BerandaFatwa & KonsultasiHukum Doa di Sela-Sela Sholat Taraweh

Hukum Doa di Sela-Sela Sholat Taraweh

HUKUM SHOLAT TARAWEH

Sepakat para ulama Sholat Taraweh hukumnya adalah “Sunnah Muakkad”. Sebagaimana Rasulullah SAW bersabda:
أنه صلى الله عليه وسلم كان يرغبهم في قيام رمضان من غير أن يأمرهم فيه عزيمة فيقول : من قام رمضان إيمانا واحتسابا غفر له ما تقد من ذمبه (أخرجه مسلم في صحيحه وأخرجه غيره من حديث أبي هريرة[ ])

“Nabi Muhammad SAW menyukai agar mereka (para Sahabat) untuk menghidupkan malam suci Ramadhan (dengan sholat Taraweh), namun tidak memerintahkan mereka dengan sikap yang mewajibkan. Beliau bersabda: Barangsiapa yang mendirikan malam Ramadhan karena keimanan dan mengharapkan pahala dari Allah SWT, diampunkan dosa-dosanya yang telah lalu” (HR. Muslim).

Sedangkan Sholat Taraweh dilakukan berjamaah dengan satu imam petama kali dilakukan oleh Khalifah Umar bin Khattab (wafat 23H/644M). Khalifah Umar mengatakan ini adalah sebaik-baik bid’ah yang dilakukan (نعم البدعة). Sholat Taraweh mula-mula dilakukan Rasulullah SAW di masjid.

Dalam sebuah riwayat ada yang mengatakan Rasulullah SAW melakukan Sholat Taraweh di Mesjid hanya sekali, ada riwayat lain yang mengatakan dua kali dan ada riwayat lain mengatakan hanya tiga kali, setelah itu beliau melakukannya di rumah, karena beliau khawatir jangan sampai sholat Taraweh dan Witir pada malam Ramadhan hukumnya dianggap para umat Islam menjadi “Wajib”.

Sebagaimana Hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad:

أنه صلى الله عليه وآله صلى بهم ثلاث ليال وغض المسجد بأهله في الليلة الرابعة . (رواه أحمد)[ ]

“Bahwa Nabi Muhammad SAW sholat bersama mereka (para sahabat) selama tiga malam, lalu meniggalkan Masjid (shalat Taraweh) dengan keluarganya di rumah pada malam yang keempat”  (HR. Imam Ahmad).

Rasulullah SAW sengaja tidak melakukan Taraweh terus-menerus di Masjid, dikhawatirkan amalan sunnah ini dianggap menjadi wajib dan memberatkan bagi umatnya. Sebagaimana Hadis menyebutkan:

حتى خشيت أن يكتب عليكم , ولو كتب عليكم ما قمتم به , فصلوا أيها الناس في بيوتكم (في حديث زيد بن ثابت)[ ]

“Nanti aku Khawatir jika (shalat Taraweh) menjadi kewajiban bagimu, jikalaulah diwajibkan (sholat Taraweh) ini kepadamu, kamu akan sulit untuk melaksanakannya, maka sholatlah (sholat Taraweh) wahai orang-orang yang beriman di rumahmu” (Hadis yang bersumber dari Zaid bin Tsabit)

JUMLAH RAKAAT SHOLAT TARAWEH

Disebutkan di dalam kitab Subulussalah oleh Imam As-Shan’ani sebagai berikut:

“أن عمر أمر أبيا وتميما الداري يقومان بالناس  بعشرين ركعة” . وفي رواية “أنهم كانوا يقومون في زمن عمر بعشرين ركعة” وفي رواية “بثلاث وعشرين ركعة” وفي رواية “أن عليا رضى الله عنه كان يؤمهم بعسرين ركعة ويوتر  بثلاث” قال وفيه قوة [ ]

“Bahwasannya Khalifah Umar bin Khattab memerintahkan terhadap dua kelompok jemaah untuk melakukan Sholat Taraweh dengan para sahabat lainnya sebanyak 20 rakaat” Riwayat lain menyebutkan “Bahwa mereka mendirikan sholat Taraweh pada masa khalifah Umar bin Khattab sebanyak 20 rakaat” Riwayat lain menyebutkan : “23 rakaat”.

Riwayat lain menyebutkan: “Bahwa Khalifah ‘Ali RA menjadi imam dalam sholat Taraweh dengan para sahabatnya sebanyak 20 rakaat Taraweh dan 3 rakaat shalat Witir” para ulama mengatakan riwayat ini kuat (Lihat kitab Subulussalam, P: 10 Juz ke 2).

Meskipun Rasulullah SAW terkadang melakukan sholat sunat Taraweh itu hanya 4 rakaat, lalu istirahat, terkadang sampai 8 rakaat, lalu ditutup dengan 3 rakaat shalat Witir jadi 11 rakaat. Sebagaimana Hadis menyebutkan:

“كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يصلي أربع ركعات في الليل ثم يتروح فأطال حتى رحمته” (أخرجه البيهقي من حديث عائشة قالت)[ ]

“Adalah Rasulullah SAW sholat Taraweh 4 rakaat pada malam hari lalu istirahat, kemudian ia lakukan terus sepanjang hayatnya” (HR. Imam Baihaqi).

Dalam riwayat lain disebutkan Rasulullah SAW terkadang melakukan shalat Taraweh sebanyak 20 rakaat . Jadi masalah jumlah rakaat dalam sholat Taraweh pada malam suci Ramadhan tidak perlu dipertentangkan. Namun mayoritas para sahabat, dan ulama melakukan Shalat Taraweh sebanyak 20 rakaat, dan 3 rakaat dengan witir, jadi jumlah keseluruhannya 23 rakaat.

Adapun jumlah rakaat sholat Taraweh yang dilakukan oleh para Khulafaurrasyidin seperti Khalifah Umar bin Khattab dan Khalifah Ali bin Abi Thalib setelah Rasulullah SAW wafat bukan Bid’ah yang munkar melainkan Bid’ah Hasanah (Bid’ah yang baik) atau Umar menyebutnya dengan “Ni’mal Bid’ah/ نعم البدعة ; sebagus-bagusnya amalan Bid’ah yang dilakukan”.

Apa yang dilakukan oleh para Khulafaurrasyidun (Abubakar Siddiq[573-634M masa menjadi Khalifah 11-13H/632-634M], Umar bin Khattab[wafat 23H/644M], Utsman bin Affan[wafat 35H/656M] dan Ali bin Abi Thalib[wafat 40H/661]) Rasulullah SAW tidak melarangnya, malah memerintahkannya.

Sebagaimana Hadis menyebutkan:

“عليكم بسنتي و سنة الخلفاء الراشدين بعدي تمسكوا بها …..” (أخرجه أحمد و أبو داود و إبن ماجة و الترمذي و صححه و الحاكم وقال على شرط الشيحين)[ ]

“Lakukanlah apa yang aku sunnahkan, dan sunnah para Khalifah Ar Rasyidin, berpeganglah pada sunnah mereka…..” (HR. Ahmad, Abu Dawud, Ibnu majah, Atturmudzi dan Alhakim). Hadis lain menyebutkan:

“إقتدوا بالذين من بعدي أبي بكر و عمر” (أخرجه الترمذي وقال حسن , وأخرجه أحمد و إبن ماجة و إبن حبان) [ ]

“Ikuti kamulah orang-orang setelahku seperti Abu Bakar Siddiq dan Umar bin Khattab” (HR. Atturmudzi)

HUKUM TAHNIAH, DO`A DAN ZIKIR KETIKA ISTIRAHAT DALAM SHOLAT TARAWEH

Di Indonesia biasa kita jumpai di berbagai tempat dan daerah juga dijumpai di beberapa negara Arab seperti Mesir. Maroko, Lebanon, Yaman, dll,  seorang bilal ketika istirahat setiap selesai sholat Taraweh membaca zikir, selawat, mengumandangkan tahniah terhadap Khulafaurrasyidin (Khalifah yang 4) dan do’a.

Pada masa Rasulullah dan para sahabat cara-cara seperti ini tidak ada dilakukan terkhusus mengucapkan tahniah kepada 4 khalifah. Tetapi istirahat dalam sholat Taraweh para sahabat melakukannya dengan zikir dan do’a sesuai apa yang mereka inginkan dan kehendaki tidak ada bacaan-bacaan tertentu yang diperintah oleh Rasulullah Saw dalam sholat Taraweh.

Jumhur ulama Ahlussunnah sepakat membolehkan membaca zikir, selawat, do’a dan tahniah dengan mengumandangkan nama-nama Khalifah yang 4 atau para shahabat lainnya ketika istirahat atau setelah sholat Taraweh. Dalil-dalil para ulama diantaranya sebagai beriut:

a.TENTANG ZIKIR

Keutamaan zikir sebagaimana Allah SWT menyebutkan di dalam Alqur’an:

يَآأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اذْكُرُوا اللهَ ذِكْرًا كَثِيرًا . وَسَبِّحُوهُ بُكْرَةً وَأَصِيلاً . هُوَ الَّذِي يُصَلِّي عَلَيْكُمْ وَمَلاَئِكَتُهُ لِيُخْرِجَكُم مِّنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ وَكَانَ بِالْمُؤْمِنِينَ رَحِيمًا . تَحِيَّتُهُمْ يَوْمَ يَلْقَوْنَهُ سَلاَمٌ وَأَعَدَّ لَهُمْ أَجْرًا كَرِيمًا {سورة الأحزاب [33] : 41-44}

” Hai orang-orang yang beriman, berzdikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya diwaktu pagi dan petang. Dialah yang memberi rahmat kepadamu dan malaikat-Nya (memohonkan ampunan untukmu), supaya Dia mengeluarkan kamu dari kegelapan kepada cahaya (yang terang). Dan adalah Dia Maha Penyayang kepada orang-orang yang beriman. Salam penghormatan kepada mereka (orang-orang mukmin itu) pada hari mereka menemui-Nya ialah: Salam; dan Dia menyediakan pahala yang mulia bagi mereka” (QS. Alahdzab [33] : 41-44)

Jadi melakukan zikir hukumnya adalah “Sunnah Muakkad” yaitu sangat dianjurkan. Orang-orang yang yang melakukan zikir hati dan perbuatannya akan selalu dalam lindungan Allah SWT. Ijma’ umat dan ulama bahkan alam Jin pun sepakat bahwa zikir itu dapat bermanfaat untuk perkara dunia dan perkara akhirat.

Tidak jarang orang-orang zalim sekalipun baik dari kalangan manusia dan Jin menggunakan zikir sebagai senjata mereka untuk memperoleh apa yang mereka inginkan tentang keduniaan, namun perbuatan ini di sisi Allah SWT adalah sia-sia. Sebagaimana Allah SWT berfirman di dalam Surah Al-Isra’ :

وَنُنَزِّلُ مِنَ الْقُرْءَانِ مَاهُوَ شِفَآءٌ وَرَحْمَةٌ لِّلْمُؤْمِنِينَ وَلاَيَزِيدُ الظَّالِمِينَ إِلاَّخَسَارًا {سورة الإسراء [17] : 82}

“Dan Kami turunkan dari Al Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al Quran itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian.” (QS. Al-Isra’ [17] : 82)

b.TENTANG SALAWAT

Allah SWT menganjurkan untuk bersalawat kepada baginda Rasulullah SAW diantaranya sebagai berikut:

إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَآأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا {سورة الأحزاب [33] : 56}

“Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bersholawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya” (QS. Alahdzab [33] : 56)

Bershalawat artinya, kalau dari Allah berarti memberi rahmat, dari malaikat berarti memintakan ampunan dan kalau dari orang-orang mukmin berarti berdoa supaya diberi rahmat seperti dengan perkataan : “Allahuma shalli ala Muhammad.”

Keutamaan Selawat sebagaimana Rasulullah SAW bersabda:

لقوله صلى الله عليه وسلم   : الدعاء موقوف بين السماء و الأرض لا يصل منه شيء حتى يصلي علي . وفي رواية أخرى: “الدعاء بين الصلاتين عَليَّ لا يرد” وفي أخرى : “إجعلوني في أول الدعاء ووسطه وآخره”

“Rasulullah SAW bersabda: “Do’a seseorang akan terhenti antara langit dan bumi tidak sampai apa yang dipintanya sampai seseorang itu membaca selawat kepadaku”.

Riwayat lain mengatakan, Rasulullah SAW bersabda: Do’a yang diawali dengan selawat dan diakhiri dengan selawat tidak tertolak”. Riwayat lain menyebutkan, Rasulullah SAW bersabda: “Jadikanlah ucapan selawat kepadaku di awal, di pertengahan, dan diakhir dalam do’amu”

c.TENTANG DO`A

Allah SWT di adalam Alqur’an sangat banyak sekali menganjurkan kepada hambanya untuk selalu meminta atau berdo’a kepada-Nya dengan ikhlas semata-mata karena Allah SWT. Di antaranya Allah SWT berfirman:

ادْعُوا رَبَّكُمْ تَضَرُّعًا وَخُفْيَةً إِنَّهُ لاَيُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ {سورة الأعراف [7] : 55}

“Berdoalah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas” (QS. Ala’raf [7] : 55)

Ayat lain Allah SWT menganjurkan tentang do’a sebagai berikut:

وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ {سورة مؤمن/غافر [40] : 60}

“Dan Tuhanmu berfirman: “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina” (QS. Almukmin/Ghafir [40] : 60)

Rasulullah SAW selalu menganjurkan umatnya untuk berdo’a. Karena do’a itu tidak dapat dipisahkan dari segala macam bentuk ibadah kita sehari-hari. Diantaranya Rasulullah Saw bersabda:

عن النبي صلى الله عليه وسلم : إن الدعاء هو العبادة (رواه اربعة وصححه الترمذي)

“Sesunggunya do’a itu adalah ibadah” (HR. Imam Turmudzi)

Hadis lain menyebutkan:

من حديث أنس مرفوعا بلفظ : “الدعاء مخ العبادة” (رواه الترمذي)

“Do’a itu adalah otaknya ibadah” (HR. Imam Turmudzi)

Hadis lain yang diriwayatkan oleh Imam At-Turmudzi menyebutkan :

عن أبي هريرة رضي الله عنه : ” ليس شيء على الله أكرم من الدعاء ” رواه الترمذي وصححه إبن حبان و الحاكم.

“Tidak ada sesuatu yang amat mulia disisi Allah Swt diantaranya adalah do’a” (HR. Imam Turmudzi)

d.TENTANG TAHNIAH DAN DO`A DENGAN MENGUMANDANGKAN NAMA KHALIFAH ARRASYIDIN ATAU SAHABAT YANG SHALEH.

Ketika istirahat di sela-sela sholat Taraweh pada malam bulan Ramadhan sang Bilal melantunkan Tahniah, do’a dan mengumandangkan nama para sahabat seperti Khalifah yang 4 yaitu Abu Bakar Siddiq, Umar bin Khattab, Usman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib dipandang baik dan disukai oleh para ulama, karena para Khalifah tersebut adalah di antara sepuluh para sahabat yang sudah dijamin oleh Rasulullah SAW langsung masuk kedalam surga tanpa peroses Hisab.

Para Sahabat yang langsung masuk surga tanpa peroses Hisab yaitu:

والعشرة و المبشرون بالجنة هم : أبو بكر و عمر بن الخطاب و عثمان بن عفان و علي بن أبي طالب و سعد بن أبي وقاص و سعيد بن زيد بن عمرو بن نفيل و طلحة بن عبيد الله و الزبير بن العوام و عبد الرحمن بن عوف و أبو عبيدة عامر بن الجراح رضي الله تعالى عنهم أجمعين .[ ]

“Sepuluh orang yang dijamin oleh Rasululah SAW diantara para sahabat yang langsung masuk surga tanpa adanya peroses Hisab yaitu: Abu Bakar Siddiq, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Sa’ad bin Abi Waqqash, Sa’id bin Zaid bin Amru bin Nufail, Thalhah bin Ubaidillah, Azzubair bin Al’awwam, Abdurrahman bin ‘Auf, dan Abu Ubidah Amir bin aljarrah.”

Tujuan do’a-do’a, tahniah dan mengemundangkan nama mereka tidak lain adalah harapan do’a kepada Allah SWT agar mereka para sahabat yang sholeh tersebut dapat kita jadikan contoh suri tauladan dalam kehidupan kita sehari-hari. Adapun dalil para ulama membolehkannya untuk mendo’akan dan pujian kepada mereka mereka, sebagaimana Allah Swt berfirman:

وَالَّذِينَ جَآءُو مِن بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِاْلإِيمَانِ وَلاَتَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلاًّ لِّلَّذِينَ ءَامَنُوا رَبَّنَآ إِنَّكَ رَءُوفٌ رَّحِيمٌ {سورة الحشر [59] : 10}

“Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshor), mereka berdoa: “Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Rabb kami, Sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.” (QS. Alhasyr [59] : 10)

Dari ayat di atas mayoritas para ulama Ahlussunnah (Hanafiyah, Malikiyah, Syafi’iyah, dan Hanabilah) membolehkan dan menyukai dan hukumya adalah “Sunnah” mendo’akan orang-orang sholeh yang terdahulu atau yang telah wafat, terlebih para sahabat Rasulullah SAW yang shaleh. Sebagaimana Allah SWT juga menyebutkan tentang keutamaan dan kelebihan orang-orang yang shaleh yang terdapat di dalam surat Al-Maidah :

“…. إِنَّمَا يَتَقَبَّلُ اللهُ مِنَ الْمُتَّقِينَ ” {سورة المائدة [5] : 27}

” ….. Sesungguhnya Allah hanya menerima (segala amal ibadah) dari orang-orang yang bertakwa (para orang-orang yang shaleh)”. (QS. Almaidah [5] : 27)

Berapa banyak generasi kita yang sudah lupa bahkan tidak mengenal sosok keperibadian para sahabat Rasululalh Saw terdahulu. Jadi do’a atau Tahniah yang dipanjatkan untuk mereka bertujuan agar Allah SWT memberikan kepada kita rahmat-Nya dan berkat dari orang-orang shaleh terdahulu, sebagaimana Allah SWT menyebutkan juga dalam do’a sang hamba kepada Tuhannya di dalam surat Al-Fatihah:

اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ . صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلاَالضَّآلِّينَ {سورة الفاتحة [1] : 6- 7}

“Tunjukilah kami jalan yang lurus, (yaitu) Jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka (jalan para Nabi dan Rasul, para Sahabat shaleh, para ulama shaleh, dll); bukan (jalan) mereka yang dimurkai (orang-orang Yahudi) dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.(orang-orang Nasrani)” (QS. Alfatihah [1] : 6-7)

Ayat di atas yang menyebutkan: ( صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ ; Jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka).Para ahli Tafsir menyebutkan yang dimaksud dalam ayat tersebut adalah Jalannya para Nabi dan Rasul, para Sahabat shaleh, para ulama shaleh, para syuhada’ terdahulu, dll.

Ayat ini juga menerangkan bahwah Allah SWT menyuruh kita mengambil ‘ibrah, mendo’akan dan bertawasul (beristighatsah) kepada hamba-hambanya yang shaleh terdahulu.

Bertawasul (istighatsah) kepada para Nabi dan orang-orang yang shaleh, mayoritas ulama membolehkannya dan hukumnya “Sunnah”. Dapat dilihat dalam kitab “Tuhfah Az-Dzaakiriin oleh Muhammad As-Syaukani”  tentang bolehnya Tawasul kepada para Nabi dan orang-orang yang shaleh yang didasari oleh Hadis Imam At-Turmudzi, Imam An-Nasa’i, Ibnu Majah di dalam kitab sahihnya, dan Alhakim.

Tentang wasilah kepada para orang-orang sholeh yang tujuannya agar kita dapat menjadikan ketaatan, dan keshalehannya dapat kita ikuti, sebagaimana Allah Swt berfirman :

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَابْتَغُوا إِلَيْهِ الْوَسِيلَةَ وَجَاهِدُوا فِي سَبِيلِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ {سورة المائدة [5] : 35}

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan” (QS. Almaidah [5] : 35)

Ayat di atas yang menyebutkan ( وَابْتَغُوا إِلَيْهِ الْوَسِيلَةَ ; dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya ), tujuan Wasilah (jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt) bermakna bahwa kita boleh menjadikan orang-orang yang shaleh menjadi anutan, kudwah, dan contoh suritauladan agar kita dapat mengikuti dan mencontoh budi pekerti, prilaku, dan keshalaehan mereka, yang bertujuan semata-mata agar kita dianugerahkan Allah Swt kepada kita sebagaimana orang-orang shaleh terdahulu.

Wasilah ini semua bertujuan semata-mata untuk taqarrub (mendekatkan diri) kita  kepada Allah Swt, bukan meminta kepada orang yang mati dan bukan dengan cara-cara yang batil yang melanggar syari’at Allah Swt.

BID`AH

Pengertian bid’ah menurut syari’at sebagaimana yang disebutkan oleh Imam Aljurzani:

البدعة : هي الأمر المحدث الذي لم يكن عليه الصحابة و التابعون , ولم يكن مما إقتضاه الدليل الشرعي (ص : 43 , كتاب التعريفات , للشريف علي بن محمد الجرجاني)

“Bid’ah adalah perkara yang dibuat-buat yang tidak pernah diakukan oleh para sahabat dan para tabi’in, dan perbuatan itu tidak berlandaskan dalil-dalil syar’i.”

Yang dimaksud Imam Aljurzani di atas adalah bid’ah dhalalah yaitu perbuatan yang dibuat-buat yang sesat dan menyesatkan yang keluar dari ajaran syari’at Islam yang tidak ada tuntunan dari Rasul, para sahabat, dan para ulama.

الَّذِينَ كَفَرُوا وَصَدُّوا عَن سَبِيلِ اللهِ أَضَلَّ أَعْمَالَهُمْ {سورة محمد [47] : 1}

“Orang-orang yang kafir dan menghalangi (manusia) dari jalan Allah, Allah menyesatkan perbuatan-perbuatan mereka” (QS. Muhammad [47] : 1). Maksudnya ayat ini adalah: Semua amal perbuatan mereka tidak mendapat bimbingan dari Allah, tidak dihargai dan tidak mendapat pahala.

Para ulama membagi bid’ah itu ada beberapa macam yaitu:

1.Bid’ah Dhalalah (بدعة الضلالة) yaitu: perbuatan yang bertentangan dengan syari’at, seperti salat subuh diwajibkan melakukanya dua rakaat, tetapi malah ditambah menjadi 3 rakaat, mengaku Nabi, mengingkari kewajiban sholat, menghalalkan yang haram seperti perzinahan, dsb.

2.Bid’ah Hasanah (بدعة الحسنة) yaitu perbuatan yang tidak ada pada masa Rasulullah SAW, namun tidak bertentangan dengan syari’at Islam, seperti penyusunan Mushaf Alqur’an dengan urutan-urutan surat-suratnya yang dikenal dengan “Ras Utsmani” cara ini pada masa Rasulullah tidak ada, sholat Taraweh berjamaah dilakukan dengan satu imam, tasawuf, selawatan, kelompok-kelompok zikir, membaca Alqur’an melalui Komputer, HP, I-Pad, dsb.

KESIMPULAN

Jadi zikir, tawasul (istighatsah), salawat, do’a dan tahniah yang ditujukan kepada para sahabat, ulama, para syuhada’, dll,  dimana dan kapan saja termasuk tahniah, zikir dan do’a-do’a yang di kumandangkan ketika di sela-sela istirahat shalat Sunnah Taraweh pada malam bulan suci Ramadhan oleh sang bilal hukumnya adalah “Sunnah” dan sangat disukai oleh jumhur mayoritas para ulama Ahlusunnah Waljama’ah.

Namun jika ada orang yang enggan melakukannya karena dianggap bid’ah, maka kita tidak boleh memaksakan atau menyalahkan mereka.

Yang salah dan yang dikatakan “Bid’ah Dhalalah; بدعة الضلالة” (amalan bid’ah yang menyesatkan) sesungguhnya adalah jika kita memaksakan kebenaran kita kepada orang lain atau menyalahkan pendapat orang lain tanpa dasar dan dalil-dalil yang sesuai dengan syar’i. Wallahua’lam.

KH. Ovied.R

*Sekretaris Dewan Fatwa Al Washliyah
*Guru Tafsir Alqur’an/Fikih Perbandingan  Madzhab Majelis Ta’lim Jakarta
*Direktur Lembaga Riset Arab dan Timur Tengah [di  Malaysia].
*Email:  dewanfatwa_alwahliyah@yahoo.com
*Facebook: Buya Ovied

About Author

RELATED ARTICLES

Most Popular

Recent Comments

KakekHijrah「✔ ᵛᵉʳᶦᶠᶦᵉᵈ 」 pada Nonton Film Porno Tertolak Sholat dan Do’anya Selama 40 Hari
KakekHijrah「✔ ᵛᵉʳᶦᶠᶦᵉᵈ 」 pada Nonton Film Porno Tertolak Sholat dan Do’anya Selama 40 Hari
KakekHijrah「✔ ᵛᵉʳᶦᶠᶦᵉᵈ 」 pada Nonton Film Porno Tertolak Sholat dan Do’anya Selama 40 Hari
M. Najib Wafirur Rizqi pada Kemenag Terbitkan Al-Quran Braille