JAKARTA – Sebuah perhelatan budaya di Anjungan Sumatera Utara Taman Mini Indonesia Indah (TMII) dengan menggelar peluncurkan film dan buku Rangsa ni Tonun, repatriasi kain-kain tenun antik Batak dari kolektor kain dari Australia yang menjadi materi pameran; pameran foto sejarah perjalanan ‘Pulang Kampung’. Acara dikemas dalam agenda “Pulang Kampung III” yang dilasanakan pada 24-25 Agustus 2013, di Anjungan Sumut TMII, Jakarta Timur.
Acara dikemas dalam kegiatan, meluncurkan film dan buku Rangsa ni Tonun; repatriasi kain-kain tenun antik Batak dari kolektor kain dari Australia yang menjadi materi pameran; pame- ran foto sejarah perjalanan ‘Pulang Kampung’. Dialog budaya Dr. Sandra Niessen (antropolog Belanda ahli tenun Batak, perintis ‘Pulang Kampung’) & MJA Nashir (sutradara film, penulis, fotografer ‘Pulang Kampung’). Menghadirkan para penenun dan para pemuda berbakat dari kampung Batak yang peduli tradisi budaya. Tembang Tenun yang hilang diperdengarkan kembali oleh Suarasama (Rithaony Hutajulu, Irwansyah Harahap, Marsius Sitohang dan Sarikawan Sitohang). Peluncuran Boat Budaya – Pulang Kampung III 2013 menuju kampung-kampung Batak Sumatera Utara.
“Ini adalah sebuah momentum sejarah dalam upaya revitalisasi budaya dan tradisi Batak. Dalam acara ini ditampilkan berbagai elemen budaya seperti pemb uatan ulos asli yang kerjakan secara berdasarkan ritual dan menggunakan bahan alami dari Tanah Batak. Pembuatan ulos asli sudah ditinggalkan berpuluh tahun,” kata Kepala Anjungan Sumut TMII, Tatan Daniel, Kamis (22/8/2013).
“Pulang Kampung III” adalah tentang membagikan akses kepada orangorang di kampungkam pung Batak tentang tradisi tenun leluhur mereka. Proyek ini akan mempersembah kan kainkain leluhur Batak dan sebuah film mengenai teknik tenun tradisional, Rangsa ni Tonun, kepada orangorang kampung di seputar Danau Toba: sebuah perjalanan pa meran dan pemutaran film keliling. Perjalanan Pulang Kampung III akan ditempuh sebisa mungkin dengan boat. Solu bolon di atas Danau Toba menjadi spiritnya. Sejarahnya, para penenun Batak terpusat di seputar Danau Toba, Sumtera Utara.
Pasarpasar Batak terbesar pun terletak di sepanjang tepian da nau. Sampan besar (solu bolon) digunakan untuk menghantar orang, binatang dan ba rang dari satu pasar ke pasar lainnya dan dari satu kampung ke kampung lainnya. Bahkan Misionaris L.I. Nommensen pun menggunakan perahu dalam menyebarkan Injil mengelilingi Danau Toba. Proyek “Pulang Kampung III” bermaksud melanjutkan spirit tradisi transportasi air ini untuk membawa pertunjukan film dan pameran kain dari satu tempat ke tempat lainnya.
Hal ini sesuai dengan pertenunan yang terkonsentrasi di seputar danau dan naskah asli dari film ditu lis seorang guru atas perintah Nommensen. Transportasi air mengandung akustik yang dibentangkan permukaan air. Sehingga sela ma perjalanan boat, musik yang dimainkan diterbangkan angin ke kampungkampung di sekeliling danau. Menjadi kabar ‘Pulang Kampung III’, “Dahulu kala dengan solu orang Batak mengarungi danau. Kini film Rangsa ni Tonun, pameran
ulos dan gondang diarungkan”.
Memantik Kesadaran Budaya
‘Pulang Kampung III’ digagas oleh Sandra Niessen dan MJA Nashir usai keliling Eropa 2012 (Jerman, Ceko, Perancis dan Belanda) atas pemutaran film Rangsa ni Tonun, pameran tekstil Batak dan fotografi. Ide awalnya adalah pulang kampung atas film Rangsa ni Tonun agar bisa terjadi di sekitar Agustus – September 2013. Gagasan tentang ‘Pulang Kampung’ yang digelindingkan oleh Sandra sejak ‘Pulang Kampung I’ (2010) di tanah Batak telah mempengaruhi kesadaran orangorang di dunia untuk terhubung dengannya. Sampai begitu kuatnya telah menggerakkan hati seorang wanita di Australia, Stephanie Belfrage, yang berke inginan ‘mempulangkampungkan’ koleksi kainkain antik dari Indonesia kepada tem pat muasalnya, termasuk kain Batak.
Repatriasi kainkain Batak antik nan indah koleksi Stephanie Belfrage dari Australia bagaimanapun adalah langkah penting di bidang budaya. Mengingat hampir tidak pernah terdengar ada seorang kolektor, entah itu di luar negeri atau bahkan dalam negri, yang menyimpan bendabenda yang lantas menjadi antik dan bersejarah lalu mengembalikannya lagi ke tempat asal muasalnya. Apalagi justru kebanyakan orang atau kolektor di dunia ini hanya bisa berbangga diri dengan cara memamerkan barangbarang antik bernilai sejarah yang telah menjadi koleksinya, entah itu kain atau apapun, dalam display mewah atas namanya pada pameranpameran dan lain sebagainya. Terasa seolaholah diri terkait penuh dengan tradisi budaya dari tempat muasal bendabenda itu. (gardo)