JAKARTA – Tim Olimpiada Fisika Indonesia (TOFI) tiba di Indonesia dengan mengantongi 4 (empat) medali perunggu usai berlaga pada ajang International Physics Olympiad (IPhO) ke-44 pada 7 – 15 Juli 2013 di Kopenhagen, Denmark. Kedatangan tim Indonesia di terminal 2D Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Selasa (16/7), disambut dengan pengalungan bunga oleh Kasi Peserta Didik Arfah Laidiah Razik SH, MA dan Kasi Kelembagaan Dra. Hastuti Mustikaningsih.
Empat medali perak dipersembahkan oleh Joshua Christian Nathanael (SMAK IPEKA Sunter Jakarta), Mikael Harseno Subianto (SMAK 1 BPK Penabur Jakarta), Paulus Anthony Halim (SMAN 3 Surakarta), dan I Made Gita Narendra Kumara (SMA Bali Mandara). Sedangkan Andreas Bethavan Situmorang (SMA Pribadi Depok) belum berpeluang untuk meraih medali. Keberangkatan tim Indonesia didampingi oleh tim pembina yang terdiri dari Syamsu Rosid Ph.D dan Budhy Kurniawan (Universitas Indonesia), Prof. Dr. Kamsul Abraha (Universitas Gadjah Mada). Serta 2 (dua) orang observer Dr. Bobby E. Gunara (Institut Teknologi Bandung) dan Drs. Hari Sugiharto M. Si (Direktorat Pembinaan SMA).
Syamsu Rosid menjelaskan, tahun ini tim Indonesia belum berhasil mendapatkan emas. Diakui Rosid, jumlah soal yang sangat banyak, cukup menguras tenaga dan pikiran anak-anak dalam menjawab, adalah penyebab utamanya. Dibandingkan tahun lalu, soal kali ini banyak sekali dan terdiri dari sub-sub soal. Sehingga kalau di total-total sekitar 60 soal. “Dan itu harus diselesaikan oleh peserta hanya dalam waktu lima jam. Jadi, sangat sulit bagi anak-anak kita dalam menuntaskannya. Kondisi fisik dan kesehatan anak-anak selama mengikuti kegiatan di sana tidak ada masalah,” ungkap Syamsu Rosid.
Namun demikian, dalam kondisi ini, anak-anak kita sudah berhasil menampilkan yang terbaik. Nilai yang diraih termasuk nilai perunggu teratas, seperti nilai perunggu yang di raih oleh I Made Gita Narendra sudah mendekati nilai perak. “Ini pun kami lakukan dari hasil perdebatan yang sangat alot pada saat moderasi dengan para juri,” katanya.
Rosid menambahkan, intropeksi bagi para pembina adalah anak-anak harus ditempa lagi daya juangnya dalam menyelesaikan soal yang cukup berat dengan keterbatasan waktu yang ditentukan seperti kemarin. “Nanti saya akan mensimulasikan ini pada pelatnas tahap akhir untuk persiapan IPhO 2014 yang rencananya akan berlangsung di Kazakhstan, “ tambah Rosid.
SOAL TERLALU BANYAK
I Made Gita Narendra beserta tim Indonesia lainnya (Mikael, Joshua, Anthony, dan Andreas) dibuat cukup kewalahan dengan tipe soal IPhO tahun ini. “Kita cukup kesulitan menjawabnya, selain jumlah soalnya yang banyak, kita juga harus memasukkan nilai-nilai numerik setelah mendapatkan rumusnya. Jadi selain berfikir logika, kita juga harus cepat mengerjakannya dalam waktu 5 jam, jadi sangat menguras tenaga,” cerita Made.
“Saya malah sempat mengulang-ngulang membaca soal, dan berkali-kali ingin meyakinkan jawaban, tetapi terbuang banyak waktu memang dengan cara ini,” tambah Joshua.
Ditanya soal kepuasan, Mikael mengaku kurang puas hanya bisa bawa pulang perunggu. “Tekad saya dari awal memang pengennya emas. Masalahnya soal tahun ini memang sangat jauh berbeda dengan apa yang kita prediksi. Selama pelatnas kita belum pernah menempuh soal sepanjang ini, dan kelewat banyak. Dalam mindset kita tidak berfikir sejauh itu. Jadi saya sangat menyesal. Kalau nanti saya masih punya kesempatan untuk ikut lagi, saya harus memperbaiki kekurangan saya dengan lebih mempertajam strategi dalam menjawab soal, ketimbang belajar banyak materi, saya rasa punya strategi jitu dalam menjinakkan soal jauh lebih baik. Suasana kota Denmark yang cukup menarik dan tertata rapi sedikit meringankan beban fikiran kami,” tambah Mikael. (gardo)