spot_img
BerandaFatwa & KonsultasiIdul Adha Sebagai Refleksi Hidayah dan Taqwa

Idul Adha Sebagai Refleksi Hidayah dan Taqwa

MERAYAKAN ‘Idul Adha bagi yang tidak melaksanakan Ibadah Haji di Makkah yaitu dengan berzikir (Takbir) dengan mebesarkan asma Allah dan menyembelih kurban pada hari Nahar (hari raya Idul Adha) dan hari Tasyrik yaitu 3 hari setelah hari raya Idul Adha meurut Imam Syafi’I, sedangkan menurut Imam Hanafi, Imam Malik dan Imam Ahman bin Hanbal Hari Tasyrik hanya 2 hari setelah hari nahar (Idul Adha).

Umat Islam juga merayakannya dengan bekurban, dimana kurban yang disunnahkan bagi yang mampu untuk merefleksikan akan adanya kepedulian sesama umat, khususnya umat Islam. Kurban merupakan amalan sosial atas dasar nilai-nilai kemanusiaan yang universal baik terhadap kerabat, simiskin, orang yang mampu maupun terhadap agama-agama lainnya.

Disyari’atkannya Idul Adha dan keutamaannya merupakan diantara refleksi nilai hidayah yang dieproleh orang-orang yang beriman. Dalam tulisan ini akan diterangkan makna dan hakikat Hidayah yang sesungguhnya. Dengan hidayah bahwa manusia mampu sebagai umat yang siap menghadapi, berjuang maupun meningkatkan taraf kehidupan diberbagai bidang, yang meliputi dalam tatanan sosial, politik, budaya, ekonomi, tekhnologi, globalisasi, dll. Tanpa hidayah manusia tidak akan mampu mengenal akan hakikat dirinya sebagai makhluk yang lebih sempurna dari makhluk lainnya. Lalu hidayah itu akan terbentuk dengan kemuliaan dan bermartabat jika direfleksikan dengan nilai-nilai ketaqwaan.

Dengan demikian hidayah dan taqwa yang sempurna itu adalah harus diiringi dengan niat ikhlas semata-mata karena Allah Swt yang tidak bercampur dengan ria dan kesyirikan, yang bertujuan agar dapat mencapai dan mewujudkan ibadah dan amal duniawi dalam kehidupan sehari-hari yang bermartabat, etika dan berakhlaqul karimah.

Makna Idul Adha Dan Qurban

‘Idul Adha (عيد الأضحى) yang juga dikenal dengan sebutan hari raya kurban. Allah Swt berfirman di dalam Surah Al Kautsar tentang anjuran untuk berqurban :

إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ  . فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ . إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الأبْتَرُ . (الكوثر : 1-3)
Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah salat karena Tuhanmu dan berkorbanlah.
Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu dialah yang terputus.(QS. Al Kautsar: 1-3)

Berkurban disebut juga dengan Udhiyah (الأضحية) yaitu sebutan untuk penyembelihan pada hari Nahar (hari 1 dan 3 hari tasyriq Idul Adha) dengan niat semata mata karena untuk mendekatkan diri karena Allah Swt (Kitab At Ta’rifat oleh Imam Al Jurjani As Syarif Ali bin Muhammad).

Sedangkan makna Al Kautsar (الْكَوْثَرَ) pada ayat di atas adalah sebuah sungai yang terdapat di dalam syurga. Sungai ini Allah peruntukkan kepada umatnya kelak di syurga. Makna lain dari Al Kautsar adalah kebaikan yang melimpah ruah yang telah Allah berikan kepada umatnya seperti Allah utus para Nabi, Al Qur’an, syafa’at dan segala karunia Allah yang telah diberi kepada hamba-Nya di dunia dan kelah diakhirat (Tafsir Jalalain).

Kurban merupakan amaliyah ibadah umat Islam yang dilakukan pada hari raya Idul Adha. Dengan berkurban akan terwujud adanya kepedulian sosial, antara sesama baik sesama orang yang mampu, orang yang miskin maupun orang-orang yang berbeda agama. Kurban merupakan refleksi taqwa bagi orang yang beriman dalam mengaktualisasikan makna ibadah dari haikat kurban yang sesungguhnya. Dengan berkurban kepedulian seseorang terhadap anak dan keluarga yang telah Allah Swt amanahkan kepada kita yang merupakan warisan, perhiasan kekayaan dan renungan bahwa nikmat dari Allah Swt tersebut harus selalu disyukuri.

Kesyukuran itu harus diselaraskan dengan tanggung jawab kita sebagai kepala keluarga atau pemimpin keluarga untuk dapat mengarahkan anak dan keturunan kita agar dapat mengenal syari’at dan Tuhannya. Kurban mendidik kita untuk peduli akan urusan dunia dan akhirat yang tidak dapat terpisahkan. Jika kedua unsur itu terpisahkan atau tidak ada kepedulian terhadap keduanya, maka kehancuran umat manusia sebagaimana yang telah terjadi pada umat terdahulu dari Nabi Adam as sampai kepada umat Nabi Isa as akan terulang kembali pada zaman sekarang ini (umat Nabi Muhammad Saw).

Kehancuran itu diantaranya adalah tidak ada aturan hubungan antara laki-laki dan wanita, riba meraja lela, pembunuhan, pemerkosaan, perzinahan, hukum rimba, kediktatoran penguasa, raja bak penguasa agung yang maha sempurna. Tatanan kehidupan seperti hukum rimba siapa yang kuat maka merekalah yang merasa berkuasa. Nilai-nilai kemanusiaan akan termarjinalkan sehinga hakikat makna manusia sebagai khalifah dibumi menjadi hancur dan punah.

Kita dapat melihat kembali sejarah peradaban manusia sebelum datangnya agama Islam. Nilai-nilai kultural dan filsafat yang ada dalam peradaban manusia sekalipun belum mampu menjadi tonggak hukum dalam melindungi hak-hak manusia dengan keadilan yang utuh di alam dunia ini. Nilai-nilai kultural dan filsafat peradaban manusia terdahulu belum mampu menyatukan dan menjadi tuntunan yang sempurna dari berbagai kemajemukan umat manusia. Sangat berbeda dengan hukum dan etika yang lahir dari Al Qur’an sangat utuh dan sesuai untuk segala kemajemukan umat manusia, dapat berlaku dalam perubahan masa dan zaman. Tidak terikat dengan kelompok, suku dan tritorial wilayah di muka bumi ini.

Berkurban (Udhhiyah; الأضحية) memberikan dedikasi adanya rasa berbagi sesama untuk saling adanya kepedulian sosial. Dengan berkurban akan dapat membentuk nilai-nilal kultural rumah tangga, masyarakat dan bangsa memiliki rasa tanggung jawab kepedulian. Disamping nilai ibadah yang dicapai secara ruhiyah, nilai ibadah sosial akan menjadi tatanan masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera.

Syari’at berkurban yang dimulai dari sejarah Nabi Ibrahim as dan anaknya Nabi Ismail as. Dengan kemuliaan dan do’a Nabi Ibrahim sehingga sejarah beliau menjadi salah satu contoh anutan bagi umat Nabi Muhammad Saw sampai sekarang ini. Diantara syari’at yang diwariskannya sampai sekarang adalah, sebagaimana Firman Allah Swt:

وَإِذ ابْتَلَى إِبْرَاهِيمَ رَبَّهُ بِكَلِمَاتٍ فَأَتَمَّهُنَّ قَالَ إِنِّي جَاعِلُكَ لِلنَّاسِ إِمَامًا قَالَ وَمِن ذُرِّيَتِي قَالَ لاَ يَنَالُ عَهْدِي الظَّالِمِينَ {124} وَإِذْجَعَلْنَا الْبَيْتَ مَثَابَةً لِّلنَّاسِ وَأَمْنًا وَاتَّخِذُوا مِن مَّقَامِ إِبْرَاهِيمَ مُصَلًّى وَعَهِدْنَآ إِلىَ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ أَن طَهِّرَا بَيْتِيَ لِلطَّائِفِينَ وَالْعَاكِفِينَ وَالرُّكَّعِ السُّجُودِ {البقرة :124-125} .

” 124.Dan (ingatlah), ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya. Allah berfirman: “Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia.” Ibrahim berkata: “(Dan saya mohon juga) dari keturunanku”. Allah berfirman: “Janji-Ku (ini) tidak mengenai orang yang zalim.” 125. Dan (ingatlah), ketika Kami menjadikan rumah itu (Baitullah) tempat berkumpul bagi manusia dan tempat yang aman. Dan jadikanlah sebahagian maqam Ibrahim tempat shalat. Dan telah Kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail: “Bersihkanlah rumah-Ku untuk orang-orang yang thawaf, yang i’tikaf, yang ruku’ dan yang sujud. (QS.Al Baqarah : 124-125)

Hukum berqurban

Di dalam Al Qur’an Allah Swt memerintahkan untuk berkurban :
… فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ . (الكوثر :2)
…. Maka dirikanlah salat karena Tuhanmu dan berkorbanlah..(QS. Al Kautsar: 1-3)

Rasulullah Saw menjelaskan tentang anjuran berkurban :
عن أبي هريرة رضي الله عنه قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : من كان له سعة ولم يضحِّ فلا يقرَبَنَّ مُصلاَّنا (رواه أحمد وإبن ماجة وصححه الحاكم ورجح الأئمة غيره أي غير الحاكم) .

Dari Abi Hurairah ra. Nabi Saw bersabda: “Barang siapa memiliki keluasan rizki (kemampuan), dan ia tidak berkurban, maka janganlah mendekati tempat sholatku ” (HR. Ahmad, Ibnu Majah dan di shaihkan oleh Hakim).

Hadits lain tentang anjuran berkurban :
عن أبي هريرة رضي الله عنه قال, قال النبي صلى الله عليه وسلم: ” كتب عَليَّ النحر ولم يكتب عليكم”.
Nabi Saw bersabda: “Diwajibkan atasku berkurban dan tidak diwajibkan atas kamu” (Subulussalam oleh Imam Shan’ani).

Hukum berkurban berbeda dikalangan pendapat para ulama. Namun para Imam Mujtahid Fikih sepakat berkurban (Udhiyah) adalah anjuran yang disyari’atkan. Imam Hanafi mewajibkan bagi yang memiliki kemampuan untuk berkurban baik yang belum baligh atau sudah baligh (dewasa). Tujuan disyari’atkannya berkurban memiliki tujuan yang satu, yaitu untuk menjadikan diri kita mendekatkan diri semata-mata karena Allah Swt. Hukum berkurban menurut jumhur ulama Madzhab (Imam Malik, Imam Syafi’I dan Imam Ahmad bin Hanbal) adalah sunnah Muakkad (ibadah yang sangat dianjurkan) terkecuali kurban Nazar hukumnya wajib (Minhaj At Thullab, Imam Zakaria Al Anshari, w: 926H).

Hikmah Renungan Dalam Merayakan Idul Adha

Rasulullah mensunnahkan bagi Imam membaca Surah Al Ghasyiyah dalam shalat ‘Id adalah untuk mengingatkan manusia bagaimana kondisi mereka kelak diakhirat, bagi orang-orang yang kafir maupun orang yang beriman. Didalam surah ini juga Allah Swt mengingatkan manusia untuk selalu harus peduli terhadAp alam dan urusan dunia, sejauh mana mereka mampu menggali khazanah alam jagat raya yang telah Allah Swt ciptakan sebagai nikmat dari Tuhan mereka. Disinilah Allah Swt dan Rasul-Nya ingin mengetuk umat manusia harus sadar adanya hari kiamat (akhirat; hari pembalasan yang kekal dan abadi) juga agar manusia tidak melupakan tentang dunianya.

Allah Swt menggambarkan di dalam surah Al Ghasyiyah bagi orang-orang yang mengingkari ajaran-Nya kelak diakhirat:

هَلْ أَتَاكَ حَدِيثُ الْغَاشِيَةِ {1} وُجُوهُُيَوْمَئِذٍ خَاشِعَةٌ {2} عَامِلَةٌ نَّاصِبَةٌ {3} تَصْلَى نَارًاحَامِيَةً {4} تُسْقَى مِنْ عَيْنٍءَانِيَةٍ {5} لَيْسَ لَهُمْ طَعَامٌ إِلاَّ مِن ضَرِيعٍ {6} لاَيُسْمِنُ وَلاَيُغْنِي مِن جُوعٍ {7} (سورة الغاشية : 1-7)

“1. Sudah datangkah kepadamu berita (tentang) hari pembalasan? 2. Banyak muka pada hari itu tunduk terhina, 3. bekerja keras lagi kepayahan, 4. memasuki api yang sangat panas (neraka), 5. diberi minum (dengan air) dari sumber yang sangat panas. 6. Mereka tiada memperoleh makanan selain dari pohon yang berduri, 7. yang tidak menggemukkan dan tidak pula menghilangkan lapar”. (QS. Al Ghasyiyah: 1-7)

Begitu juga tentang kenikmatan surga akhirat yang Allah Swt gambarkan di dalam surah Al Ghasyiyah diantaranya sebagai berikut :
وُجُوهُ ُيَوْمَئِذٍ نَّاعِمَةٌ {8} لِسَعْيِهَا رَاضِيَةٌ {9} فيِ جَنَّةٍ عَالِيَةٍ {10} لاَتَسْمَعُ فِيهَا لاَغِيَةً {11} فِيهَا عَيْنٌُ جَارِيَةٌ {12} فِيهَا سُرُرُُمَّرْفُوعَةٌ {13} وَأَكْوَابٌُ  مَّوْضُوعَةٌ {14} وَنَمَارِقُ مَصْفُوفَةٌ {15} وَزَرَابِيُّ مَبْثُوثَةٌ {16}(سورة الغاشية : 8-16)

” 8. Banyak muka pada hari itu berseri-seri, 9. merasa senang karena usahanya, 10. dalam syurga yang tinggi, 11. tidak kamu dengar di dalamnya perkataan yang tidak berguna. 12. Di dalamnya ada mata air yang mengalir. 13. Di dalamnya ada takhta-takhta yang ditinggikan, 14. dan gelas-gelas yang terletak (di dekatnya), 15. dan bantal-bantal sandaran yang tersusun, 16. dan permadani-permadani yang terhampar”. (QS. Al Ghasyiyah: 8-16)

Allah Swt menyuruh umat manusia untuk berfikir secara filosofis (hikmah) tentang penciptaan hewan, tumbuh-tumbuhan, dunia dan alam jagat raya yang diciptakan oleh Allah Swt. Begitu juga dengan adanya ancaman Allah Swt bagi umat manusia yang mengingkari akan ayat-ayat-Nya. Sebagaimana firman Allah SWT dibawah ini :

أَفَلاَ يَنظُرُونَ إِلىَ اْلإِبِلِ كَيْفَ خُلِقَتْ {17} وَإِلىَ السَّمَآءِ كَيْفَ رُفِعَتْ {18} وَإِلىَ الْجِبَالِ كَيْفَ نُصِبَتْ {19} وَإِلىَ اْلأَرْضِ كَيْفَ سُطِحَتْ {20} فَذَكِّرْ إِنَّمَآأَنتَ مُذَكِّرُُ{21} لَسْتَ عَلَيْهِم بِمُصَيْطِرٍ {22} إِلاَّ مَن تَوَلىَّ وَكَفَرَ {23} فَيُعَذِّبُهُ اللَّهُ الْعَذَابَ اْلأَكْبَرَ {24} إِنَّ إِلَيْنَآ إِيَّابَهُمْ {25} ثُمَّ إِنَّ عَلَيْنَا حِسَابَهُم {26} (سورة الغاشية : 17-26)

“17. Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana dia diciptakan, 18. Dan langit, bagaimana ia ditinggikan? 19. Dan gunung-gunung bagaimana ia ditegakkan? 20. Dan bumi bagaimana ia dihamparkan? 21. Maka berilah peringatan, karena sesungguhnya kamu hanyalah orang yang memberi peringatan. 22. Kamu bukanlah orang yang berkuasa atas mereka, 23. tetapi orang yang berpaling dan kafir, 24. maka Allah akan mengazabnya dengan azab yang besar. 25. Sesungguhnya kepada Kami-lah kembali mereka, 26. kemudian sesungguhnya kewajiban Kami-lah menghisab mereka”.(QS. Al Ghasyiyah: 17-26)

Ayat di atas juga mengingatkan kita kepada kehidupan akhirat, peringatan akan ancaman Allah Swt, anjuran untuk membersihkan jiwa kita secara zahir dan batin. Allah Swt menggambarkan bagi orang-orang kafir hatinya lebih condong dan mengutamakan akan kehidupan dunia, padahal kehidupan akhirat itu lebih baik dan kekal bagi manusia kelak diakhirat.
Hidayah

Hidayah adalah anugerah dari Allah Swt yang sangat vital yang memiliki urgensi sebagai penentu bagi manusia sebagai makhluk yang diciptakan-Nya untuk dapat membedakan baik atau buruknya amal perbuatan didunia. Dengan adanya hidayah yang dianugerahkan oleh Allah Swt agar manusia tidak memiliki alasan kelak di akhirat ketika diminta petanggung jawaban oleh sang Khaliq bahwa manusia itu beralasan belum didatangkan atau belum mendapat hidayah.

Allah Swt berfirman di dalam surah Al A’la ayat: 3, وَالَّذِي قَدَّرَ فَهَدَى (dan yang menentukan kadar masing-masing rizki manusia dan memberi manusia petunjuk.) Begitu juga di dalam surah Thaha ayat 50 Allah Swt berfirman :
قَالَ رَبُّنَا الَّذِي أَعْطَى كُلَّ شَىْءٍ خَلْقَهُ ثُمَّ هَدَى {طه : 50}

“Musa berkata: “Tuhan kami ialah (Tuhan) yang telah memberikan kepada tiap-tiap sesuatu bentuk kejadiannya, kemudian memberinya petunjuk .” (QS. Thaha : 50)

Diantara hidayah yang telah Allah SWT berikan kepada manusia adalah: Akal, wahyu (Al Qur’an), para Nabi dan Rasul (Para Ulama). Jadi hakikat hidayah yang sesungguhnya sebagaimana disebutkan di atas, berarti umat manusia tidak dapat beralasan belum sampai atau belum mendapat hidayah. Sejak manusia diciptakan, Allah Swt telah memberikannya akal. Dengan akal manusia dapat membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Begitu juga dengan Wahyu (Al Qur’an) dan para Nabi dan Rasul merupakan kesaksian bagi umat manusia bahwa mereka telah diutus sebagai pembawa peringatan, kabar gembira dan ajaran-ajaran syari’at Allah Swt. Jika zaman sekarang tidak ada Nabi dan Rasul maka pengganti mereka adalah para ulama yang membawakan ajaran-ajaran syari’at Allah Swt.

Tingkatan hidayah disebutkan didalam kitab Syifa’ Al ‘Alil Fi Masail Al Qadha’ wal Qadar wal Hikmah wa at Ta’lil, Oleh Ibnul Qayyim Al Jauziyah Al Hanbali, w: 751H dan karyabya Prof.Dr. Zaghlul An Najjar “Tafsir Al Ayat Al Kauniah, bahwa  untuk menentukan kemampuan manusia dalam menjalankan petunjuk dan mampu membedakan dari kesesatan ada empat yaitu :

Tingkatan Pertama : Penciptaan manusia (makhluk), persamaan derajat manusia, taqdir dan hidayah yang Allah berikan kepada setiap manusia.Firman Allah Swt menyebutkan didalam surah Al A’la sebagai berikut :

سَبِّحِ اسْمِ رَبِّكَ اْلأَعْلَى . الَّذِي خَلَقَ فَسَوَّى . وَالَّذِي قَدَّرَ فَهَدَى (الأعلى : 1-3)

“1.Sucikanlah nama Tuhanmu Yang Maha Tingi, 2. yang menciptakan, dan menyempurnakan (penciptaan-Nya), 3. dan yang menentukan kadar (masing-masing) dan memberi petunjuk”,(QS. Al A’la : 1-3)

Tingkatan Kedua yaitu hidayah Al Irsyad (kecerdasan) dan hidayah petunjuk Allah Swt kepada orang yang mukallaf yaitu orang yang usianya sudah dewasa yaitu yang mampu membedakan mana yang baik dan yang buruk dan sudah dibebankan kepadanya kewajiban syari’at. Hidayah ini disebut juga dengan adanya para Nabi dan Rasul yang Allah Swt utus sebagai pembawa syari’at kepada umatnya. Dapat juga dikatakan pada zaman sekarang ini yaitu para ulama yang membawa dan mengajarkan akan syari’at Allah Swt. Karena Ulama adalah pewaris para Nabi, sebagaimana Hadits Rasulullah Saw “Al Ulama Waratsatul Anbiya’; Ulama adalah pewaris para Nabi”

Tingkatan Ketiga yaitu hidayah taufiq, ilham yang diberikan Allah Swt kepada manusia. Juga dengan kemampuan manusia dalam melakukan segala kehendaknya. Taufiq ini akan diperoleh bagi orang-orang yang hatinya sudah ada kecenderungan untuk selalu yakin dan ingin mejalankan kewajiban syari’at Islam.

Tingkatan Yang Keempat yaitu adanya Surga dan Neraka, ini adalah hidayah dari Allah Swt. Allah Swt akan memberikan ganjaran kepada manusia bagi yang beriman dan beramal shaleh akan dimasukkan ke syurga dan bagi orang-orang yang ingkar terhadap syari’atNya akan dimasukkan kedalam neraka-Nya kelak dihari kiamat. Sebagaimana firman Allah Swt,

احْشُرُوا الَّذِينَ ظَلَمُوا وَأَزْوَاجَهُمْ وَمَاكَانُوا يَعْبُدُونَ {22} مِن دُونِ اللهِ فَاهْدُوهُمْ إِلَى صِرَاطِ الْجَحِيمِ {الصافات : 23}
“22. (kepada malaikat diperintahkan): “Kumpulkanlah orang-orang yang zalim beserta teman sejawat mereka dan sembahan-sembahan yang selalu mereka sembah, 23. selain Allah; maka tunjukkanlah kepada mereka jalan ke neraka. (QS. As Shaffat : 22-23)

Hidayah yang telah diperoleh manusia seperti akal dan syari’at harus disyukuri dengan ikhlas untuk tunduk dan patuh untuk mempergunakannya dalam kehidupan sehari-hari. Kesungguhan dan keikhlasan dalam melaksanakan perintah Allah tersebut itulah yang dikatakan taqwa. Kemudian Allah memebrikan Taufiq bagi orang-orang yang memiliki niat untuk selalu menuju kepada ketaqwaan. Dengan taufiq Allah Swt tanpa disadari atau tidak disangka-sangka sang hamba memperoleh hidayah yang sebelumnya yang belum ia pikirkan dan rencanakan.

Adapun hidayah yang terakhir adalah balasan Allah Swt kepada manusia kelak diakhirat yaitu syurga bagi orang-orang yang beriman dan neraka bagi orang-orang yang tidak beriman. Dengan hidayah yang telah Allah Swt berikan kepada umat manusia, maka kepedulian terhadap urusan dunia dan akhirat harus dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Sebagaimana Hadits Rasulullah Saw :

عن أنس رضى الله عنه قال , قال النبي صلى الله عليه وسلم : أصلحوا  دنياكم, واعملوا لآخرتكم كأنكم تموتون غدا (رواه الديلمي)

Dari Anas ra, Nabi Saw bersabda: “Reformasilah segala urusan duniamu, dan beramallah untuk akhiratmu, seakan kamu mati esok” (HR. Ad Dailami)

عن أنس رضي الله عنه قال , قال النبي صلى الله عليه وسلم : أعظم الناس همًّا , المؤمن يهتم بأمر دنياه وأمر آخرته (رواه إبن ماجة) .
Dari Anas ra, Nabi Saw bersabda : Manusia agung yang peduli itu adalah orang yang beiman yang peduli terhadap segala urusan dunianya dan peduli terhadap segala urusan akhiratnya (agamanya). (HR. Ibnu Majah).

Maka tinggi rendahnya amal dan usaha manusia baik dalam urusan dunia dan akhirat, ditentukan oleh usahanya sendiri. Jika baik SDM dan kreasi manusia dalam mereformasi dunianya, maka ia akan memperoleh dari hasil usahanya tersebut, begitu juga tentang amal akhiratnya. Sebagaimana firman Allah Swt,

وَلِكُلٍّ دَرَجَاتٌ مِّمَّا عَمِلُوا وَمَارَبُّكَ بِغَافِلٍ عَمَّا يَعْمَلُونَ {الأنعام : 132}

“Dan masing-masing orang memperoleh derajat-derajat (seimbang) dengan apa yang dikerjakannya. Dan Tuhanmu tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan.” (QS. Al An’am : 132).

Di dalam Qur’an sangat banyak kita jumpai kata-kata “Amanu dan ‘Amilu As Shalihat” yaitu “Keimanan dan perbuatan-perbuatan yang shalih”. “‘Amilu As Shalihat” adalah segala amal usaha yang baik dan bermanfaat untuk kemaslahatan umat manusia sama ada yang berkaitan tentang masalah akhirat ataupun masalah keduniaan. Perkara dunia yang shalihat adalah segala urusan dan kreasi umat manusia yang terus berkembang yang dapat membawa kepada kemaslahatan keluarga, masyarakat, negara dan bangsanya untuk mencapai kemajuan dan peradaban. Maka dari itu dengan hidayah martabat manusia akan semangkin mulia dan menjadi khalifah di muka bumi ini sebagai makhluk ciptaan yang paling baik dan sempurna. Sebagai Firman Allah Swt,

وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِى ءَادَمَ وَحَمَلْنَاهُمْ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَرَزَقْنَاهُم مِّنَ الطَّيِّبَاتِ وَفَضَّلْنَاهُمْ عَلَى كَثِيرٍ مِّمَّنْ خَلَقْنَا تَفْضِيلاً {الإسراء : 70}.
Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam (manusia), Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.(QS. Al Isra’ : 70).

لَقَدْ خَلَقْنَا اْلإِنسَانَ فيِ أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ {التين : 4}

Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya .(QS. At Tin : 4)
Taqwa

Allah Swt berfirman di dalam Al Qur’an tentang taqwa diantaranya sebagai berikut:
يَاأَيُّهاَ الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ {ال عمران : 102}

“ Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.”(QS. Al Imaran : 102).
قُلْ يَاعِبَادِ الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا رَبَّكُمْ لِلَّذِينَ أَحْسَنُوا فِي هَذِهِ الدُّنْيَاحَسَنَةٌ وَأَرْضُ اللهِ وَاسِعَةٌ إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُم بِغَيْرِ حِسَابٍ {الزمر : 10}
“ Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang beriman. bertakwalah kepada Tuhanmu.” Orang-orang yang berbuat baik di dunia ini memperoleh kebaikan. Dan bumi Allah itu adalah luas. Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah Yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas” (QS.Az Zumar : 10). Ayat lain menyebutkan,

… إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ اللهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ {الحجرات : 13}

“….Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”.(QS. Al Hujarat : 10)
Taqwa menurut Imam Jalaluddin Sayuti di dalam Tafsir Jalalain yaitu “melakukan segala perintah Allah Swt dan meninggalkan segala larangannya” atau melakukan segala bentuk ketaatan dengan penuh keikhlasan dan memelihara segala adab dan aturan-aturan syari’at Allah Swt (Aljurzani).

Taqwa kepada Allah Swt menurut Ibnu Abbas ra adalah melakukan dari segala perkara yang terkecil sampai perkara yang terbesar semata-mata karena Allah Swt, baik dari segala perintah maupun larangan-Nya.
Memperingati dan merefleksikan Idul Adha sebagai hidayah dan ketaqwaan akan memperoleh kemuliaan bagi umat Islam dalam tatanan kehidupan sehari-hari. Dengan taqwa peranan umat Islam akan dapat mewarnai dalam kehidupan umat manusia menjadi contoh suri tauladan. Dengan taqwa pula umat Islam mampu memberikan kontribusi pencerahan dari segala aspek kehidupan bermasyarakat maupun berbangsa dalam tatanan peradaban umat manusia sampai akhir zaman. Karena perilaku umat Islam yang bertaqwa akan senantiasa menjunjung tinggi nilai-nilai Qur’an sebagai mukjizat terbesar dan merupakan pedoman akhlak bagi orang-orang yang beriman.

Ajaran Al Qur’an merupakan fitrah keagungan, kemuliaan yang paripurna bagi orang yang beriman. Karena Allah Swt pada hakikatnya menurunkan Al Qur’an adalah untuk tuntunan umat manusia pada umumnya dan pada orang-orang yang beriman khususnya. Allah Swt berfirman di dalam surah Al Baqarah,

ذَلِكَ الْكِتَابُ لاَ رَيْبَ ِفيهِ هُدَى لِلْمُتَّقِينَ {2} الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِالْغَيْبِ وَيُقِيمُونَ الصَّلاَةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ  يُنْفِقُونَ {3} وَالَّذِينِ يُؤْمِنُونَ بِمَا أُنزِلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَ وَبِاْلآخِرَةِ هُمْ يُوِقنُونَ {4} أُولَـئِكَ عَلَى هُدًى مِن رَبِّهِمْ وَأُولَـئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ{5} إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا سَوَاءٌ عَلَيْهِمْ ءَأَنذَرْتَهُمْ أَمْ لَمْ تُنذِرْهُمْ لاَ يُؤْمِنُونَ {6} (البقرة : 1-6)
” 2. Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa, 3. (yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat, dan menafkahkan sebahagian rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka. 4. dan mereka yang beriman kepada Kitab (Al Quran) yang telah diturunkan kepadamu dan Kitab-kitab yang telah diturunkan sebelummu, serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat 5. Mereka itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhan mereka, dan merekalah orang-orang yang beruntung 6. Sesungguhnya orang-orang kafir, sama saja bagi mereka, kamu beri peringatan atau tidak kamu beri peringatan, mereka tidak juga akan beriman”.(QS. Al Baqarah : 2-6)

Hikmah Diwajibkannya Ibadah Haji

Diantara hikmah Ibadah haji sebagai firman Allah Swt berikut,

وَأِذِّن فِي النَّاسِ بِالْحَجِّ يَأْتُوكَ رِجَالاً وَعَلَى كُلِّ ضَامِرٍ يَأْتِينَ مِن كُلِّ فَجٍّ عَمِيقٍ {الحج : 27}
“Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh,”(QS. Al Hajj : 27). Ayat lain menyebutkan,
وَإِذْ بَوَّأْنَا لإِبْرَاهِيمَ مَكَانَ الْبَيْتِ أَن لاَّتُشْرِكْ بِي شَيْئًا وَطَهِّرْ بَيْتِيَ لِلطَّآئِفِينَ وَالْقَآئِمِينَ وَالرُّكَّعِ السُّجُودِ {26} وَأِذِّن فِي النَّاسِ بِالْحَجِّ يَأْتُوكَ رِجَالاً وَعَلَى كُلِّ ضَامِرٍ يَأْتِينَ مِن كُلِّ فَجٍّ عَمِيقٍ {27} (سورة الحج : 26-27)

“26. Dan (ingatlah), ketika Kami memberikan tempat kepada Ibrahim di tempat Baitullah (dengan mengatakan): “Janganlah kamu memperserikatkan sesuatupun dengan Aku dan sucikanlah rumahKu ini bagi orang-orang yang thawaf, dan orang-orang yang beribadat dan orang-orang yang ruku’ dan sujud. 27. Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kuru yang datang dari segenap penjuru yang jauh, (QS. Al Hajj : 26-27)

Di dalam Hadits Nabi disebutkan tentang keutamaan ibadah Haji diantaranya adalah:
وقال صلى الله عليه وسلم : ” حجة مبرورة خير من الدنيا وما فيها وحجة مبرورة ليس لها جزاء إلا الجنة ” .
Nabi Saw bersabda: Haji mabrur lebih baik dari dunia dan segala isinya, haji yang mabrur tidak ada balasan baginya kecuali syurga.

وقال النبي صلى الله عليه وسلم : ” من حج البيت فلم يرفث ولم يفسق خرج من ذنوبه كيوم ولدته أمه ” .
Nabi Saw bersabda: “Barang siapa yang melaksanakan ibadah Haji di Baitullah, tidak melakukan perbuatan yang sia-sia (jima’ atau maksiat) dan berbuat yang fasik, dia akan keluar dari segala dosa-dosanya seperti anak yang baru lahir dari rahim ibunya”. Hadis lain menyebutkan,

وفى حديث مسند من طريق أهل البيت عليهم السلام : “أعظم الناس ذنبا من وقف بعرفة فظن أن الله تعالى لم يغفر له ” .
Nabi Saw bersabda: “Orang yang amat besar dosanya adalah dia melakukan wuquf di ‘Arafah, namun ia menyangka Allah Swt tidak mengampuni dosa-dosanya”. Didalam Alqur’an Allah Swt berfirman,

جَعَلَ اللهُ الْكَعْبَةَ الْبَيْتَ الْحَرَامَ قِيَامًا لِلنَّاسِ وَالشَّهْرَ الْحَرَامَ وَالْهَدْيَ وَالْقَلاَئِدَ ذَلِكَ لِتَعْلَمُوا أَنَّ اللهَ يَعْلَمُ مَافِي السَّمَاوَاتِ وَمَافِي اْلأَرْضِ وَأَنَّ اللهَ بِكُلِّ شَىْءٍ عَلِيمٌ {المائدة : 97}
“Allah telah menjadikan Ka’bah, rumah suci itu sebagai pusat (peribadatan dan urusan dunia) bagi manusia, dan (demikian pula) bulan Haram, had-ya, qala-id. (Allah menjadikan yang) demikian itu agar kamu tahu, bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi dan bahwa sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”(QS. Al Maidah : 97)
Keutamaan lain dari ibadah Haji, yaitu adanya keutamaan Masjidil Haram (Makkah) sebagaimana Hadis yang diriwayatkan oleh Imam At-Thabrani adalah: Shalat di Masjidil Haram sama dengan seratus ribu shalat di tempat lain. Shalat di Mesjid Nabawi (Madinah) sama dengan seribu shalat di tempat lain. Shalat di Baitul Maqdis (Mesjid Qudus Palestina) sama dengan lima ratus shalat di tempat lain.

Dengan memperingai Idul Adha dari segala hikmah yang dikandungnya, umat Islam dituntut untuk selalu mampu memberikan solusi terbaik bagi keluarga, lingkungan, masyarakat, negara dan bangsanya. Peningkatan sumber daya manusia (Ibda’at Insaniyah) dalam menghadapi tantangan globalisasi perlu disinergikan dengan nilai-nilai keimanan, ketaqwaan, keilmuan dan pengetahuan agama yang purna yang sesuai dengan tuntutan syari’at Islam yang universal. Sehingga akar peradaban bangsa dapat terwujud dibumi nusantara Indonesia tercinta yang didasari dengan pondasi hidayah dan ketaqwaan. Semoga, Amin. Wallahua’lam.

KH. Ovied.R
Sekretaris Dewan Fatwa Al Washliyah Se-Indonesia, Guru Tafsir Alqur’an/Perbandingan  Madzhab Fikih Majelis Ta’lim Jakarta &  Direktur Lembaga Riset Arab dan Timur Tengah [di  Malaysia] Hp: 021.406.208.33/ 088.885.818.84. Email: dewanfatwa_alwahliyah@yahoo.com Facebook : Buya Ovied

About Author

RELATED ARTICLES

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Most Popular

Recent Comments

KakekHijrah「✔ ᵛᵉʳᶦᶠᶦᵉᵈ 」 pada Nonton Film Porno Tertolak Sholat dan Do’anya Selama 40 Hari
KakekHijrah「✔ ᵛᵉʳᶦᶠᶦᵉᵈ 」 pada Nonton Film Porno Tertolak Sholat dan Do’anya Selama 40 Hari
KakekHijrah「✔ ᵛᵉʳᶦᶠᶦᵉᵈ 」 pada Nonton Film Porno Tertolak Sholat dan Do’anya Selama 40 Hari
M. Najib Wafirur Rizqi pada Kemenag Terbitkan Al-Quran Braille