BerandaKabar WashliyahAM Fatwa: Capres Tak Boleh Tersandera Masa Lalu

AM Fatwa: Capres Tak Boleh Tersandera Masa Lalu

JAKARTA – Ketua Badan Kehormatan (BK) Dewan Perwakilan daerah (DPD) RI AM Fatwa sepakat agar capres 2014 tak tersendera masa lalu, yang justru bisa menghabiskan masa kepemimpinanya untuk dirinya sendiri dibanding menyelesaikan masalah rakyat, bangsa, dan negara. Itu penting, karena capres yang muncul sekarang ini adalah banyak lahir secara instan dan menghalalkan berbagai cara dengan hanya bermodalkan uang sehingga tampil di mana-mana khususnya televisi.

“Capres yang ada banyak yang instan, karena punya uang kemudian dipoles-poles, maka mereka menjadi capres. Padahal, mereka ini belum selesai dengan masa lalu dirinya sendiri, sehingga kalau nanti menjadi presiden pasti akan tersandera dengan masalahnya sendiri, dan bukannya menyelesaikan masalah bangsa,” tandas AM Fatwa dalam talk show ‘Mencari pemimpin nasional dari daerah’ bersama anggota Komisi II DPR RI Agoes Poernomo, dan pengamat politik dari Univesitas Airlangga Surabaya Airlangga Pribadi di Gedung DPD RI Jakarta, Jumat (12/7/2013).

Namun demikian lanjut Fatwa, kalau pun muncul capres dari daerah, maka dia mesti teruji juga secara nasional, karena tugas, wilayah, dan tanggung jawabnya memang berbeda antara pemimpin daerah seperti gubernur, dengan pemimpin nasional itu sendiri. “Hanya saja parpol mesti memperhatikan proses rekruitmen kader pemimpin itu secara berkualitas, dan bukannya transaksional,” katanya.

Menurut Agoes, rutenya kalau dari daerah mungkin potensinya masih terbatas dari Jawa, yaitu gubernur Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, dan DKI Jakarta. Namun mereka itu tetap harus melalui partai, dan partai mesti terbuka dalam rekruitmen kader tersebut dengan misalnya melakukan konvensi terbuka sejak awal. “Trend di media online saat ini adalah Jokowi, dan KPK atau Abraham Samad. Sebab, siapapun yang menyerang kedua orang itu pasti akan diserang balik oleh masyarakat,” tambahnya.

Diakui Agoes, jika melahirkan yang populer dan tinggi elektabilitasnya itu membutuhkan biaya yang besar, karena kita menganut politik populer vote. Sebab, untuk memunculkan capres di TV misalnya, maka harus mengiklannya dimana selama satu detik harus membayar Rp 60 juta. “ TV satu-satunya media yang ratingnya tinggi untuk sebuah popularitas, maka hanya capres yang bermodal besar saja yang bisa populer. Nah, pemimpin daerah maka harus punya modal,” ungkapnya.

Airlangga sepakat jika capres 2014 harus bebas dari beban masa lalunya, dan pemimpin daerah sebagai alternatif sekaligus kebutuhan regenerasi kepemimpinan nasional secara konstruktif untuk kepentingan nasional dan demokrasi. “Jangan sampai masa depan demokrasi kita tersandera oleh capres-capres yang bermasalah. Tapi, mesti ada regulasi yang memberi akses sama antara capres yang punya modal dan tak punya modal. Kalau tidak, maka yang akan lahir adalah transaksional leader, bukan transformatif leader,” tuturnya.

Dalam kasus pengusiran penganut Syiah di Sampang misalnya, jika pemimpin itu hadir di tengah masyarakat maka hal itu tak akan terjadi. “Presiden SBY memiliki wewenang untuk melakukan intervensi itu karena sudah menyangkut prinsip-prinsip kewargaan-negara, kebangsaan, dan kemanusiaan, tapi sebagai presiden tak melakukan itu. Maka disinilah alternatif hadirnya pemimpin daerah itu,” tegas Airlangga mengingatkan. (gardo)

About Author

RELATED ARTICLES

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Most Popular

Recent Comments

KakekHijrah「✔ ᵛᵉʳᶦᶠᶦᵉᵈ 」 pada Nonton Film Porno Tertolak Sholat dan Do’anya Selama 40 Hari
KakekHijrah「✔ ᵛᵉʳᶦᶠᶦᵉᵈ 」 pada Nonton Film Porno Tertolak Sholat dan Do’anya Selama 40 Hari
KakekHijrah「✔ ᵛᵉʳᶦᶠᶦᵉᵈ 」 pada Nonton Film Porno Tertolak Sholat dan Do’anya Selama 40 Hari
M. Najib Wafirur Rizqi pada Kemenag Terbitkan Al-Quran Braille