JAKARTA – Pemilukada di Jawa Timur (Jatim) kini dikuasai Kartel politik. Indikasi dengan dihadangnya Khofifah Indar Parawansa yang berpasangan dengan Herman Sumawiredja dihadang menjadi Calon Gubernur (Cawagub) Jatim. Tapi, penjegalan Khofifah gagal karena Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) mengabulkan pengaduan yang diajukan pasangan Khofifah-Herman. Khofifah Indar Parawansa oleh Rapat Komisi Pemilihan Umum (KPU) diikutserakan dalam pertarungan dalam Pilgub Jatim 2013.
“Kartel politik sudah bermain di Jatim. Kartel Oligarkis punya uang dan ekonomi. Parpol di Indonesia saat ini dikontrol oleh kartel oligarki, sehingga, sulit keluar dari jebakan lingkaran setan kekuasaan. Beberapa parpol besar memang sudah digenggam kartel oligarki itu,” kata Pengamat Politik dari Universitas Indonesia (UI) Boni Hargens, dalam Diskusi Publik The Jakarta Institute Tema “Kriminaisasi Pada Pemilukada Jawa Timur Ancaman Demokrasi di Indonesia di Galeri Cafe, TIM, Jakarta, Jumat (16/8/2013)
Menurut Boni, perjuangan Khofifah saat ini adalah melawan mafia politik. Sebab katanya, dengan uang dan ekonomi yang kuat para mafia politik bisa melakukan apa saja. “Kartel telah merampas hak rakyat,” kata Boni.
Untuk memberantas kartel dan mafia politik yang sudah merajalela, Boni meminta agar Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) diberikan izin untuk melakukan penyadapan dalam masa kampanye dalam Pemilukada. “Ya. Bawaslu sebaiknya punya izin untuk melakaukan penyadapan sebagaimana KPK. Jadi, Bawaslu bisa mengambil alih sebagaian dari kerja KPK,” paparnya.
Sebab menurutnya, dalam Pemilukada banyak sekali usaha-usaha para kartel melakukan suap kepada pejabat yang dilakukan oleh incumbent.
Sementara itu, Sosiolg dari Univeritas Nasional, Nia Elvina, mengatakan elit politik harus kembali pada nilai dan moral yang berlandaskan Pancasila. “Lemah karena ada krisi nilai. Ideologi pasar, transaksisonal yang terjadi di Pemilukada Jatim,” kata Nina.
Nina mencontohkan, menduanya dukungan NU dalam Pemilukada. Hal itu lantaran adanya unsur kepentingan diana. “Jadi, bukan karena ideologi. Akibatnya, ideologi demokrasi kalah dengan demokrasi pasar,” tutupnya. (gardo)