JAKARTA – Menyikapi berbagai kasus penghulu nikah yang menerima transport dalam menikahkan warga, karena di luar jam kerja dinas seperti di hari Sabtu dan Minggu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kementerian Agama (Kemenag) RI akhirnya sepakat jika transport atau amplop yang diberikan itu sebagai gratifikasi. Karena itu, gratifikasi itu harus dilaporkan ke KPK.
“KPK-Kemenag RI sepakat jika seorang penghulu yang menerima amplop atau transport dari pihak yang menikah merupakan gratifikasi. Karena itu, penghulu tersebut wajib melaporkan penerimaan itu kepada KPK. Hal itu dirumuskan dalam rapat antara KPK, Kemenag RI, dan Kementerian Keuangan di kantor KPK,” kata Direktur Gratifikasi KPK Giri Supradiono, pada wartawan di kantor KPK Jakarta, Rabu (18/12/2013).
Masalah amplop penghulu tersebut menurut Giri, menjadi isu terkini yang dibahas dalam rapat antara tiga lembaga tersebut. Dalam rapat itu, kata Giri, dirumuskan sejumlah keputusan.
“Praktik penerimaan honor, tanda terima kasih, atau pengganti uang transport dalam pencatatan nikah adalah gratifikasi sebagaimana dalam pasal 12B Undang-Undang Pemberantasan Tipikor,” jelasnya.
Menurut Giri, setiap penerimaan gratifikasi yang diterima penghulu harus dilaporkan kepada KPK. “Untuk memudahkan pelaporan, nanti akan diatur mekanismenya. Bahwa penerimaan gratifikasi untuk penghulu disebabkan keterbatasan anggaran di Kantor Urusan Agama (KUA) sendiri,” tambahnya.
Dikatakan, anggaran operasional di KUA hanya Rp 2 juta per bulan. Anggaran itu baru akan ditambah pada 2014 menjadi Rp 3 juta per bulan. “Namun anggaran tersebut tetap tak mencukupi untuk menutup transport penghulu,” ujar Giri.
Oleh sebab itu kata Giri, biaya operasional pencatatan di luar kantor dan di luar jam dinas kantor akan dibebankan ke APBN. “Itu perlu mengubah Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 7 Tahun 2004 selambat-lambatnya 2014., sambil menunggu peraturan yang baru dari Kemenag RI, yang akan mengeluarkan Peraturan Menteri (Permen),” pungkas Giri. (am/gardo)