SEJARAH baru telah ditorehkan organisasi massa Islam Al Jam’iyatul Washliyah (Al Washliyah). Setelah 27 tahun hijrah dari kota kelahirannya Medan Sumatera Utara menuju Ibukota Jakarta, akhirnya organisasi ini memiliki setapak tanah untuk dibangun kantor pengurus besarnya di tanah Betawi ini. Peresmian pembangunan kantor PB Al Washliyah dilakukan tepat di hari kelahirannya pada Sabtu 30 November 2013. Pencanangan tersebut dilakukan dengan meletakan batu pertama pembangunan kantor PB Al Washliyah.
Seluruh pengurus yang hadir terharu dengan dimulainya pembangunan kantor organisasi yang dicintainya itu. Tidak tanggung-tanggung, lima pimpinan wilayah dan tiga pimpinan perguruan tinggi Al Washliyah turut hadir dan ikut meletakan batu pertama pembangunan. Setidaknya kelima PW dan pimpinan perguruan tinggi dapat mewakili warga Al Washliyah yang tidak bisa hadir dalam acara bersejarah tersebut. Pimpinan Wilayah Al Washliyah yang hadir adalah Sumut, Kepulauan Riau, Banten, Jawa Barat dan DKI Jakarta, Rektor UMN Al Washliyah, Rektor Univa Labuhan Batu serta Ketua STIE Al Washliyah Sibolga. Mereka tidak hanya menyaksikan momen bersejarah ini tetapi turut meletakan batu di tanah tersebut. Sementara unsur organisasi bahagian diwakili oleh Muslimat, GPA, APA dan IGDA.
Mengapa ini dianggap sebagai momentum bersejarah? Bagi Al Washliyah ini merupakan suatu hal yang tidak mungkin bisa dilupakan. Setidaknya bagi para pengurus yang telah lama berkecimpung di organisasi ini. Setelah sekian lama, sejak Al Washliyah membulatkan tekad pindah ke Jakarta pada 1986, baru di tahun 2012 ormas Islam cukup tua ini mampu membeli sebidang tanah di bilangan Rawasari, Jakarta Pusat.
Perjuangan untuk memiliki kantor PB Al Washliyah secara definitif merupakan cita-cita para pengurusnya sejak lama. Namun itu semua baru terealisasi di tahun 2012. Tepatnya dua tahun setelah kepengurusan baru PB Al Washliyah hasil Muktamar ke 20 di Jakarta terbentuk. Pembelian tanah untuk kantor Al Washliyah ini berkat jerih payah Ketua Umum Prof. Dr. Muslim Nasution yang tidak kenal lelah. Meski beliau tidak terlalu lama menjadi pimpinan di Al Washliyah namun usaha beliau akan selalu dikenang sepanjang zaman. Ketua umum yang dipilih secara sah melalui muktamar ke 20 itu hanya menjabat tidak lebih dari dua setengah tahun atau setengah dari periode yang harus diembannya. Namun begitu almarhum telah meninggalkan bagi organisasi yang dipimpinnya itu suatu yang sangat berharga. Walau jasadnya telah menyatu dengan bumi namun namanya akan tetap harum sepanjang masa.
Peran Prof. Muslim Nasution dalam hal ini tidaklah sendiri. Kita juga tidak boleh melupakan jerih payah para pengurus yang lain dalam usaha memiliki kantor tersebut baik yang ada di Jakarta maupun yang ada Medan. Namun setidaknnya ketika di tangan Prof. Muslim Nasution organisasi ini mampu memiliki kantor sendiri. Meskipun ketika proses transaksi jual beli dilakukan, almarhum sudah tidak ikut terlibat lagi karena Allah Swt. lebih mencintainya.
Berkat bantuan yang diberikan Pemerintah Provinsi Sumut, akhirnya Al Washliyah dapat membeli sebuah tanah yang diatasnya ada sebuah bangunan semi permanen. Lokasi yang dipilih pun cukup strategis, terletak di bilangan Rawasari, tepatnya di jalan Jenderal Ahmad Yani (By Pass) Jakarta Pusat. Bila pengurus daerah datang ke Jakarta dari Bandara Soekarno Hatta dan ingin menuju kantor PB Al Washliyah maka hanya sekali menggunakan Bus Damri jurusan Rawamangun lalu turun di halte Rawasari, maka tepat di seberangnya terdapat kantor tersebut. Dari sanalah pada pertengahan 2012 denyut nadi Al Washliyah mulai berdetak. Roda organisasi mulai dijalankan dan aktivitas mulai dilanjutkan.
Setelah setahun lebih menempati kantor dengan semi permanen di tanah itu, akhirnya dengan izin Allah Swt. pada November 2013, bertepatan dengan HUT ke 83 Al Washliyah diazamkanlah untuk melakukan peletakan batu pertama pembangunan kantor. Pengurus Besar Al Washliyah memperkirakan dalam waktu setahun gedung kantor Al Washliyah akan berdiri setinggi empat lantai. Gambar gedung tersebutpun sudah disetujui seluruh pengurus dan tinggal menjalankannya saja.
Perjalanan Panjang Memiliki Kantor
Dalam catatan sejarah, sebenarnya organisasi yang berlambang bulan sabit bintang lima ini pernah memiliki kantor yang definitif. Di tahun 1960-an Al Washliyah telah memiliki kantor perwakilan pengurus besarnya di Jakarta dengan membeli bangunan di Kramat Sentiong, Jakarta Pusat. Namun entah bagaimana ceritanya kantor tersebut telah berpindah tangan ke pihak lain. Sejak saat itu Al Washliyah pun tidak mempunyai kantor secara permanen hingga muktamar 1986 dilaksanakan.
Sejak PB Al Washliyah dinyatakan pindah ke Jakarta paska Muktamar Al Washliyah di Asrama Haji Ciliwung, Jakarta Selatan, Al Washliyah belum mempunyai sekretariat. Hasil muktamar ke 16 itu memilih Ketua Umum HM. Ridwan Ibrahim Lubis dan Sekjen H. Aziddin. Di bawah kepemimpinan kedua tokoh ini PB Al Washliyah memulai aktifitasnya dengan berkantor di daerah Tomang, Jakarta Barat. Setelah itu PB Al Washliyah pindah kantor ke jalan Biak, Jakarta Pusat dengan menyewa sebuah rumah toko (ruko). Dari jalan Biak pun organisasi ini harus kembali mengangkat plangnya dan berpidah ke sebuah ruko di jalan Garuda, Jakarta Pusat. Di jalan Garuda ini Al Washliyah sempat menggelar Muktamar ke 17 pada 1992 di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta Timur.
Muktamar Pondok Gede kembali memberikan amanah kepada duet HM. Ridwan Ibrahim Lubis dan H. Aziddin. Beberapa tahun setelah kepengurusan baru terbentuk, organisasi ini harus kembali angkat kaki dari jalan Garuda. Kali ini PB Al Washliyah menyewa sebuah rumah di jalan Kayumanis V Baru Jakarta Timur. Berjarak sekitar 200 meter dari sekolah Al Washliyah Kayumanis yang berdiri pada 1960 yang diprakarsai Letkol Bahruddin Ali.
Tidak beberapa lama kemudian, organisasi yang dilahirkan para pelajar Maktab Islamiyah Tapanuli (MIT) Medan ini kembali harus berpindah tempat. Untuk kesekian-kalinya PB Al Washliyah menempati ruko di jalan Letjen Soeprapto Cempaka Putih, Jakarta Pusat. Di tempat ini Al Washliyah cukup lama berkantor. Muktamar Al Washliyah ke 18 di Pusdiklat Pos, Bandung, Jawa Barat pada 1997 dikerjakan Panitia Muktamar di kantor itu. Muktamar Bandung yang dibuka Wakil Presiden Tri Sutrisno di Istana Wapres menghasilkan Ketua Umum H. Aziddin dan Sekjen HM. Kaoy Syah. Kepengurusan ini selama satu periode berkantor di jalan Letjen Soeprapto.
Kantor PB Al Washliyah di jalan protokol tersebut itu setidaknya pernah melaksanakan dua kali muktamar yaitu muktamar ke 18 di Bandung pada 1997 dan muktamar ke 19 pada 2002 di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta. Muktamar 2002 itu di buka oleh Wakil Presiden Hamzah Haz dan ditutup oleh Menkopolkam Susilo Bambang Yudhoyono. Muktamar menghasilkan ketua umum dan Sekjen yang sama yaitu H. Aziddin dan HM. Kaoy Syah. Di tengah periode Sekjen HM. Kaoy Syah dipanggil Allah Swt dan jabatannya diemban Masyhuril Khamis sampai selesai.
Tidak beberapa lama setelah muktamar ke 19, organisasi ini kembali harus beranjak pindah dari Letjen Soeprapto. Sebelum ditemukan tempat yang baru, PB Al Washliyah sempat berkantor di kediaman ketua umumnya di jalan Bren sampai kemudian menempati sebuah ruko di jalan Howitzer Raya. Selama satu periode Al Washliyah berkantor di tempat ini hingga di gelarnya muktamar ke 20 pada 2010 di Jakarta.
Lokasi muktamar yang dipilihpun kembali Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta Timur. Meski sebelumnya Panitia sempat berencana untuk menggelar muktamar di Manado atau Banten. Namun akhirnya perhelatan akbar itu digelar di Jakarta. Muktamar 2010 ini hampir saja tidak terlaksana. Namun karena tekad yang bulat dan dukungan dari semua pihak, akhirnya muktamar tersebut dapat terlaksana dan sukses. Di muktamar ke 20 ini terpilih Prof. Dr. Muslim sebagai ketua umum. Sebenarnya nama beliau sudah tidak asing bagi kalangan Al Washliyah. Beliau beberapa kali menjabat sebagai Ketua PB Al Washliyah. Bahkan pada muktamar ke 18 di Bandung, guru besar UIN Syarif Hidayatullah ini pernah menjadi calon Ketum PB Al Washliyah bersaing dengan H. Aziddin.
Terpilihnya Muslim Nasution disambut gembira seluruh muktamirin. Beliau terpilih dengan sangat mulus tanpa ada rintangan yang berarti. Tidak sedikit muktamirin meneteskan air mata menyambut terpilihnya ketua umum baru itu. Harapan besar digantungkan pada Ketum yang baru saja terpilih. Harapan untuk mengembalikan nama besar Al Washliyah, harapan membenahi amal ittifaq (pendidikan, dakwah dan amal sosial), harapan memiliki kantor sendiri dan harapan lainnya. Harapan itu pelan-pelan mulai dilaksanakan Prof. Muslim.
Terkait kantor PB Al Washliyah, almarhum Muslim Nasution pernah akan membeli sebuah bangunan berlantai lima di daerah Lebak Bulus, Jakarta Selatan. Namun dengan berbagai pertimbangan akhirnya niat tersebut diurungkan. Selanjutnya Al Washliyah juga akan membeli sebuah ruko di jalan Jenderal DI Panjaitan, Jakarta Timur, ini pun akhirnya dibatalkan. Setelah mencari ke sana ke mari akhirnya diputuskanlah untuk membeli tanah di Rawasari yang diatasnya ada bangunan semi permanen untuk kantor PB Al Washliyah. Ketika melihat kondisi tanah tersebut, almarhum menyetujuinya bahkan sempat memanjatkan doa di atas tanah tersebut. Dan akhirnya tanah itu kini menjadi milik Al Washliyah meski Prof. Dr. Muslim Nasution tidak sempat berkantor di sana. Beberapa saat kemudian beliau pun menghadap Allah Swt. Namun begitu, beliau menghadap Allah setelah menunaikan tugasnya dengan mencarikan tanah yang nantinya sebagai pusat pergerakan organisasi yang dicintainya. Beliau hanya butuh dua tahun saja untuk memenuhi hajatnya, setelah 25 tahun berpindah-pindah tempat dari satu ruko ke ruko lainnya.
Kini tugas almarhum Muslim Nasution akan diteruskan oleh Ketua Umum selanjutnya Yusnar Yusuf. Bila almarhum Muslim Nasution telah mencarikan tanah maka kini tugas ketum dan pengurus selanjutnya untuk mendirikan kantor di tanah tersebut. Semoga tahun depan, insya Allah sesuai dengan harapan maka Al Washliyah telah memiliki kantor sendiri yang permanen. Mari kita doakan, Insya Allah.
Muhammad Razvi Lubis
Penulis adalah Ketua PW Gerakan Pemuda Al Washliyah DKI Jakarta dan Sekretaris KNPI DKI Jakarta