JAKARTA – Anggota Komisi IX DPR RI Rike Diah Pitaloka mendesak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) melakukan diplomasi politik ke pemerintah Malaysia, untuk membatalkan rencana hukuman mati terhadap tenaga kerja wanita (TKW) Wifrida Soik. Ancaman hukuman mati tersebut karena Wifrida dituduh membunuh majikannya Yeap Seok Pen, 60 tahun di Malaysia. Selain masih di bawah umur (17 tahun), Wifrida dalam insiden itu untuk membela diri karena dipukuli, dan sang majikan terjatuh dan akhirnya meninggal.
“Wifrida membela diri dan masih di bawah umur. Karena itu Presiden SBY harus melakukan diplomatik untuk menghentikan ancaman hukuman mati itu dengan menyediakan pengacara. Juga membongkar jaringan perdagangan manusia atau trafficking antara Indonesia-Malaysia,” tandas Rieke Diah Pitaloka bersama aktivis buruh migran Anis Hidayah, Wahyu Susilo, dan anggota DPD RI Sarah Lerry Mboik di Gedung DPR RI Jakarta, Rabu (28/8/2013).
Selain itu meminta Komnas HAM untuk terlibat aktif dalam proses persidangan di Malaysia. “Perlu dukungan masyarakat Indoensia dan masyarakat internasional agar memperhatikan ini karena satu nyawa itu merupakan bagian dari bangsa ini. Mengapa? Karena kita tak lagi bisa berharap pada Kemenakertrans dan BPN2TKI. Kementerian luar negeri juga tak akan berarti jika Presiden SBY tak aktif lobi dengan Malaysia,” tambahnya.
Sementara itu Anis Hidayah berharap DPD dan DPR RI mengawal proses persidangan tersebut sebagai komitmen terhadap rakyat dan TKW karena hukuman mati itu tak boleh terjadi bagi anak yang masih di bawah umur, akibat dipalsukan oleh agency pekerjaaan (AP). Padahal Wifrida lahir pada 12 Oktober 1993, tapi dipalsukan dalam paspor menjadi 8 Juni 1989 dan berangkat ke Malaysia pada 23 Oktober 2010. “Jadi, DPR dan DPD RI ini harus mengawal dan membatalkan ancaman hukuman mati ini,” ujarnya.
Anis dan Wahyu Susilo merasa heran dengan kasus Wifrida ini, sebab kasusnya sudah dua tahun (2010), tapi kasusnya baru diketahui pada Desember 2012. “Ini menjelaskan bahwa pemerintah tidak memperhatikan nasib TKI di luar negeri. Mungkin lupa karena sibuk konvensi Capres. Untuk itu, Keuskupan NTT bisa memberikan salinan pembaptisan Wifrida sesuai keaslian kelahirannya yang masih berumur 17 tahun, dan sebagai korban trafficking ini,” ungkapnya. (am/gardo)