TULISAN ke empat ini adalah tulisan terakhir dari tiga rangkaian tulisan sebelumnya dalam rangka memeriahkan HUT ke-83 Al Washliyah yang sudah diambang pintu. Dalam kesempatan ini ingin melihat apakah Al Washliyah saat ini sudah dapat ditampilkan di forum nasional dan internasional untuk mengemban tugas sesuai misi Al washliyah menjadi juru damai (washilah).
Indonesia dan dunia saat ini menanti lebih banyak lagi kehadiran orang-orang yang dapat menjadi juru damai untuk mendamaikan dan menenteramkan masyarakat di Indonesia dan di dunia. Indonesia yang berpenduduk muslim terbesar di dunia sudah dinanti kehadirannya di panggung dunia untuk memimpin abad kebangkitan Islam. Di sisi lain pada awal abad ke 21 ini cenderung terjadi di dunia, di mana manusia yang satu dengan lainnya termasuk sesama umat Islam saling berkelahi, bertengkar, mencari-cari kesalahan, saling mencurigai dan saling melemahkan, bahkan masih ada yang berperang.
Keadaan buruk yang terjadi saat ini dapat mengakibatkan perpecahan, kerusuhan yang menimbulkan kerugian besar. Keadaan ini terjadi baik di dalam interen umat Islam maupun antar umat beragama dan diantaranya terjadi pula antar umat beragama dengan pemerintah.
Mengapa Terjadi Perpecahan?
Di Indonesia, sudah sering kita saksikan dengan langsung maupun melalui pemberitaan yang cepat dari berbagai media, terjadi perpecahan di kalangan umat beragama, kadang terjadi antar sesama umat Islam, padahal agama Islam itu satu, Tuhannya satu, Nabinya sama, Kitabnya sama, Kiblatnya sama yaitu ke Ka’bah.
Perpecahan itu terasa semakin besar, setelah dimasuki oleh kepentingan politik tertentu yang memanfaatkannya untuk mengambil keuntungan dalam suasana kacau tersebut, di antaranya untuk kepentingan kekuasaan, ekonomi, budaya dan sekuriti. Akibat dari perpecahan itu, timbul kerugian besar terhadap harta benda, kerusakan fisik dan kehilangan jiwa, merusak kehormatan dan nilai-nilai yang baik, serta adat istiadat yang dijunjung tinggi oleh masyarakat yang beradab.
Kalau keadaan ini dibiarkan terus menerus, dunia akan semakin kacau, manusia tidak dapat hidup tenang, selalu ada kegaduhan, sehingga orang patut bertanya, kemana arah kemajuan yang dicapai oleh dunia saat ini dan untuk apa kemajuan itu semua?.
Berdiskusi Dengan Methode Debat
Dahulu untuk menyelesaikan masalah antar umat beragama diadakan diskusi, selalu menggunakan methode debat, yaitu dengan mempertemukan dua atau beberapa tokoh agama yang berbeda. Debat berlangsung dengan disaksikan oleh orang banyak dan sering ditayangkan di TV atau sekarang juga di Youtube dan direkam di VCD.
Methode debat ini kelihatannya belum menyelesaikan masalah, bahkan kecenderugannya masing-masing pihak berusaha untuk mencari-cari kesalahan dan kelemahan dari pihak lawannya dan memperkuat dalil kebenaran terhadap agama yang diyakininya masing-masing.
Dari perdebatan tersebut, bagi pihak yang merasa lemah tidak dapat lebih kuat memberikan landasan dan dalil, meskipun merasa kalah, namun tidak akan mau beralih agama ke agama lain, malah cenderung marah karena merasa dipermalukan di depan umum. Akibat lain, mereka bertambah tidak suka kepada pihak lawannya yang dapat memenangkan perdebatan.
Kelompok yang merasa kalah, sering berusaha untuk mempelajari agama lawannya dari orang seagamanya, atau orang yang salah yang cenderung mengajarkan agama itu dapat menimbulkan rasa marah dan emosi yang berlebihan. Hasilnya bertambah runyam, karena bisa mengarah kepada dendam dan tindakan kekerasan.
Berdiskusi Menggunakan Methode Dialog
Belakangan ini, di berbagai belahan dunia, khususnya Indonesia, masyarakat maupun pemerintah lebih cenderung menggunakan methode dialog antar umat beragama, yang dikenal dengan istilah populernya “interfaith dialogue” yaitu dialog antar keyakinan atau penyelesaian damai tanpa politik.
Dalam interfaith dialogue ini, berbeda dengan perdebatan, dimana masing-masing tokoh agama ditemukan dalam satu forum umat beragama, dihadiri orang banyak, lalu masing-masing tokoh diberi kesempatan untuk menjelaskan ajaran agamanya tanpa tekanan, dengan tidak menyinggung kelemahan agama lainnya.
Dari dialog ini diharapkan akan timbul saling pengertian, saling memahami dan bertoleransi terhadap masing-masing agama. Dengan demikian akan lahir perdamaian dan dapat duduk bersama di dalam perbedaan. Kalau sudah demikian akan dihasilkan suatu perdamaian yang menimbulkan rasa ketenteraman. Jika sudah terjadi damai, diharapkan akan timbul rasa hormat, tidak saling mencampuri urusan interen agama masing-masing, dan tidak saling menjatuhkan dan merendahkan serta melakukan pemaksaan.
Jika ada pihak yang tidak mau duduk bersama berdialog, maka dia tidak dapat menjelaskan dengan sebenarnya bagaimana sesungguhnya penjelasan tentang ajaran agama yang dianutnya, sehingga pihak lain sering mendapatkan penjelasan dari orang yang salah yang tidak memahami dan kadang mendapat info dari orang yang tidak suka, hasilnya timbul kebencian dan kemarahan yang tidak berdasar.
Selain antar umat beragama, akhir- akhir ini di Indonesia maupun di dunia, ada kecenderungan terjadi perpecahan antar intern umat Islam, di antaranya karena berbeda beda cara pandangnya dalam menafsirkan ajaran Islam, sehingga perbedaan itu membentuk komunitas masing-masing. Perbedaan itu akan lebih besar jurang pemisahnya, jika sudah diikuti dengan kepentingan politik penguasa yang ingin mempertahankan kelanggengan kekuasaannya sehingga ia ikut mendanai gerakan tertentu.
Perpecahan itu diantaranya sudah menjurus kepada tindak kriminal, saling membakar rumah ibadah, saling membunuh, kadang saling mengkafirkan karena melibatkan orang-orang yang rendah pemahaman agamanya, sehingga yang muncul emosi dan antipati serta rasa dendam.
Kiranya di zaman ini sudah perlu dilakukan dialog, bukan debat, antar interen umat Islam agar tumbuh saling pegertian dan saling menghormati agar hidup rukun dan damai di dalam perbedaan terutama dalam hal-hal yang bersifat furu’iyah.
Bukankah umat Islam itu sudah dipersaudarakan Allah di dalam Islam, dan tugas kita mendamaikan di antara saudara kita itu, agar mendapat rahmat dari Allah. Demikian juga antar manusia dijadikan bersuku suku dan berbangsa-bangsa, untuk saling kenal mengenal. (Lihat Qur’an Surat Al Hujarat ayat 10 sd 13).
Peran Al Washliyah Sebagai Juru Damai
Al Washliyah sesuai dengan misinya yang terpatri pada namanya, sebagai juru damai, mestinya tampil untuk mendamaikan. Kalau dahulu Al Washliyah tampil terdepan dalam mendamaikan terjadinya perselisihan antara kaum tua dan kaum muda, tentu sekarang harus tampil juga terdepan memainkan peranan untuk mendamaikan perselisihan antar umat Islam yang sudah semakin banyak alirannya, dan antar umat Islam dengan agama lain, di dalam dan di luar negeri.
Untuk bisa tampil sebagai mediator tingkat lokal dan dunia, tentu harus memiliki persyaratan yang cukup, sekurang-kurangnya sebagai berikut;
1.Menguasai ilmu agama Islam di berbagai bidang sebanyak mungkin dan menguasai ilmu perbandingan mazhab serta aliran-aliran di dalam Islam.
2. Menguasai ilmu perbandingan agama dan perpolitikan di dalam kelompok-kelompok komunitas Islam dan agama lain di dunia yang terjadi sejak dahulu hingga saat ini.
3.Menguasai sekurang-kurangnya ilmu bahasa Arab dan Inggris dengan baik sampai dapat memahami, membuat tulisan dan berpidato dengan bahasa tersebut.
4.Menumbuhkan kepercayaan kepada masyarakat secara nasional dan internasional bahwa Al Washliyah memiliki SDM yang baik, dapat tampil di forum nasional dan internasional untuk menjadi juru damai.
Dengan kemampuan SDM Al Washliyah yang dapat ditampilkan di forum nasional dan international, khususnya dalam hal mendamaikan masyarakat di dunia, maka eksistensi Al Washliyah akan kembali berperan dengan baik.
Usia Al Washliyah 17 tahun lagi sudah mencapai satu abad, tugas besar sudah menanti, siapa di antara pemimpin dan anggotanya yang akan tampil untuk menjadi juru damai dunia?, Bersiaplah, keberadaan anda ditunggu. Selamat Ulang Tahun ke-83 Al Washliyah. Hiduplah Washliyah zaman berzaman.
(H.Abdul Mun`im Ritonga SH.MH/selesai).