BOGOR — Pusat Pengembangan Sumber Daya Manusia Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan dan Kebudayaan dan Penjaminan Mutu Pendidikan Kemdikbud mengadakan kegiatan Peningkatan Kompetensi bagi Wartawan Kebudayaan mulai 18 s.d. 25 Juli 2013 di Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Kegiatan ini dilaksanakan sebagai upaya menjawab kurangnya ketersediaan tenaga wartawan yang kompeten di bidang kebudayaan.
Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan dan Kebudayaan dan Penjaminan Mutu Pendidikan Kemdikbud Syawal Gultom mengatakan, wartawan bukan hanya sekedar pekerjaan. Lebih dari itu, wartawan adalah sebuah profesi seperti halnya dokter, yang mengutamakan profesionalisme dalam bekerja. “Pertanyaannya apakah wartawan seperti itu? Wartawan dihadapkan idealisme dan fakta kehidupan. Antara idealisme dan profit,” ujarnya saat membuka kegiatan Peningkatan Kompetensi bagi Wartawan Kebudayaan di Hotel Bukit Gumati, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Kamis (18/7/2013).
Peserta sebanyak 60 orang berasal dari wartawan dari berbagai media masa di seluruh Indonesia diantaranya dari Waspada (Medan), Batam Pos (Batam), Suara Merdeka (Jawa Tengah), Kedaulatan Rakyat (DIY), RRI Samarinda, Antara Sulawesi Utara, Cahaya Papua, Media Indonesia (DKI Jakarta), dan utusan dari internal Kemdikbud.
Syawal menggarisbawahi, inti kompetensi meliputi hardskill dan soft skill. Dia menjelaskan, hardskill meliputi keterampilan dalam meliput berita, sedangkan softskill meliputi daya juang, kejujuran, obyektivitas, dan mampu bekerja di bawah tekanan. “Frame yang terbatas akan mereduksi berita. Keterampilan penting, namun tidak bisa berkembang tanpa adanya pengetahuan,” katanya.
Kepala Pusat Pengembangan Sumber Daya Manusia Kebudayaan Shabri Aliaman mengatakan, kegiatan ini merupakan tindak lanjut nota kesepahaman bersama ( MoU) antara Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan Ketua Persatuan Wartawan Indonesia Pusat pada Oktober tahun lalu. Latar belakang MoU ini adalah selama ini peristiwa yang diekspos kebanyakan adalah di bidang politik, sedangkan di bidang kebudayaan sangat sedikit. “Wartawan perlu diperkaya pengetahuannya tentang kebudayaan. Dengan peningkatan kompetensi ini wartawan bisa menyajikan berita dengan baik dan memiliki kecintaan tinggi terhadap kebudayaan,” katanya.
Sekretaris Jenderal Persatuan Wartawan Indonesia Hendry Ch Bangun mengatakan, program peningkatan kompetensi wartawan ini dilaksanakan untuk kedua kalinya sejak 2010 oleh Sekolah Jurnalisme Kebudayaan (SJK) di bawah naungan Sekolah Jurnalisme Indonesia (SJI). Dia mengatakan, kegiatan ini merupakan upaya PWI menjawab keluhan masyarakat mengenai tidak meratanya kompetensi wartawan sejak reformasi. “Diharapkan ke depan ada penulis kebudayaan yang kompeten,” katanya.
Nara sumber diantaranya pengajar dari Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia, Sekolah Tinggi Filsafat Dwiyarkarya, Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia, Universitas Nasional, Fakultas Seni Rupa Desain Institut Teknologi Bandung, dan Pasca Sarjana Institut Kesenian Jakarta. Selain itu, pengajar dari Sekolah Jurnalistik Kebudayaan PWI, Wartawan Kompas, dan Lembaga Pers Dr.Sutomo.
Materi ajar meliputi Problematika pers/etika jurnalistik oleh Hendry Ch Bangun, problematika kebudayaan oleh Prof Edi Sedyawati, Materi lainnya cagar budaya dan permuseuman oleh Junus Satrio Atmodjo, dasar-dasar kritik seni rupa oleh Asmudjo Jono Irianto, pengantar filsafat seni oleh Prof Mudji Sutrisno, dasar-dasar kritik sastra oleh Prof Wahyu Wibowo, dan dasar-dasar kritik film dan televisi oleh Willy Hangguman.
Para peserta juga akan mengikuti praktik lapangan ke Istana Bogor dan Kampung Budaya Sindang Barang. Teknik penulisan feature akan dikupas oleh Bre Redana, sedangkan teknik fotografi oleh Arbain Rambey. (gardo)