JAKARTA, DPR menjamin dengan RUU Kesehatan Jiwa akan memberikan pelayanan kesehatan jiwa secara komprehensif mulai dari proses janin di dalam kandungan, bayi, balita, anak-anak, remaja, orang tua hingga manula. RUU ini telah disampaikan Pimpinan DPR kepada Presiden untuk dibahas bersama Pemerintah dengan DPR.
Komisi IX DPR telah mengagendakan Raker pertama membahas RUU Kesehatan Jiwa dengan Menkes dan perwakilan pemerintah tanggal 18 Desember. Dalam raker tersebut diharapkan dapat menyepakati jadwal pembahasan dan juga deadline penyerahan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) dari Pemerintah.
“Komisi IX berharap DIM dapat diserahkan Pemerintah pada bulan Januari 2014 dan selanjutnya akan segera dibahas bersama antara pemerintah dengan DPR,” tegas Wakil Ketua Komisi IX DPR Nova Riyanti Yusuf di Jakarta, Kamis (12/12).
Menurut Nova yang juga Ketua Panitia Kerja (Panja) RUU Kesehatan Jiwa, Presiden SBY bulan November lalu sudah menurunkan amanat presiden (ampres) kepada empat menteri yakni Menteri Kesehatan, Menteri Sosial, Mendagri dan Menkumham. Kemudian Ampres ini dibawa ke rapat Badan Musyawarah (Bamus) dan diputuskan yang membahas adalah Komisi IX DPR. Selanjutnya tinggal membahas dengan pemerintah sebagai tahap terakhir sebelum RUU disetujui DPR untuk disahkan menjadi undang-undang.
Proses penyusunan RUU cukup panjang, diantaranya penyamaan persepsi tentang kesehatan jiwa untuk di mean-stream-kan karena merupakan isu terpinggirkan dan dianggap tidak penting dan banyak sekali stigma karena ketidakpahaman. Pada Juli 2012 ditetapkan RUU ini dalam tambahan RUU Prioritas dalam Sidang paripurna DPR.
Selain itu lanjut Nova, praktik-praktik pelanggaran HAM yang luar biasa ada sekitar 20 ribu kasus pasung dari Menkes tetapi data dari RS jiwa Lawang pemasungan pasien gangguan jiwa di seluruh Indonesia mencapai 30 ribu. “ Urgensi untuk membenahi pelanggaran HAM ini banyak yang muncul, meski tidak bisa bicara tematis bebas pasung saja menyangkut masalah-masalah lain,” katanya.
Dengan adanya UU Kesehatan Jiwa diharapkan akan memperbaiki masalah dari hulu ke hilir terhadap pasien gangguan jiwa termasuk orang dengan masalah kejiwaan yang belum terdiagnose gangguan jiwa. Selama ini hanya melihat fenomena, sedangkan gejala yang muncul banyak pembunuhan, tawuran, kekerasan lain. “ Ini semua kalau kita diam saja seolah tidak ada masalah, padahal keresahan itu terjadi di kalangan masyarakat. Kalau DPR tidak memikirkan masalah ini dalam rumusan UU, lalu siapa lagi yang memikirkannya,” ucap Nova.
Sejauh Nova menilai, UU yang baik adalah masyarakat tidak perlu tahu adanya UU tersebut, tetapi merasakan manfaatnya. Seperti di AS ada UU Kesehatan Jiwa yang menangani masalah veteran, karena banyak orang mengalami gangguan akibat perang. Masyarakat banyak tidak tahu adanya UU tersebut tetapi merasakan kalau seorang veteran mengalami gangguan jiwa, fasilitas berobatnya sudah tersedia.
“Terpenting lagi pada saat UU diberlakukan, kalau terjadi hal-hal yang berkaitan dengan UU Kesehatan Jiwa, masyarakat terlindungi. Saya sederhana saja. Agenda besar saya, kalau UU ini benar-benar diimplementasikan, maka generasi penerus bangsa bisa diselamatkan,” tambahnya.
Jadi, kata Nova, UU Kesehatan Jiwa bukan hanya menyangkut gangguan jiwa saja. Berdasarkan data, hanya 10% orang berangkat ke fasilitas pelayanan kesehatan jiwa, sementara 90% tidak tahu mau kemana sehingga tidak terdeteksi . Diharapkan pada saat UU diberlakukan, peraturan pelaksaannya dikeluarkan dan masyarakat merasakan manfaatnya. UU ini memang tidak populer, tetapi yang penting manfaatnya.
Ditanya mengenai kendala dalam pembahasan RUU ini, ia menyebutkan, selain sudah masuk tahun politik, tetapi juga pada Januari 2014 sudah mulai masa kampanye calon legislatif (caleg) sehingga sulit untuk terpenuhinya kuorum rapat. Meski demikian, Nova menyatakan tidak pesimis setelah pemilu bulan April masih ada waktu sampai akhir masa jabatan. “ Saya rasa satu kali masa sidang, pembahasan bisa selesai,” ujarnya.
Selain RUU Kesehatan Jiwa, Komisi IX juga bertekad mempersembahkan dua RUU yang lain yaitu RUU Keperawatan dan RUU Tenaga Kesehatan. (am/gardo)