JAKARTA – Menyusul operasi tertangkap tangannya (OTT) Direktur PT A’An yaitu Lusita Ani Razak (LAR) bersama Kepala Kejaksaan Praya NTB Subri (SUB), oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kejaksaan RI pada Sabtu (14/12/2013) lalu, di Praya NTB terkait kasus suap pemalsuan sertifikasi tanah, dan kemudian menyeret Ketua Pengarah, Ketua Penasihat, Ketua Bappilu DPP Hanura, Bambang W Soeharto, maka Ketua Umum DPP Partai Hanura Wiranto memberhentikan yang bersangkutan agar fokus menghadapi kasus hukum tersebut.
“Setelah mendapat keterangan langsung dari Bambang W Soeharto, memang benar dia sebagai Ketua Dewan penasihat, Ketua Dewan Pengarah, dan Pendiri Hanura, juga Direktur Utama PT A’AN untuk pembangunan property di NTB, dan benar PT A’AN tersangkut kasus suap tanah dengan jaksa Subri, tapi dalam kegiatannya semua itu tak terkait sama sekali dengan Hanura. Namun, Pak Bambang saya berhentikan untuk menghadapi proses hukum,” tandas Wiranto pada wartawan di Gedung DPR/MPR RI Jakarta, Selasa (17/12/2013).
Menurut Wiranto jabatan Bambang tersebut, bukan jabatan struktural, tapi di luar struktur partai. Dan, dalam keterangannya, Bambang menegaskan jika dirinya tidak merasa memberi perintah, restu, dan tidak mengetahui adanya suap atau gratifikasi yang dilakukan oleh Lusi pada jaksa tersebut. “Tapi, kami minta ketidakterlibatan Bambang itu dibuktikan melalui proses hukum yang berlaku,” tambah Capres Hanura itu.
Oleh sebab itu, agar dalam menghadapi proses hukum itu lancar, maka Hanura menonaktifkan Bambang dari kepengurusan Hanura. “Jadi, Pimpinan Bappilu saya ambil-alih sendiri, sedangkan untuk jabatan penasihat Hanura, saya tunjuk Pak Soebagiyo HS untuk menggantikan posisi Pak Bambang itu. Dengan begitu, maka tak akan ada tafsir macam-macam soal Bambang dan suap jaksa itu,” ujarnya.
Sebelumnya KPK telah merilis hasil operasi tangkap tangan terhadap jaksa Subri (S) dan seorang wanita Lusita Ani Razak (LAR) yang diketahui dari swasta. Keduanya ditangkap di salah satu kamar hotel di wilayah Senggigi, Lombok Barat, NTB. Pada saat itu kata Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto, penangkapan keduanya sedang berada di kamar hotel. Keduanya ditangkap sekitar pukul 19:15 WITA, Sabtu (14/12) malam.
Menurut Bambang, penangkapan itu terkait dugaan suap pengurusan perkara tanah, yang ditangani pihak Kejaksaan negeri kabupaten Praya. “Pengurusan perkara pidana umum pemalsuan dokumen sertifikat tanah di kab. Lombok Tengah,” katanya Minggu (15/12/2013). Dalam operasi tersebut, KPK juga mengamankan sejumlah barang bukti, diantara lembaran mata uang asing dan rupiah.
Pada saat penangkapan keduanya di kamar hotel, didapati sejumlah uang dalam bentuk USD dan rupiah. Dalam USD pecahan lembaran 100 dolar dengan total 16 ribu atau dirupiahkan 160 juta dan uang rupiah pecahan 100 ribu, 50 ribu, dan dua puluh ribu. Total semuanya sekitar Rp 220 juta. (am/gardo)