JAKARTA – Penyadapan intelijen Australia yang dilakukan kepada pejabat Indonesia merupakan diluar kewenangan Perdana Menteri Tony Abbot. Sebab, penyadapan dilakukan sebelum Abbot menjabat sebagai kepala pemerintahan Australia.
“Abbot menjabat tidak lama, yang menyadap bukan dia. Sama dengan Obama dulu, excuse-nya bukan dia tapi George Bush,” kata Anggota Komisi III Fahri Hamzah di gedung DPR, Rabu (20/11/2013).
Menurutnya, pemerintah Indonesia tidak bisa menyalahkan secara langsung pribadi Abbot. Karena yang kerja, melakukan penyadapan, adalah lembaga intelijennya. Dan, itu terjadi sebelum Abbot terpilih menjadi Perdana Menteri.
Fahri menekankan bahwa intelijen di negara manapun kerjanya bukanlah urusan atau concern publik. Kerja mereka dibalik layar namun sangat menentukan. Hal-hal yang sensitif menyangkut kedaulatan negara, termasuk mencuri data sekalipun, dilakukan secara rapih.
“Kerja intelijen Itu bukan concern publik, intelejen itu memang kerjanya mencuri, masalahnya jangan ketahuan. Sekarang ini Australia tidak bakal mengaku, Presiden harusnya bertanya ke stafnya, bener tidak kita disadap, apa Snowden cuma omong kosong,”
Politisi PKS itu lantas menambahkan bahwa dasar kerja intelijen adalah sekuriti nasional. Menjaga atas nama bangsa dan negara, dan siap melakukan apa saja dilapangan. Tapi, hasilnya tidak untuk dipublish atau konsumsi publik.
“Indonesia juga melakukan hal yang sama terhadap mereka, oleh karena itu asumsi yang ada diantara mereka dan kerahasiaan diantara mereka. Jangan karena twiternya Edward Snowden tiba-tiba kita panik, padahal hubungan Indonesia dan Australia sudah disusun panjang,” katanya. (gardo)