PERUBAHAN struktural maupun fungsional sistem pemerintahan, setelah runtuhnya rezim orde baru dari sistem sentralisasi ke sistem desentralisasi merupakan bagian dari amanat rakyat dari agenda reformasi. Bentuk yang akhirnya disepakati itu adalah otonomi daerah dengan menjadikan daerah sebagai konsentrasi pembangunan.
Begitu besarnya harapan masyarakat terhadap perubahan menuju kesejahteraan menempatkan otonomi menjadi cita-cita rakyat dan inilah periode awal pembangunan demokrasi dimulai.
Keluar dari sistem otoriter dan masuk ke pintu demokrasi dengan menempatkan rakyat sebagai pemegang kedaulatan sesungguhnya adalah dalam rangka memenuhi aspirasi rakyat yang disuarakan oleh gerakan reformasi, perubahan-perubahan mendasar segera ditegakkan, termasuk perubahan pada semua pranata politik, sosial, ekonomi, dan perubahan pada basis hubungan antara rakyat dan negara.
Harapan bahwa pelaksanaan otonomi daerah yang memberikan wewenang yang besar kepada kabupaten dan kota, sebagaimana diamanatkan dalam UU No. 22 dan No.25 Tahun 1999 kemudian disempurnakan dalam UU No. 32 Tahun 2004, akan mampu mendorong percepatan terwujudnya tata pemerintahan yang baik dalam bingkai demokrasi. Meskipun tidak sedikit fakta yang menunjukkan bahwa otonomi daerah yang tidak dimbangi oleh perbaikan tata pemerintahan, justru merugikan kepentingan masyarakat.
Karenanya dibutuhkan penguatan peran dan kapasitas pemimpin lokal atau yang juga disebut sebagai elit lokal dan organisasi non pemerintah untuk menjalankan fungsi pengawasan terhadap jalannya roda pemerintahan sekaligus memastikan bahwa agenda reformasi berjalan secara utuh dan baik.
Dalam banyak perspektif, dipahami bahwa elit lokal mempunyai peran yang cukup signifikan dalam mewujudkan pemerintahan yang demokratis dan mendorong demokratisasi di tingkat lokal. Dan disisi lain juga mampu menumbuhkan kesadaran masyarakat akan pentingnya pembangunan sekaligus memberikan pemahaman makna dan harapan dari pilihan sistem demokrasi yang telah disepakati.
Elit lokal adalah perseorangan atau kelompok dari orang yang dianggap berpengaruh dan mempunyai kecerdasan intelektual di dalam masyarakat, misalnya para tokoh masyarakat, pemuka agama, pemuda, pemimpin organisasi, mantan penguasa dan orang-orang yang mempunyai kemampauan dan kompetensi yang relatif lebih dibanding masyarakat kebanyakan. Jadi yang dimaksudkan dengan elit lokal disini adalah elit yang tidak bersentuhan dengan partai politik serta tidak menjadi bagian dari partai politik.
Elit lokal dinilai mempunyai kemampuan mempengaruhi masyarakat karena memiliki kekuasaan informal yang diakui dan dihormati oleh masyarakat. Elit lokal secara umum memiliki pengetahuan dan wawasan yang cukup luas dibanding dengan kebanyakan masyarakat. Namun peran strategis dari elit lokal untuk menjadi corong demokratisasi, menjadi sangat dilematis, ketika mereka berafiliasi dengan kepentingan-kepentingan politik yang ingin mendapatkan konstituen pemilu, contohnya dalam pemilihan umum kepala daerah langsung, demi kepentingan kelompok atau golongan. Kondisi ini sebenarnya bisa dianggap sebagai sesuatu yang wajar dan bentuk dari partisipasi elit lokal dalam berdemokrasi.
Tetapi yang menjadi masalah ketika elit lokal memanfaatkan kekuasaannya untuk memonopoli masyarakat atau masa politik dengan mengarahkan pada pilihan tertentu. Selain itu banyak juga terjadi kerusuhan-kerusuhan ditingkat lokal yang dipicu oleh provokasi elit lokal. Disinilah terjadi patahan-patahan antara peran yang seharusnya dengan realitas sosial, sehingga terjadi kemandekan-kemandekan dalam proses demokratisasi di daerah.
Karenanya elit lokal yang secara kualitas memiliki kompetensi dan akseptabilitas dalam membangun daerahnya harus dimaksimalkan perannya secara komprehensif, energi besar para elit lokal tersebut harus digunakan sebesar-besarnya untuk kepentingan pembangunan daerah. Salah satu instrument yang bisa dimaksimalkan oleh elit lokal untuk melakukan pembangunan adalah melalui Dewan Perwakilan Daerah (DPD), representasi tokoh lokal yang akan dipilih dalam pemilu untuk mewakili kepentingan daerahnya untuk memikul amanah melakukan kerja-kerja pembangunan secara lokal dengan perjuangan yang dibangun secara nasional.
Dedi Iskandar Batubara
Penulis adalah
*Penasehat PP IPA (Ikatan Pelajar Al Washliyah)
*Wakil Sekretaris PW Al Washliyah Sumut
*Wakil Sekretaris Majelis Siyasah Syar’iyah PW Al Washliyah Sumut
*Wakil Ketua PW GPA Sumut
*Dosen (Pancasila, Ke-Al Washliyahan, dan Sosiologi Politik) UMN Al Washliyah
*Sekretaris DPD KNPI Sumut
*Anggota Dewan Pendidikan Sumut.
*Calon Anggota DPD RI Asal Sumut