JAKARTA – Direktur eksekutif Pol-tracking Institute Hanta Yudha meragukan konvensi capres yang digelar oleh Partai Demokrat (PD), jika hasil konvensi itu bisa diveto oleh Ketua Mejelis Tinggi PD Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Apalagi mekanisme penjaringannya tertutup, misalnya mengapa nama ini bisa masuk, dan itu tidak masuk? Kriterianya juga tidak jelas, di mana tak ada pelibatan publik dalam penentuan nama-nama yang masuk konvensi capres PD tersebut.
“Anehnya, konvensi capres di Indonesia ini selalu by acsident, seperti Golkar dulu karena muncul Akbar Tandjung, dan Demokrat kini akibat citranya terpuruk. Hanya saja kalau proses pembobotannya jelas, maka pelu diapresiasi, tapi kalau penentu akhirnya ada di tangan SBY, tentu disayangkan,” tandas Hanta Yudha di Gedung DPD/MPR RI Jakarta, Rabu (28/8/2013).
Hanta mempertanyakan apakah konvensi capres PD itu sama dengan proses Kongres di Bali atau Bandung. “Mungkinkan SBY menghendaki bukan orang-orangnya dan benar-benar berdasarkan nama-nama yang beredar selama ini. Kita tahu bahwa konstelasi politik pencapresan itu didominasi dan dikendalikan oleh parpol. Jadi, peran parpol sangat kuat, dan dikuasai segelintir elit atau oligarki politik,” ujarnya.
Pertanyaannya adakah parpol bayangan yang akan mengusung capres alternatif? Menurut Hanta, mengingat pilpres langsung, maka capres itu tetap akan dikendalikan oleh pemilik parpol, pemilik kapital, dan di luar itu siapa? “Tentu figur yang memiliki elektabilitas tinggi. Siapa? Jokowi. Nah, figur dengan elektabilitas tinggi itulah yang mesti didukung rakyat, dan jangan biarkan oligarki partai, karena akan sulit menghasilkan pemimpin yang berintegritas,” katanya. (am/gardo)