JAKARTA – Menyadari pentingnya sosialisasi 4 pilar bangsa selama ini, MPR RI malah khawatir jika terjadi amandemen UUD NRI 1945 sebagai alasan untuk meniadakan bahkan menghilangkan 4 pilar bangsa (Pancasila, UUD NRI 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan NKRI). Hal itu ditandai dengan adanya gugatan masyarakat terhadap istilah 4 pilar, yang sesungguhnya tidak subtstantif dan 4 pilar itu tidak menyalahi tata bahasa Indonesia yang baik dan benar.
“Gugatan itu harus disikapi serius, karena pilar itu hanya istilah dan tidak menyalahi tata bahasa Indoensia. Mungkin penggugat saja yang mempunyai masalah dan persepsi serta pengetahuan soal pilar itu hanya dianggap tiang. Padahal, tak demikian sesungguhnya,” tegas Wakil Ketua MPR RI M. Lukman Hakim Saifuddin dalam dialog ‘Refleksi akhir tahun 2013 dan peran MPR RI dalam mengawal kehidupan berbangsa dan bernegara“ di Gedung MPR/DPR RI Jakarta, Senin (23/12/2013).
Padahal lanjut Lukman, dalam setiap sosialisasi 4 pilar bangsa ke daerah-daerah selalu mendapat respon dan optimisme luar biasa dari masyarakat khususnya kalangan pengajar, guru, dan dosen. “Hanya kalangan elit seperti pejabat Pemda, DPRD, dan sebagainya saja yang hanya datang waktu pembukaan acara. Memang kerja sosialisasi 4 pilar itu butuh waktu panjang,” tutur Wakil Ketua Umum DPP PPP itu prihatin.
Menyinggung apalagi MPR RI akan menjadi lembaga tertinggi negara jika dilakukan amandemen, Lukman menegaskan jika ke depan semua pihak harus menyadarkan jika yang menjadi panglima itu adalah konstitusi. “Jadi, supremasi hukum yang mesti ditegakkan, bukan supremasi MPR RI,” ujarnya.
Demikian pula lanjut Lukman, ketika banyak adanya usulan agar Pilkada dikembalikan ke DPRD, karena banyak konflik dan politik uang, hal itu bukan karena sistemnya yang harus dirubah, melainkan dampak atau ekses-eksesnya yang harus diatasi. “Memang kalau dikembalikan ke DPRD tak akan terjadi politik uang? Malah bisa lebih besar. Jadi, kita jangan mudah merubah-rubah sistem sebelum benar-benar melalui kajian yang mendalam,” pungkasnya. (am/gardo)