TAHUN BARU Islam 1 Muharam 1435 H jatuh pada hari Selasa tanggal 05 November 2013 berdasarkan ikmal Zulhijah 1434 H. Oleh karena berdasarkan hasil hisab, bahwa ijtimak awal Muharam 1435 H terjadi pada hari Ahad tanggal 03 November 2013 M (bertepatan dengan tanggal 29 Zulhijah 1434 H) pukul 19.49 WIB.
Ketika terjadinya ijtimak, di seluruh Wilayah Indonesia hilal masih berada di bawah ufuk mar`i antara : -040 15’ 55.03’’ s.d -020 48’ 13.86” (belum memenuhi kriteria imkan rukyah 020 di atas ufuk), maka tanggal 1 Muharam 1435 H jatuh pada hari Selasa, 05 November 2013 berdasarkan ikmal.
Dengan masuknya 1435 H, simultan saat itu juga tahun 1434 H telah berlalu dan umat Islam menyongsong masa depan 1435 H. Diberbagai kesibukan masyarakat modern dengan bermacam-macam aktivitas, mungkin tidak terasa waktu satu tahun seakan ditempuh hanya dalam tempo satu bulan. Namun yang menjadi sebuah pertanyaan adalah sejauh mana kita telah memanfaatkan waktu yang terasa semakin singkat dengan nilai-nilai perubahan.
Jika waktu yang sekarang lebih baik dari waktu yang telah berlalu, tentu lah kita termasuk kepada orang yang beruntung. Namun sebaliknya, jika waktu yang kita hadapi sekarang lebih buruk dan tidak menambah keimanan kita kepada Allah swt, tentunya kita termasuk orang-orang yang dalam kategori merugi.
Dalam Alquran surah al-‘Ashr ayat 1-3 Allah berfirman yang artinya : “Demi masa, sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal salih dan nasehat-menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat-menasehati supaya menetapi kesabaran. Ibnu Kasir ketika menafsirkan ayat ini mengatakan “fastusnia min jinsil insan ‘anil khusrani allazina amanu biqulubihim wa ‘amilu as-shalihat bi jawarihim.” Artinya : “maka dikecualikan (tidak termasuk) merugi adalah orang-orang yang beriman hati mereka kepada Allah dan berbuat amal salih.
Memanfaatkan waktu adalah sebuah keharusan. Oleh karena waktu yang telah dilalui tidak akan mungkin untuk kembali lagi, seberapa efisienkah nikmat waktu dan umur panjang yang telah diberikan Allah untuk digunakan di jalan-Nya, dan apa saja yang telah kita lakukan dalam catatan waktu yang telah berlalu tentunya akan kita pertanggungjawabkan di depan mahkamah persidangan Dalam sebuah pepatah Arab mengatakan bahwa waktu ibarat sebuah pedang, jika kita tidak memotongkannya, maka dia sendiri yang akan memotong kita (al-waqtu ka as-sayif iza lam taqtha’hu qatha’aka).
Maksudnya, waktu akan terus berjalan dan usia kita juga akan terus bertambah. Seiring itu pula sebenarnya disadari atau tidak jatah umur manusia menjadi berkurang. Jika kita tidak bisa semaksimal mungkin untuk memanfaatkannya, maka kita akan tergilas dengan roda perjalanan waktu.
Waktu itu akan berlalu sementara kita hanya akan tetap jalan ditempat, tidak melakukan perubahan ke arah yang lebih baik. Begitu pentingnya waktu, sehingga di Barat waktu di istilahkan dengan uang (the time is money). Karena uang sangat mendominasi bagi masyarakat yang cenderung materialistis. Di Jepang seorang karyawan akan dipecat dari pekerjaannya jika didapati tidak disiplin masuk kerja tepat Dalam sejarah Islam sendiri, jika kita bercermin pada para ulama terdahulu yang sangat efisien dalam memanfaatkan waktunya.
Hampir semua usia mereka diabdikan untuk menghasilkan karya-karya yang berguna bagi generasi sesudahnya. Imam Nawawi (w. 676 H) misalnya, yang dengan usia hanya 46 tahun namun sudah menghasilkan 30 judul karya tulis.
Di antara karyanya yang terkenal dalam bidang fikih di antaranya : Majmu’ Syarh al-Muhazzab (21 jilid). Buku ini adalah buku fikih dalam mazhab Imam as-Syafii yang merupakan syarh dari kitab al-Muhazzaz (dua jilid) karya Abu Ishaq as-Syirazi. Buku ini dirujuk para ulama, pemikir, mahasiswa dan para peneliti sesudahnya.
Di berbagai pesantren, pengajian klasik, bahkan lembaga-lembaga fatwa di Indonesia, buku ini dijadikan sebagai salah satu pedoman dalam fikih Syafiiyah. KH. Siradjuddin Abbas dalam bukunya Thabaqatussyafiiyah : Ulama Syafii dan Kitab-kitabnya dari Masa Ke Masa pada hal. Menulis bahwa jika dihitung usia Imam Nawawi dengan hasil karyanya, maka setiap hari dia menghasilkan 4 lembar folio tulisan. Ini adalah sebuah contoh dimana masih banyak lagi para ulama yang menghasilkan karya-karya mereka yang diperuntukkan bagi generasi sesudahnya.
Lalu bagaimana dengan kita, apa karya yang kita tinggalkan untuk umat ini, tentunya itu adalah sebuah tanda tanya dan jawabannya ada bagi seorang Muslim, sudah seyogianya tahun baru Islam 1435 H dijadikan sebagai agen of change (ajang perubahan). Manfaatkanlah waktu sebagai sebuah ladang untuk amal salih sebagai bekal menuju akhirat.
Di tahun baru Hijriah 1435 ini, mari kita tingkatkan keimanan dan ibadah kita kepada Allah, pengetahuan kita tentang agama, dan akhlak kita menjadi lebih baik. Sebab jika kita tidak mampu untuk menjadikan tahun baru Islam sebagai media untuk kita introspeksi diri, bercermin pada masa lalu dan bertekad untuk melalukan perubahan ke arah yang lebih baik, tentunya kita termasuk kepada golongan orang-orang yang merugi. Mungkin di dunia, bahkan sampai pada akhirat.
“Barangsiapa yang harinya sekarang lebih baik daripada kemarin maka dia termasuk orang yang beruntung. barangsiapa yang harinya sama dengan kemarin maka dia adalah orang yang merugi.”
Irwansyah MA
Penulis- Tim Ahli Majelis Hisab Rukyah Pengurus Besar Al Jam’iyatul Washliyah.
Nasrun minallah wa fathun qarib
wabassyiril mukminin
Wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh.