BerandaKabar WashliyahBerpulangnya Ustad Sudartoyo Guru yang Ikhlas

Berpulangnya Ustad Sudartoyo Guru yang Ikhlas

SAYA mendapat info dari rekan Basyirussawal Nasution, di tanah air, lewat pesan singkat tertanggal 29 Juni 2013 pagi,  tentang meninggalnya Ustad  Sudartoyo, seorang tokoh Al  Washliyah di Medan, Sumatera Utara.

Seorang ustad yang gerakan awalnya di Al Washliyah  dikenal aktif sebagai guru Madrasah Al Washliyah dan pernah menjabat  sebagai Ketua Umum Pimpinan Pusat  Ikatan pelajar Al Washliyah (PP IPA) pada tahun 70  sampai dengan 80-an. Almarhum dikebumikan sore hari pada hari yang sama dari rumah duka, Jalan Sutrisno dekat Simpang Laksana Medan.

Saya tertegun sejenak mendengar berita ini, sedih bercampur haru kehilangan lagi sorang guru sekaligus teman seperjuangan yang baik, lalu berdoa untuk almarhum dan  langsung membuat tulisan ini saat  saya sedang  mengantar isteri berobat ke rumah sakit sebagai rasa hormat saya  sebagai mantan murid  almarhum.

Kami biasa memanggilnya ustad Sudartoyo. Selama saya  bertemu,  ia selalu lebih dahulu melontarkan senyum khasnya bila berpapasan,  kelihatan keikhlasan terpancar dari wajahnya.   Selama bergaul saya belum pernah melihatnya membesarkan suara apalagi marah. Orangnya sopan, tidak terlalu banyak bicara, jika tidak  perlu  dan masih kental kehalusan budinya seperti tatakrama  orang Jawa sebagai budaya leluhurnya walau keberadaannya di Kota Medan, Sumatera Utara, sudah lama.

Kita kenilangan lagi seorang tokoh Al Washliyah,   satu persatu pergi silih berganti meninggalkan kita.  Tokoh yang satu ini memiliki tipe  ikhlas, lurus, tenang  dan serius.  kata orang di kampung motan motan dalam mengajarkan ilmu dan menggerakkan jihad melalui organisasi Al Washliyah. Awal pertemuan saya dengannya  sekitar 40 tahun yang lalu. Dia adalah guru saya di Madrasah Al Washliyah, Jalan Mabar Medan, antara tahun 1968 sampai dengan 1975.  Belakangan ini lama saya tidak bertemu dengannya sehingga  tidak banyak tahu tentang sepak terjangnya sejak tahun 1986 setelah saya hijrah ke Jakarta.

KENANGAN DI MADRASAH

Madrasah Al Washliyah, Jalan Mabar Medan, menjadi saksi bisu akan kegiatan yang pernah  ada di sana.  sejak dahulu hingga saat ini madrsah itu  cukup dikenal di kalangan tokoh Al Washliyah. Pada tahun 70  sampai dengan 80-an    kepala sekolahnya saat itu bernama ustad Abdullah cukup terkenal,  ia adalah seorang guru yang keras dan tegas dalam mendidik, tak segan segan  melayangkan penggaris panjang ke tubuh murid yang bandel sampai memar jika melawan dan membandel, karena anak Medan umumnya bawaanya bandel. Ia sangat disiplin,  ditakuti oleh semua muridnya dan cukup berwibawa di depan guru lain, tapi dibalik itu orangnya sangat penyayang.

Di sanalah ustad Sudartoyo mengajar bersama sama guru lainnya, setiap hari datang ke  madrasah naik sepeda yang didayung di bawah terik matahari. Lumayan jauh jika naik sepeda  dari rumahnya, Jalan Sutrisno ke Jalan Mabar dekat Masjid Raya,  masjid perjuangan terletak di Jalan Prof  HM Yamin SH atau lebih dikenal dengan nama Jalan Serdang.

Guru guru pada saat itu baik wanita maupun pria mendapat honor hanya pas pasan, kurang lebih hanya pengganti uang transport, namun mereka tidak kedengaran mengeluh. Terlihat ada terselip semangat jihad yang selalu diajarkan oleh  ustad Abdullah yang juga berperan sebagai guru dari guru guru yang ada.  Saya tahu karena salah seorang kakak saya dulu pernah mengajar di sana.

Beruntung suatu ketika ustad Sudartoyo diangkat menjadi anggota DPRD Medan dari Fraksi PPP, karena keaktifannya di organisasi Al Washliyah,  namun saat jadi anggota DPRD maupun sesudahnya,  penampilannya sama saja tidak menunjukkan perbedaan kemewahan yang mencolok dari segi materi maupun dari segi penampilan pakaiannya.

Dialah yang pertama mengenalkan Organisasi IPA kepada saya dan kawan kawan di madrasah itu. Saat mengenalkan IPA Langsung dibentuk pengurus IPA Ranting Jalan Mabar Medan sekitar tahun 1972. Saya pertama diangkat menduduki jabatan sebagai ketua ranting IPA Madrasah Al Washliyah Jalan Mabar Medan.

Dari sekian banyak guru yang mengajar saya,  hanya satu dua yang ditemui memiliki sifat ikhlas mengajar dan hidup  sangat sederhana tidak mengejar materi. Tipe seperti ini banyak juga kita temui pada guru guru di Madrasah Al Washliyah, mungkin juga di berbagai pesantren di Indonesia. Mereka itu tergolong kelompok masyarakat teladan yang meninggal tanpa tanda jasa. Harapan mereka tak banyak,  selain keluarga kiranya murid muridnya  turut mendoakannya kala hidup maupun setelah meninggal dunia agar mendapat Ridha Allah SWT.

Selamat Jalan guru, ustadz, kami akan selalu mengenangmu, sebagai seorang guru, sahabat dan orang yang mengenalkan cara berorganisasi untuk mengabdikan diri dalam kehidupan bermasyarakat.   Semoga Al Washliyah mengukir namamu dan akan mencatatkan  sebagai salah satu tokoh aktifis Al Washliyah.

Semoga Allah menerima amal ikhalasmu, jihad dan tannggung jawabmu sebagai guru dan, sebagai  pembina umat yang telah kau salurkan kepada kami yang Insya Allah di antaranya telah kami amalkan.

Penulis-Abdul Mun`im SH MH
*Alumni Pelajar Al Washliyah Jalan Mabar Medan

About Author

RELATED ARTICLES

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Most Popular

Recent Comments

KakekHijrah「✔ ᵛᵉʳᶦᶠᶦᵉᵈ 」 pada Nonton Film Porno Tertolak Sholat dan Do’anya Selama 40 Hari
KakekHijrah「✔ ᵛᵉʳᶦᶠᶦᵉᵈ 」 pada Nonton Film Porno Tertolak Sholat dan Do’anya Selama 40 Hari
KakekHijrah「✔ ᵛᵉʳᶦᶠᶦᵉᵈ 」 pada Nonton Film Porno Tertolak Sholat dan Do’anya Selama 40 Hari
M. Najib Wafirur Rizqi pada Kemenag Terbitkan Al-Quran Braille