JAKAARTA -Berbagai bahan pangan langka dan mahal. Untuk memenuhi kehutuhan pangan, pemerintah selalu mengandalkan impor. Ini menunjukkan pemerintahn gagal mempertahankan ketahanan dan swasembada pangan. Menteri Pertanian Suswono telah gagal, dia harus direshuffle.
“Saya kira dia sudah gagal, sebaiknya mengundurkan diri saja. Banyak masalah pertanain tidak selesai,” kata Wakil Ketua Komite 2 DPD RI, Abdul Azis, dalam diskusi “Menjaga Ketahanan Pangan” di DPD RI, Jumat,(6/9/2013).
Menurut Azis, pemerintah memang gagal dalam mencapai ketahanan pangan. Sehingga tak ada yang bisa diharapkan lagi memajukan pertanian di dalam negeri. “Lihat saja, banyak kasus di Kementerian Pertanian, misalnya, impor daging sapi, toh mereka santai-santai saja. Ini memang ada unsur pembiaran. Presiden sebaiknya mereshufle Mentan,” tambahnya.
Padahal, kata Azis, berdasarkan data, Indonesia memiliki potensi pangan nomor empat di dunia. Kalau itu dikembangkan, tentu bisa menjadi ketahanan pangan yang luar biasa. “Namun sayangnya, pemerintah tidak perrnah serius,” tegasnya.
Menurut dia, keberadaan DPD hanya bisa membantu sebatas legislasi saja soal pertanian. Misalnya, membantu dan mambahas bersama DPR terkait UU Pertanian agar UU menjadi lebih pro kepada petani.
Wakil Ketua Komisi IV DPR, Firman Subagyo mengakui pemerintah tidak serius mencapai target swasembada pangan. Apalagi terlihat anggaran Kementerian dalam RAPBN 2014 hanya Rp15,5 triliun. Bahkan anggaran ini turun dari tahun sebelumnya yang mencapai Rp17 triliun. “Adanya penghematan ini, jelas menunjukkan tidak ada kemauan pemerintah. Jadi mustahil swasembada pangan,” terangnya.
Soal kedelai, kata Firman, memang kedelai ini merupakan komoditas cantik. Dimana para mafia kedelai, berusaha memainkan komoditas ini, terutama pelaku kartel. “Toh, pemerintah sudah mengakui kedelai dikuasai sekitar 6 perusahaan besar, artinya komoditas ini jelas dikuasai kartel, makanya harganya sulit turun sampai sekarang,” ujarnya.
Makanya, kata Firman, petani menjadi tidak tertarik menanam kedelai. Karena dalam satui hektare lahan saja hanya menghasilkan sekitar Rp8 juta sampai Rp9 juta. Berbeda dengan petani jagung, dalam satu hektar sekali panen menghasilan Rp18 juta. (gardo)