JAKARTA – Salah satu kondisi umum birokrasi di Indonesia ialah pola pikir yang rule-based,yaitu menghambat kinerja. Anehnya peraturan-peraturan yang menghambat kinerja birokrasi itu tidak segera diubah untuk mempercepat dan meningkatkan penerapan kebijakan reformasi birokrasi itu sendiri. Sehingga tak sejalan dengan Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2004, untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) melalui terbentuknya pemerintahan yang bersih (clean government).
Demikian antara lain intisari rapat kerja gabungan (rakergab) antara Komite I Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dan Panitia Khusus (Pansus) Guru DPD RI yang dipimpin oleh Ketua Komite I DPD Alirman Sori (senator asal Sumatera Barat), bersama Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB) dan Badan Kepegawaian Negara (BKN) di Gedung DPD RI, Jakarta, Kamis (28/11). Menteri PAN-RB Azwar Abubakar yang juga Ketua Tim Reformasi Birokrasi Nasional (TRBN) didampingi Sekretaris Kementerian PAN-RB Tasdik Kinanto, dan Kepala BKN Eko Soetrisno yang juga Ketua Pelaksana Panitia Seleksi Nasional CPNS 2013.
Dalam pengantarnya, Ketua DPD RI Irman Gusman, mengakui persoalan menciptakan birokrasi yang baik dan bersih mempengaruhi pencapaian demokratisasi dan daya saing bangsa. Pelaksanaan reformasi birokrasi selama ini telah memberikan kontribusi yang positif bagi keberhasilan demokratisasi dan daya saing bangsa. “Birokrasi yang makin baik justru mempercepat keberhasilan demokrasi dan daya saing bangsa,” ujarnya.
Kementerian PAN-RB Azwar Abubakar menganalisa kondisi umum birokrasi di Indonesia yang memiliki organisasi yang gemuk, peraturan perundang-undangan overlapping, sumberdaya manusia (SDM) aparatur tidak kompeten, kewenangan yang tumpang-tindih, pelayanan publik masih buruk, pola pikir rule-based, dan budaya kinerja belum terbentuk. “Dikasih otonomi, otonominya tak jelas, terjadi perebutan kewenangan antara pusat dan daerah. Ada yang kering, nggak mau urus, ada yang basah, rebutan urus,”ujarnya.
Mengenai pola pikir rule-based, Azwar Abubakar mengatakan, “Pokoknya bekerja sesuai dengan aturan. Mau bagus hasilnya, nggak bagus hasilnya, pokoknya bekerja sesuai dengan aturan. Nggak pernah mikirin untuk memperbaiki aturan. Budaya kinerja pun belum terbangun. Masih hasil, manfaat belum; masih output, outcome belum.”
Pada Hakikatnya, reformasi birokrasi adalah proses pembaharuan dalam tubuh birokrasi yang bertahap dan berlanjut melalui langkah-langkah mendasar, komprehensif, dan sistemik sehingga tujuan dan sasarannya tercapai. Tujuan dan sasarannya ialah pemerintahan terbuka berbasis information technology (IT), pemerintahan partisipatif dan melayani, SDM aparatur yang kompeten dan kompetitif, serta pemerintahan yang efektif dan efisien. Muaranya: birokrasi yang bersih dari korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN), akuntabel dan berkinerja, serta pelayanan publik yang prima.
Menurut Azwar Abubakar, untuk mencapai tujuan dan sasaran itu Pemerintah menetapkan Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025 dan Peraturan Menteri PAN-RB Nomor 20 Tahun 2010 tentang Road Map Reformasi Birokrasi 2010-2014, serta beberapa pedoman pelaksanaannya. Katanya, “Strategi reformasi birokrasi nasional berdasarkan grand design reformasi birokrasi 2010-2025, road map reformasi birokrasi 2010-2014, dan beberapa pedoman pelaksanaannya.”
Strategi reformasi birokrasi pada tingkat nasional (makro) dan instansional (mikro). Makro menyangkut regulasi, yaitu Rancangan Undang-Undang (RUU) Aparatur Sipil Negara, RUU Administrasi Pemerintahan, dan RUU Sistem Pengawasan Internal Pemerintah), serta 9 Program Percepatan Reformasi Birokrasi (penataan struktur organisasi pemerintah, penataan jumlah dan distribusi PNS, pengembangan sistem seleksi dan promosi terbuka, peningkatan profesionalisasi PNS, pengembangan sistem pemerintahan elektronik terintegrasi, peningkatan pelayanan publik, peningkatan integritas dan akuntabilitas kinerja aparatur, peningkatan kesejahteraan pegawai negeri, serta peningkatan efisiensi belanja aparatur). Sedangkan mikro menyangkut program/kegiatan “8 Area Perubahan”.
Fondasi hukum reformasi birokrasi ialah Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, RUU Aparatur Sipil Negara, RUU Administrasi Pemerintah, dan RUU Sistem Pengawasan Intern Pemerintah.
Pemerintah pun melaksanakan transformasi pendekatan kebijakan dan managemen aparatur sipil negara [administrasi kepegawaian (2013), managemen SDM (2020), pengembangan potensi human capital (2025)]; dan transformasi sistem kebijakan dan managemen aparatur sipil negara [closed career system (2013), open career system (2015), open system (2025)].
Transformasi birokrasi tersebut hingga tahun 2025, yaitu mengubah rule-based bureaucracy sebagai ciri birokrasi era tahun 2013, menuju performance-based bureaucracy sebagai ciri birokrasi era tahun 2015, dan dynamic governance sebagai ciri birokrasi era tahun 2025. Rule-based bureaucracy menyangkut activity-based; performance-based bureaucracy menyangkut output-based dan outcome-based, sedangkan dynamic governance (sensitif terhadap perubahan, pemikiran 10 tahun). Targetnya ialah birokrasi yang memiliki capability, yaitu thinking ahead, thinking cross, dan thinking again.
“Sekarang ini masih rumit. Kenapa ada SKCK (Surat Keterangan Catatan Kepolisian)? Peraturan. Manfaatnya apa? Nggak penting. Kenapa harus ada kartu kuning? Peraturan. Manfaatnya apa? Nggak jelas. Ke depan birokrasi harus performance-based bureaucracy, dan dynamic governance. Singapura sudah dynamic governance, mereka berpikir 10 tahun ke depan,” pungkas Azwar Abubakar. (am/gardo)