitkan Al-Quran Braille