JAKARTA – Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggaraa Pemilu (DKPP) Jimly Asshiddiqie mengajak kepada para akademisi perguruan tinggi untuk menyebarkan kode etik dan sistem etika. Lebih jauh lagi, dia berharap para akademisi mengembangkan riset persoalan etika tidak hanya terkait penyelenggara pemilu namun juga penyelenggara negara.
“Bukan hanya penyelenggara Pemilu yang harus dijaga tapi juga penyelenggara negara perlu dijaga,” katanya saat mengisi sambutan pembukaan dalam acara Sosialisasi Penegakan Kode Etika dan Kerjasama dengan Perguruan Tinggi di Hotel Grand Sahid Jaya, Selasa (26/11/2013)
Penegakan etika dalam bernegara ini tidak lepas dari keprihatinannnya terhadap rendahnya standar moral para penyelenggara negara. “Standar akhlak mulia sudah kacau balau dalam sistem penyelenggaraan negara,” jelas pakar hukum tata negara itu.
Ia mengatakan, pada abad 17 lalu Montesquieu menulis trias politika terkait teori pemisahan kekuasaan. Saat ini yang terjadi pada para penyelenggara negara adalah trias koruptika. “Pencuri eksekutif, pencuri legislatif dan pencuri yudikatif. Semua mencuri. Sudah rusak penyelenggaraan negara ini,” papar mantan ketua Mahkamah Konstitusi itu.
Di lain pihak, kampanye anti korupsi terus digembar-gemborkan. Namun pada kenyataannya tidak ada perubahan sedikit pun. Orang-orang yang keluar masuk penjara bukannya tobat, yang
“Penjara tidak efektif. Penjara tempat school of criminal. Di lain tempat penjara tempat penjualan obat bius,” bebernya.
Untuk itu, melalui forum ini pihaknya ingin sharing. Yaitu bagaimana agar perguruan tinggi ini memainkan peran dalam mengembangkan sistem etika. Etika tidak lagi menjadi buah bibir atau materi hutbah semata melainkan diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari baik dalam sosial maupun bernegara. (rizal)