JAKARTA, Anggota DPD RI Poppy Darsono menegaskan terjadinya penyadapan Indonesia oleh Australia akhir-akhir ini akibat sudah menjadi anktek bodoh pasar bebas, dan lemahnya pemimpin bangsa ini. Di mana kita terus dikontrol oleh asing dan bukannya kita yang mengontrol pasar bebas itu sendiri. Karena itu, ke depan dibutuhkan pemimpin yang progressif yang mampu menjaga NKRI berserta kekayaan alamnya untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
“Indonesia ini kaya raya, dan ibarat gadis cantik yang diincar oleh banyak negara di dunia. Tapi, kita tak bisa menjaga kekayaan alam itu dan malah banyak dikuasai oleh asing, sehingga sulit menjadi negara yang berdaulat dan bermartabat secara politik, ekonomi, maupun budaya. Kita terancam kehilangan identitas, sehingga juga mudah disadap,” tegas Poppy Darsono dalam dialog ‘Menakar hubungan Indonesia-Australia pasca penyadapan’ bersama Peneliti LIPI Jaleswari Pramodhawardani, dan anggota Komisi I DPR RI Tantowi Yahya di Gedung DPD RI Jakarta, Rabu (27/11/2013).
Menurut Poppy, sebesar Rp 20 ribu triliun per tahun yang diperoleh dari 178 juta hektar hutan Indonesia, dan itu jauh lebih tinggi dari APBN yang Rp 1.800 trliun. Untuk itu, dari kekyaan hutan saja sangat besar, maka wajar kalau asing terutama Amerika, Australia, Singapura dan negara lain selalu mengincar Indonesia. “Hanya saja kita tak mampu menjaga kekayaan yang melimpah itu untuk kepentingan rakyat,” ujarnya.
Dengan begitu kata Poppy, Indoensia harus memiliki peralatan lebih canggih agar tak mudah disadap, dan mampu menjaga kekayaan negara ini, dan bisa memnayar utang luar negeri yang mencapai Rp 171 trliun. Tapi, faktanya insfrastruktur pertanian saja hancur, para petani harus membayar Rp 2 juta per tiga bulan untuk mengairi sawah. Sementara di sekitarnya ada industri asing, yang bisa menyodot ribuan liter air per detik. “Jadi, kita harus bisa memimpin dan berani melakukan renegosiasi Migas, kita jangan menjadi pemimpin yang goblok,” ungkapnya kecewa.
Sayangnya lanjut Poppy, bangsa ini hanya mudah marah dan berbicara seenaknya. Mengapa? Karena rakyat ini baru disebut rahasia kalau menyangkut kepentingan pribadi, tapi untuk kepentingan nasional, maka tak ada yang rahasia. “Ditambah lagi kerja kita serba impor, dan serba asing, jadi kondisi ini sangat kronis dan sudah keluar dari cita-cita politik bangsa ini,” tambahnya.
Karena itu kata Poppy, soal pemanggilan Kedubes Singapura dan Malaysia yang juga melakukan penyadapan, itu hanya basa-basi diplomasi politik pencitraan. “Itu bisa untuk kepentingan pribadi, yang penting kantong tebal, dan terbukti kita sudah menjadi antek pasar bebas yang bodoh. Kalau ini dibiarkan, maka NKRI bisa selamat tinggal,” pungkasnya. (am/gardo)